Imunisasi melindungi tubuh dari penyakit serius, mencegah komplikasi, dan memperkuat sistem imun, memberikan perlindungan kesehatan jangka panjang.
Dalam dunia kesehatan, dikenal tiga tingkatan usaha pencegahan penyakit. Primer (mencegah penyakit terjadi), Sekunder (mencegah penyakit menjadi lebih berat), serta Tersier (mencegah terjadinya komplikasi atau efek jangka panjang). Primer merupakan tindakan terbaik, dan imunisasi termasuk di dalamnya.
Berdasarkan data, efektivitas imunisasi terhadap pencegahan penyakit sangat besar. Efek dari berbagai penyakit dapat ditekan karena dilakukannya imunisasi. Bahkan, imunisasi dapat mengeradikasi suatu penyakit, seperti cacar yang ditetapkan WHO sebagai penyakit yang berhasil dimusnahkan.
Kesadaran imunisasi yang tinggi di masyarakat dapat meningkatkan jumlah penyakit yang tereradikasi. Terlebih, saat ini sudah terdapat begitu banyak jenis imunisasi. Mulai dari difteri, pertusis, tetanus, cacar air, campak, bahkan sampai human papilloma virus (HPV) dan tifus.
Selama ini, berkembang pemahaman bahwa imunisasi yang wajib hanya yang masuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI) atau Program Imunisasi Nasional. Padahal, berbagai imunisasi yang tidak/belum masuk dalam program pemerintah tersebut juga penting untuk dilakukan. Imunisasi pneumococcal/pneumokokus (PCV) misalnya.
Imunisasi ini memberi perlindungan dari penyakit radang paru (pneumonia), yang merupakan penyebab kematian balita nomor satu di Indonesia. Lalu, imunisasi rotavirus yang mencegah infeksi rotavirus (penyebab diare tersering pada balita). Sementara, diare merupakan penyebab kematian balita nomor dua di Indonesia. Keduanya tidak/belum masuk dalam program pemerintah.
Baik bagi anak-anak maupun orang dewasa, imunisasi memiliki jadwal tertentu. Pada anak, misalnya, imunisasi sudah dapat diberikan sejak hari pertama kehadirannya di dunia. Yang perlu diperhatikan, ada imunisasi yang memiliki booster, seperti difteri, pertusis, dan tetanus (DPT) Pertama diberikan pada balita usia 2, 3, dan 4 bulan, booster DPT lalu diberikan pada usia 18 bulan, 5 tahun, 10 tahun, 18 tahun, dan seterusnya setiap 10 tahun.
Bagi orangtua, terdapat beberapa hal yang perlu diketahui mengenai imunisasi.
Terkait dengan jadwal imunisasi, ada beberapa hal yang dilakukan jika suatu imunisasi terlewat dari jadwal yang direkomendasikan. Konsultasikan pada dokter spesialis anak mengenai opsi yang dipilih.
Hadirnya berbagai aplikasi mengenai imunisasi sangat membantu orangtua, karena ada begitu banyak jenis imunisasi terutama pada anak di bawah usia dua tahun. Selain mengingatkan jadwal, aplikasi seperti ini juga biasanya memberi informasi mengenai jenis imunisasi yang akan dilakukan.
Walau begitu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi orangtua sebelum mengunduh suatu aplikasi.
Imunisasi termasuk pencegahan primer karena bertujuan mencegah seseorang terkena penyakit sejak awal dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh. Dengan imunisasi, tubuh Anda dilatih untuk melawan penyakit tertentu sebelum infeksi terjadi.
Imunisasi pertama yang harus dilakukan adalah imunisasi hepatitis B, diberikan dalam 12 jam pertama setelah bayi lahir. Ini penting untuk melindungi bayi dari infeksi hepatitis B yang dapat menyebabkan kerusakan hati serius di kemudian hari.
Sebelum imunisasi, pastikan anak dalam kondisi sehat, cukup istirahat, dan sudah makan. Bawa buku catatan imunisasi, tanyakan riwayat alergi atau penyakit ke dokter, serta hindari jadwal imunisasi jika anak sedang demam tinggi.
Setelah imunisasi, pastikan anak istirahat cukup, beri ASI atau cairan yang cukup, dan pantau reaksi seperti demam ringan atau bengkak di lokasi suntikan. Gunakan kompres hangat jika bengkak. Jika ada reaksi serius seperti demam tinggi atau sesak napas, segera konsultasi ke dokter.
Setelah imunisasi, hindari memijat atau menggosok area suntikan untuk mencegah iritasi. Jangan langsung memberikan obat pereda nyeri tanpa konsultasi dokter. Perhatikan kondisi bayi, dan segera hubungi dokter jika muncul demam tinggi, bengkak ekstrem, atau reaksi alergi serius.