Mengenal Tes OAE dan BERA untuk Menghindari Risiko Gangguan Pendengaran Sejak Dini

Tuesday, 24 September 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Skrining pendengaran bersifat penting untuk bayi. Deteksi dini masalah pendengaran dengan tes OAE dan BERA untuk memastikan perkembangan si kecil optimal.

Mengenal Tes OAE dan BERA untuk Menghindari Risiko Gangguan Pendengaran Sejak Dini

Pendengaran merupakan salah satu indera penting untuk manusia. Adanya gangguan pada indera ini bisa diikuti dengan gangguan bicara, terutama bila terjadi sejak usia dini.


Sebelum keluar dari rumah sakit, bayi baru lahir akan diperiksa secara menyeluruh, termasuk kemampuan pendengarannya. Hal ini dilakukan untuk memastikan tumbuh kembang bayi optimal, dan kemampuan komunikasi dikemudian hari tidak terganggu.


Pentingnya Tes Pendengaran pada Bayi

Insiden gangguan pendengaran, termasuk tuli, pada bayi baru lahir memang hanya dua persen. Namun, perkembangan pendengaran dan kemampuan bicara seseorang yang krusial terjadi sejak berusia 6-24 bulan. Untuk itu, tes atau screening pendengaran harus dilakukan tidak hanya untuk mendeteksi, tetapi juga menghindari terjadinya risiko gangguan pendengaran serta komunikasi di kemudian hari.


Anak yang berusia kurang dari 1 tahun, dan terdeteksi mengalami gangguan pendengaran, masih sangat mungkin diobati dengan proses rehabilitasi. Dengan catatan, kondisi ini diketahui sedini mungkin, salah satunya dengan upaya orang tua yang sigap dalam memeriksakan pendengaran sedini mungkin.


Tes pendengaran bayi penting dilakukan, karena gangguan pendengaran yang tidak ditangani akan menyebabkan gangguan berbicara pada anak.



Jenis Tes Pendengaran Bayi

Secara umum, tes pendengaran dibedakan menjadi 2 jenis, yakni subjektif dan objektif. Berikut ini adalah informasi singkatnya:


  • Tes subjektif merupakan tes dua arah, artinya dokter akan memperdengarkan bunyi dengan gelombang suara tertentu, dan pasien akan meresponnya. Tes ini biasanya dilakukan untuk pasien dewasa atau yang sudah dapat merespon.
  • Tes objektif merupakan tes satu arah, biasanya dilakukan untuk anak-anak, bahkan bayi, yang secara verbal belum dapat merespon. Tes objektif ini menggunakan seperangkat alat untuk menilai elektrofisiologi dengan memberi stimulus suara, yang dapat dianalisis secara langsung tanpa kerjasama pasien. Beberapa contoh tes objektif pendengaran yang marak digunakan adalah screening Otoacoustic Emissions (OAE) dan Brainstem-Evoked Response Audiometry (BERA).


Hasil pemeriksaan tersebut digunakan dalam mengevaluasi kondisi pendengaran bayi dengan akurasi tinggi dan mendeteksi potensi masalah yang mungkin ada.


Baca juga: Gendang Telinga Berlubang Perlukah Ditambal?


1. Otoacoustic Emissions (OAE)

OAE adalah skrining pendengaran untuk menilai sel rambut yang terdapat di rumah siput (koklea). Pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan alat menyerupai headset ini dapat mengukur getaran suara dalam liang telinga.


Secara sederhana, OAE bekerja sebagai stimulan juga receiver. Stimulus yang dipancarkan melalui headset akan ditangkap oleh sel rambut, setelah terlebih dahulu menggetarkan gendang telinga melalui tulang pendengaran.


Stimulus yang tertangkap oleh sel rambut kemudian menghasilkan getaran yang kembali ditangkap oleh receiver. Adanya perbedaan amplitudo yang diterima ini lah yang menggambarkan normal atau tidaknya fungsi koklea.


Gangguan pada sel rambut dalam koklea lebih banyak ditemukan pada bayi yang lahir prematur, mengalami hiperbilirubinemia atau meningitis, ibu terinfeksi Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegavirus, dan Herpes (TORCH) saat hamil, serta faktor genetik (riwayat gangguan pendengaran pada keluarga).


Skrining OAE memang merupakan pemeriksaan wajib bagi bayi yang memiliki risiko gangguan pendengaran. Namun, tes ini juga dianjurkan sebagai tindakan preventif bagi bayi yang tidak berisiko. Tes ini dapat dilakukan saat bayi setidaknya berusia dua hari.


Baca juga: Implan Koklea untuk Pendengaran Lebih Baik


2. Brainstem-Evoked Response Audiometry (BERA)

BERA merupakan tes pendengaran lanjutan setelah pemeriksaan OAE. Jika hasil fungsi pendengaran dengan OAE terbatas hanya hingga koklea, BERA dapat mengetahui fungsi saraf vestibulocochlear sebagai transmitter ke otak.


Sebelum BERA dilakukan, biasanya tes OAE akan diulang. Bila hasil kedua pemeriksaan OAE yang dilakukan dengan jarak antar tesnya 3 bulan memberikan hasil refer (mengalami gangguan), tes BERA dapat dilakukan.


