Sindrom nefrotik adalah kondisi ginjal di mana protein bocor ke urin akibat kerusakan glomerulus, menyebabkan pembengkakan tubuh dan kadar protein darah rendah.
Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala klinis yang ditandai beberapa kondisi, seperti adanya protein dalam kadar yang tinggi di air seni, kadar protein yang rendah dalam darah, pembengkakan pada seluruh tubuh (edema), serta kadar kolesterol darah yang tinggi.
Menurut laporan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), sindrom nefrotik ditemukan pada enam per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Sindrom nefrotik lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki dibanding perempuan, dengan perbandingan 2:1. Sementara, gejala sindrom nefrotik paling sering ditemukan pada usia dua hingga lima tahun.
Secara umum, masalah kesehatan ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu primer (terjadi akibat mutasi genetik atau kelainan imunologi) dan sekunder (terjadi akibat penyakit lain, seperti infeksi, Henoch-Schonlein purpura, obat-obatan, atau lupus eritematosus sistemik).
Sindrom nefrotik sering disebabkan oleh penyakit ginjal primer, yaitu kondisi yang secara langsung mempengaruhi ginjal. Salah satu contohnya adalah glomerulonefritis, yang menyebabkan peradangan pada glomerulus (penyaring kecil di ginjal) sehingga protein bocor ke urin. Penyakit ini sering tidak diketahui penyebab pastinya namun dapat dipicu oleh infeksi atau kondisi autoimun.
Kondisi sistemik, seperti diabetes mellitus dan lupus eritematosus sistemik, juga menjadi penyebab sindrom nefrotik. Pada diabetes, tingginya kadar gula darah dalam jangka panjang dapat merusak pembuluh darah di ginjal. Lupus, sebagai penyakit autoimun, menyerang jaringan tubuh termasuk ginjal, sehingga menyebabkan kebocoran protein.
Infeksi tertentu, seperti hepatitis B, hepatitis C, dan HIV, juga dapat memicu sindrom nefrotik. Selain itu, paparan toksin atau zat tertentu, seperti obat-obatan anti-inflamasi nonsteroid (NSAID), dapat merusak ginjal jika digunakan dalam jangka waktu lama atau tanpa pengawasan medis.
Sindrom nefrotik juga bisa disebabkan oleh faktor genetik, seperti mutasi pada gen yang memengaruhi fungsi ginjal. Kelainan bawaan ini umumnya terdeteksi sejak masa kanak-kanak dan dapat menyebabkan sindrom nefrotik berulang atau kronis sepanjang hidup.
Sindrom nefrotik dapat terjadi pada siapapun, terlebih anak dari keluarga yang memiliki riwayat sindrom nefrotik. Karenanya, orang tua perlu segera memeriksakan kondisi anak ketika melihat ada gejala sebagai berikut:
Untuk mendiagnosis sindrom nefrotik, dokter akan melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik. Selain itu, dilakukan pemeriksaan protein pada urin, kadar albumin darah, serta koles terol darah. Jika diperlukan, akan dilakukan pula pemeriksaan biopsi ginjal.
Pengobatan utama untuk sindrom nefrotik adalah obat-obatan penekan sistem imun (immunosuppressant), meski pada kondisi tertentu dapat ditambahkan dengan obat-obatan lainnya. Pemberian obat-obatan ini dilakukan agar sindrom nefrotik dapat terkontrol dengan baik (remisi) yang ditandai dengan tidak terdeteksinya protein pada air seni.
Selain memastikan kepatuhan berobat anak, orang tua dari anak dengan sindrom nefrotik pun perlu melakukan pemantauan tumbuh kembang. Anak dengan sindrom nefrotik tidak memiliki batasan asupan cairan maupun nutrisi. Hanya saja, jika mengalami bengkak atau kekambuhan (relaps), perlu dilakukan pembatasan asupan garam dan makanan tinggi kolesterol. Penanganan sejak dini dapat menghindarkan anak dari gangguan yang lebih serius akibat sindrom nefrotik.
Jika tidak ditangani dengan baik, sindrom nefrotik dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah (syok), infeksi berat (sepsis), sesak berat, gangguan elektrolit, stroke, bahkan jika dibiarkan dalam jangka panjang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik yang membutuhkan cuci darah.
Sindrom nefrotik terjadi karena kerusakan pada saringan ginjal (glomerulus), sehingga protein yang seharusnya tertahan dalam darah bocor ke urin. Penyebabnya bisa bermacam-macam, seperti infeksi, penyakit autoimun, diabetes, atau efek samping obat tertentu.
Sindrom nefrotik dan gagal ginjal itu berbeda. Sindrom nefrotik adalah gangguan ginjal yang menyebabkan protein bocor ke urine, sementara gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak berfungsi dengan baik. Namun, jika tidak ditangani, sindrom nefrotik bisa memicu gagal ginjal.
Penderita sindrom nefrotik sebaiknya menghindari makanan tinggi garam, lemak jenuh, dan protein berlebihan, seperti makanan olahan, gorengan, keripik, atau daging merah berlemak. Fokuslah pada makanan sehat seperti buah, sayur, dan protein rendah lemak sesuai anjuran dokter.
Sindrom nefrotik bukan penyakit autoimun, tapi bisa disebabkan oleh penyakit autoimun seperti lupus. Kondisi ini terjadi karena kerusakan pada ginjal yang membuat protein bocor ke urin. Penyebab lain bisa infeksi, diabetes, atau obat tertentu.
Sindrom nefrotik bisa sembuh tergantung penyebabnya. Pada beberapa kasus, pengobatan seperti obat kortikosteroid, diet sehat, dan kontrol medis rutin dapat membantu pasien mencapai remisi.