Epilepsi pada anak terjadi karena kelainan otak, genetik, cedera, infeksi, atau gangguan perkembangan. Kadang, penyebabnya tidak dapat diketahui.
Bicara tentang ayan atau epilepsi, tidak bisa dilepaskan dari kejang. Namun perlu digarisbawahi, kejang tidak selalu berarti epilepsi. Epilepsi adalah penyakit atau keadaan kronis yang memiliki kekhasan berupa kejang yang berulang (minimal dua kali berbeda hari) dan biasanya tidak didahului faktor pencetus (seperti demam).
Pada saat ini, kejang yang hanya satu kali pun dapat menjadi indikasi epilepsi jika didukung oleh faktor risiko (komorbid) yang kuat serta hasil elektroensefalogram (EEG) yang tidak normal.
Secara umum, ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab epilepsi, yaitu tidak diketahui (idiopatik), genetik (seperti mutasi gen), kelainan pada otak (misalnya ada bagian otak yang tidak terbentuk, kista, tumor, atau lainnya), infeksi, metabolik, serta autoimun. Tiga faktor pertama merupakan yang paling sering terjadi.
Anak-anak dengan kondisi tertentu memiliki risiko lebih besar mengalami epilepsi, yaitu:
Meski dapat terjadi pada usia berapapun, anak merupakan kelompok usia paling banyak menderita epilepsi, biasanya pada usia kurang dari 3 tahun. Kejang pada epilepsi umumnya terjadi singkat (kurang dari 3 menit) sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada otak.
Untuk mendiagnosis epilepsi, cerita orang yang melihat atau bahkan rekaman ketika anak mengalami kejang merupakan cara yang paling bagus (mencapai 85 hingga 90 persen). Sementara pemeriksaan EEG yang dilakukan satu atau dua hari setelah kejadian hanya memberikan kontribusi 50 hingga 60 persen (meski tetap diperlukan untuk mengetahui tipe epilepsi yang dialami, terlebih jika kasus epilepsi terjadi pada bayi). Karenanya, orang tua harus secepatnya memeriksakan anak ke dokter spesialis anak atau dokter spesialis anak konsultan saraf anak jika melihat anak kejang. Penanganan sejak dini sangat membantu proses penyembuhan.
Sekitar 60 persen kasus epilepsi dapat dikontrol dengan pemberian satu jenis obat serta 20 persen kasus dengan pemberian dua hingga tiga jenis obat. Selain memastikan anak mengonsumsi obat secara rutin, orang tua pun perlu menghindarkan anak dari faktor pencetus yang dapat membuat kejang berulang, seperti kecapaian atau kondisi tidak sehat. Sementara, pembatasan aktivitas (seperti bersepeda, renang, atau mengendarai motor) bergantung pada jenis epilepsi yang diderita.
Beberapa upaya untuk meminimalisir epilepsi pada anak, misalnya:
Epilepsi pada anak bisa disebabkan oleh kelainan genetik, cedera kepala, infeksi otak, gangguan perkembangan otak, atau komplikasi saat lahir.
Ciri-ciri epilepsi pada anak meliputi kejang tiba-tiba, tatapan kosong, gerakan tubuh tak terkendali, kebingungan setelah kejang, serta hilang kesadaran sesaat.
Jika anak mengalami kejang epilepsi, jaga agar tidak terluka, baringkan di tempat aman, dan miringkan tubuhnya. Jangan masukkan apa pun ke mulutnya. Segera bawa ke dokter untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.