Penyakit difteri adalah infeksi bakteri yang menyebabkan pembentukan lapisan tebal di tenggorokan sehingga menghalangi pernapasan dan menimbulkan komplikasi.
Difteri adalah infeksi bakteri serius yang menyerang saluran pernapasan bagian atas. Penyakit ini dapat mengancam nyawa, terutama bagi anak-anak.
Gejala awalnya mungkin tampak seperti flu biasa, tetapi difteri dapat dengan cepat berkembang menjadi kondisi yang lebih parah, termasuk menyebabkan kesulitan bernapas, kerusakan organ, bahkan kematian jika tidak ditangani dengan cepat. Anak-anak, terutama yang belum mendapatkan vaksinasi, sangat rentan terinfeksi penyakit ini.
Difteri pada anak adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri penyebab difteri ini memproduksi toksin (racun) yang dapat merusak jaringan dan organ tubuh manusia. Difteri umumnya menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta dapat juga menyerang kulit.
Penderita yang terinfeksi kuman difteri sering tidak menunjukkan gejala apapun sehingga penderitanya tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi. Apabila tidak menjalani pengobatan dengan tepat, mereka berpotensi menularkan penyakit ini kepada orang di sekitarnya, terutama mereka yang belum mendapatkan imunisasi DPT.
Baca juga: Optimalkan Pertumbuhan Badan Anak
Penyebaran bakteri Corynebacterium diphtheriae penyebab difteri dapat terjadi dengan mudah, terutama bagi orang yang tidak mendapatkan vaksin difteri.
Ada sejumlah cara penularan yang perlu diwaspadai, seperti:
Baca juga: Serba-Serbi Alergi
Gejala difteri biasanya muncul sekitar 2-5 hari setelah anak terinfeksi. Kondisi ini disebut sebagai carrier (pembawa kuman), dan masih dapat menularkan bakteri tersebut.
Umumnya, gejala difteri akan muncul secara bertahap. Ciri paling khas dari infeksi difteri adalah terbentuknya lapisan putih atau abu-abu tebal pada tenggorokan dan amandel. Sementara itu, gejala difteri pada anak lainnya meliputi:
Bila gejala-gejala tersebut berlanjut, akan terjadi bengkak di area leher seperti leher sapi (bullneck), dan sesak napas yang disertai bunyi (stridor).
Baca juga: Menjaga Kesehatan Pernapasan
Difteri berpotensi mengancam jiwa karena infeksi serius dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti:
Kunci untuk mencegah berbagai komplikasi difteri pada anak adalah deteksi dan penanganan dini. Jadi, bila si kecil mulai menunjukkan gejala difteri, segera periksakan ke dokter spesialis anak. Penanganan awal dari dokter yang dilakukan setelah pemeriksaan dapat membantu anak pulih.
Baca juga: Flu Singapura Pada Anak, Kenali Gejala dan Cara Mencegahnya
Penanganan pasien difteri ada tiga yaitu:
Penanganan yang penting lainnya adalah penanganan terhadap close contact yaitu orang-orang yang terdekat dengan pasien, dengan cara dilakukan pemeriksaan kultur apus tenggorok, dan diberikan antibiotik pencegahan hingga ada hasil kultur tersebut.
Selain penderita, terdapat juga carrier difteri yaitu orang yang terinfeksi kuman difteri tetapi tidak memperlihatkan gejala sakit. Penanganannya adalah dengan tetap memberikan antibiotik pencegahan, dan orang tersebut harus diisolasi untuk mencegah kontak dengan orang luar.
Baca juga: Imunisasi Lengkap untuk Perlindungan Maksimal
Penyakit difteri pada anak dapat dicegah dengan memberikan imunisasi dalam bentuk vaksin kombinasi DPT-HB-Hib. Vaksin ini sebenarnya merupakan imunisasi dasar yang biasa diberikan dalam program bulan imunisasi anak sekolah (BIAS).
Vaksin DPT-HB-Hib (difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B) merupakan salah satu bagian dari imunisasi dasar yang wajib diberikan kepada anak.
Vaksin ini diberikan sebanyak 3 kali, pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Selain itu, vaksin difteri bisa dilanjutkan dengan booster pada usia 17 bulan, 5 tahun (DT/DPT), dan 12 tahun (Td/Tdap). Bagi yang berusia di atas 12 tahun, vaksin Td/Tdap dapat diberikan setiap 10 tahun sekali.
Penyakit difteri umumnya menyerang anak-anak usia 1 hingga 5 tahun, tetapi kondisi ini juga bisa menyerang anak yang lebih tua, bahkan orang dewasa. Penyakit ini berbahaya, terutama jika anak belum mendapatkan vaksinasi lengkap. Karena itu, imunisasi difteri sangat penting untuk melindungi anak dari risiko serius ini.
Konsultasikan jadwal imunisasi anak dengan dokter spesialis anak untuk memastikan si kecil mendapatkan vaksinasi sesuai jadwal.
Infeksi difteri bersifat lebih berbahaya dan menular dibandingkan dengan radang tenggorokan biasa. Selain itu, ada juga beberapa perbedaan dari gejala yang ditunjukkan. Selain sakit tenggorokan dan sulit menelan, anak yang terkena difteri juga bisa mengalami gejala seperti demam, kesulitan bernapas, dan pembengkakan leher.
Difteri adalah infeksi bakteri serius yang menyerang sistem pernapasan, terutama tenggorokan dan saluran napas bagian atas. Bakteri penyebab difteri dapat merusak jaringan di area yang terinfeksi dan menyebar ke organ lain. Selain sistem pernapasan, difteri juga bisa menyerang sistem saraf dan jantung, menyebabkan komplikasi serius bila terlambat ditangani.
Penyakit difteri biasanya membutuhkan waktu sekitar 2 hingga 6 minggu untuk sembuh. Namun, lamanya pemulihan bisa bervariasi tergantung pada kondisi kesehatan individu dan seberapa cepat pengobatan dimulai.
Ya, penderita difteri bisa kambuh lagi jika ia tidak mendapatkan vaksinasi lengkap atau perawatan yang tepat. Oleh sebab itu, penting untuk mengikuti vaksinasi dan perawatan yang dianjurkan oleh dokter untuk mencegah kambuhnya penyakit ini.
Difteri adalah penyakit menular yang berpotensi mengancam jiwa. Jadi, jangan berpikir dua kali untuk memeriksakan si kecil ke dokter spesialis anak jika menemukan beberapa keluhan yang menyerupai gejala difteri. Dengan begitu, si kecil bisa langsung mendapatkan penanganan medis yang tepat.