Deteksi & Cegah Osteoporosis

Thursday, 22 August 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Cara mendeteksi dan mencegah osteoporosis yakni dengan memeriksa kepadatan tulang dengan alat Bone Mineral Densitometry (BMD). Simak prosedur lengkapnya!

Deteksi & Cegah Osteoporosis

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan penurunan densitas atau kepadatan massa tulang yang mengakibatkan tulang menjadi rapuh atau mudah patah. Penyakit ini biasanya dialami oleh wanita dan umumnya dimulai sejak memasuki masa menopause.


Jadi, bagi wanita yang memasuki masa menopause, satu lagi hal yang tak boleh luput dari perhatian adalah kepadatan massa tulang. Informasi mengenai tingkat kepadatan massa tulang dapat menjadi deteksi terjadi-tidaknya osteoporosis. Terlebih, masa pasca (post) menopause dan senilis (penuaan atau usia) adalah penyebab primer dari osteoporosis.


Selain itu, ada juga penyebab sekunder, yaitu penyakit yang diderita oleh seseorang. Penyakit-penyakit yang dimaksud adalah yang menyebabkan berkurangnya penyerapan kalsium atau sebaliknya output menjadi terlalu banyak sehingga kebutuhan akan kalsium meningkat. Selain itu, penyakit hormonal yang menyebabkan terganggunya hormon estrogen dan progesteron juga bisa jadi penyebab. Untuk penyebab sekunder, meski tidak setinggi penyebab primer, tapi dapat dialami sejak usia dini.


Di luar itu, ada beberapa hal lain yang menjadi faktor risiko terjadinya osteoporosis, yaitu jenis kelamin (rasio pada wanita 6:1 dibanding pada pria), memiliki riwayat penyakit sistemik (diabetes dan ginjal), serta jarang berolahraga sejak muda.

Puncak kepadatan tulang seseorang terjadi pada usia 35 tahun. Setelah melewati usia itu, kepadatan tulang akan menurun. Khusus bagi wanita, diperlukan perhatian khusus-apalagi setelah mengalami menopause. Pada masa ini, kepadatan tulang wanita menurun sekitar 1,4 persen setiap 10 tahun/dekade.


Osteoporosis adalah Silent Disease

Osteoporosis disebut silent disease karena biasanya diketahui ketika sudah terjadi patah tulang. Penderita umumnya tidak mengalami gejala yang tampak atau merasakan ketidaknyamanan sebelum terjadinya patah tulang. Patah tulang ini terjadi secara tiba-tiba atau akibat dari benturan yang sebenarnya tidak terlalu keras (trivial trauma). Misalnya terjatuh saat jalan biasa. Ketika terjadi patah tulang akibat kejadian ini, perlu dicurigai telah terjadi osteoporosis.


Cara terbaik untuk mengetahui adalah dengan melakukan pengecekan kepadatan tulang secara rutin. Gold standard pemeriksaan kepadatan tulang adalah dengan alat Bone Mineral Densitometry (BMD). Jika hasil pemeriksaan BMD menunjukkan ambang batas merah, orang tersebut sudah sudah masuk kategori osteoporosis. Sementara, jika menunjukkan ambang batas kuning, berarti masih tergolong osteopenia.


Saat pemeriksaan BMD, ada beberapa bagian yang biasanya menjadi fokus pemeriksaan, yaitu leher bonggol paha (neck femur), tulang belakang (lumbal-tulang pinggang), dan pergelangan tangan. Tiga titik ini yang biasanya paling mengalami penurunan kepadatan tulang.


Baca juga: Osteoporosis dan Reumatik



Cara Menjaga Kesehatan untuk Penderita Osteoporosis

Lalu, bagaimana cara menjaga kesehatan setelah memasuki ambang batas kuning (osteopenia) atau merah (osteoporosis)? Konsumsi kalsium dan vitamin D yang cukup untuk mempertahankan kepadatan tulang. Untuk usia lanjut, kalsium yang dibutuhkan minimal 1.200 miligram dan vitamin D 800 IU. Jika sudah masuk kategori osteoporosis, perlu konsultasi dokter spesialis ortopedi untuk dilakukan terapi pengobatan khusus.


Lakukan Latihan Pembebanan Fisik Secara Rutin 

Menurut teori Wolff, kepadatan tulang akan lebih baik bagi mereka yang sering melakukan olahraga. Tidak ada patokan jumlah langkah atau durasi waktu latihan yang harus dilakukan, yang terpenting dilakukan secara rutin.


Rutin Melakukan Tes Kepadatan Tulang Secara Berkala

Lakukan tes kepadatan tulang secara berkala, terutama yang berusia lebih dari 60 tahun, menjadi penting agar terhindar dari permasalahan patah tulang terutama tulang panggul, tulang pergelangan tangan, dan tulang belakang. Dari ketiga tulang di atas, patah tulang panggul merupakan permasalahan patah tulang yang paling tinggi angka kejadiannya dan seringkali perlu tindakan operasi karena langsung berdampak pada mobilitas atau kemampuan jalan penderita. Patah tulang panggul tersering adalah patah di daerah leher bonggol dan daerah trochanter. Patah daerah ini sering terjadi secara spontan tanpa jatuh atau trauma yang adekuat.


Secara umum, penanganan kasus ini terbagi dua. Jika patah yang terjadi tidak seluruhnya, dapat ditangani tanpa operasi dengan imobilisasi menggunakan skin traction untuk meminimalkan gerakan. Sedangkan pada patah keseluruhan, umumnya perlu dilakukan operasi penggantian bonggol (hip replacement) atau fiksasi internal dengan penanaman alat di dalam tubuh berupa pen/plate atau nailing.


Baca juga: Cegah Osteoporosis Sejak Dini



Pertolongan Pertama Ketika Terjatuh

  • Jangan banyak bergerak
  • Langsung kunjungi dokter untuk dievaluasi ada-tidaknya patah tulang
  • Hindari melakukan terapi tradisional seperti pijat, sebab akan semakin memperparah cedera
  • Jangan berasumsi pasti dilakukan operasi, karena ada beberapa solusi lain sesuai tingkat keparahan trauma—salah satunya dengan imobilisasi atau bed rest


Fakta Osteoporosis

  • Ngilu pada tulang bukan pertanda osteoporosis
  • Kalsium dan vitamin D tidak bisa ditabung sejak dini. Tubuh hanya akan menyerap sesuai kebutuhan dan sisanya akan dibuang!
  • Susu bukanlah satu-satunya solusi untuk osteoporosis. Satu gelas susu hanya mengandung 120 gram kalsium. Jika dalam sehari dibutuhkan 1.200 mg, Anda perlu mengonsumsi 10 gelas setiap hari


Supaya tidak berlarut-larut dan mengganggu aktivitas Anda, rencanakan janji temu dengan dokter spesialis ortopedi di RS Pondok Indah guna mengatasi kondisi medis terkait, maupun keluhan yang menyertainya. Selain mendapatkan penanganan, dokter juga bisa memberikan saran, termasuk saran pilihan makan/pilihan aktivitas/pantangan, sesuai dengan kondisi Anda.