Prosedur tes BERA hampir mirip dengan prosedur EEG, bedanya prosedur BERA dilakukan dengan memberikan stimulus di telinga, baru kemudian rangsangan yang diterima otak dinilai menggunakan elektroda. Hasil pemeriksaan BERA relatif lebih akurat karena hasilnya berkaitan langsung dengan respon otak.


Ada tidaknya gangguan pendengaran dinilai melalui kecepatan gelombang. Oleh karena itu, pasien harus dalam keadaan rileks untuk menghindari pemetaan gelombang yang tidak sesuai. Pada anak-anak, BERA lebih disarankan ketika dalam kondisi tidur, karena saraf lebih rileks. Dengan demikian, kesalahan pemetaan gelombang bisa dihindari.


Namun, menunggu pasien sampai tertidur ini menjadi salah satu kekurangan tes BERA. Selain itu, tes BERA juga baru bisa dilakukan pada bayi yang berusia 3 bulan atau lebih.


Kapan Tes Pendengaran Bayi Harus Dilakukan?

Screening pendengaran OAE dan BERA merupakan dua dari beberapa tes pendengaran yang bisa dilakukan. Dalam mendeteksi gangguan pendengaran pada anak, dianjurkan untuk melakukan beberapa jenis pemeriksaan yang berbeda.


Pada dasarnya, orang tua harus mengetahui bahwa screening pendengaran wajib dilakukan pada anak, karena gangguan pendengaran jarang dikenali tanda dan gejalanya, serta adanya keterbatasan anak dalam mengutarakan kondisinya.



Jadi, Kapankah Sebaiknya Membawa Buah Hati Menjalani Tes Pendengaran?

Tes pendengaran dapat dilakukan kapan pun untuk memastikan kesehatan indera mendengar si kecil. Bahkan sebenarnya tes pendengaran termasuk dalam pemeriksaan dasar yang dilakukan pada bayi baru lahir.


Namun, tes ini sangat direkomendasikan untuk buah hati jika ia memiliki faktor risiko, seperti:


  • Memiliki nilai APGAR yang rendah
  • Terlahir prematur
  • Berat badan bayi saat lahir kurang dari 1500 gram
  • Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran
  • Memiliki kelainan bawaan bentuk telinga atau tulang tengkorak
  • Infeksi yang terjadi saat bayi dikandung (seperti toksoplasmosis, rubella, dan herpes)


Selain itu, Anda juga disarankan untuk memeriksakan pendengaran anak apabila ia menunjukkan gejala-gejala berikut:


  • Tidak kaget saat mendengar suara kencang dan berisik
  • Tidak merespons ke arah sumber suara
  • Kemampuan berbicara sangat lambat atau mengalami speech delay
  • Belum bisa menyebutkan satu kata pun ketika ia berusia 1 tahun.


Selain itu, harus dipahami juga bahwa dalam perkembangannya, observasi orang tua juga dibutuhkan dalam mendeteksi gangguan pendengaran, terutama pada anak berusia 3-4 tahun yang semestinya mulai belajar berbicara.


Baca juga: Optimalkan Pertumbuhan Badan Anak


FAQ Skrining Pendengaran pada Bayi


Apa Itu Skrining OAE?

Skrining OAE (Otoacoustic Emissions) adalah tes pendengaran untuk bayi baru lahir. Tes ini mengukur respons telinga bagian dalam terhadap suara guna mendeteksi gangguan pendengaran sejak dini.


Apa Itu Tes BERA pada Bayi?

Tes BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) pada bayi mengukur respons saraf pendengaran di otak terhadap suara. Tes ini mendeteksi gangguan pendengaran secara akurat dan dilakukan saat bayi tidur.


Bagaimana Cara Kerja Tes Pendengaran OAE?

Tes OAE bekerja dengan mengirimkan suara lembut ke telinga melalui earphone kecil, lalu alat mendeteksi respons getaran dari sel rambut di telinga bagian dalam. Jika sel tersebut berfungsi baik, akan ada respons; jika tidak, bisa ada gangguan pendengaran.


Bagaimana Cara Kerja Tes BERA?

Tes BERA bekerja dengan menempelkan elektroda di kepala untuk mengukur aktivitas saraf pendengaran saat telinga menerima suara. Sinyal listrik dari otak direkam untuk mendeteksi gangguan pendengaran atau masalah saraf pendengaran.


Jadi, jangan ragu untuk memeriksakan anak anda sedini mungkin, karena Dokter Spesialis THTBKL (Telinga, Hidung, Tenggorok, Bedah Kepala dan Leher) dan Dokter Spesialis Anak bersama tenaga profesional di bidangnya akan melakukan pemeriksaan secara komprehensif untuk mengupayakan fungsi pendengaran anak terjaga. Berbagai pemeriksaan akan dilakukan oleh dokter, sesuai dengan kasus dan kebutuhan anak guna menegakkan diagnosis.


Setelah diketahui, baru dokter akan memberikan penanganan yang sesuai, termasuk dengan meresepkan alat bantu dengar, maupun rehabilitasi pendengaran lain yang sesuai.