Sering mengalami haid tidak teratur? Anda berpotensi mengalami PCOS, yakni kelainan hormonal yang menyebabkan terbentuknya kista di ovarium. Simak selengkapnya!
Menstruasi atau haid adalah peristiwa alami yang terjadi setiap bulan pada wanita dalam usia subur, dari remaja hingga menopause. Peristiwa ini terjadi akibat perubahan fisiologis pada organ reproduksi yang dipengaruhi oleh berbagai hormon, termasuk estrogen dan progesteron.
Siklus menstruasi bisa bervariasi pada setiap perempuan, tetapi normalnya berkisar antara 21-35 hari. Terjadinya gangguan pada siklus menstruasi, termasuk haid tidak teratur, bisa menunjukkan adanya kelainan kadar hormon, termasuk yang disebabkan oleh Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) atau sindrom polikistik ovarium.
PCOS atau sindrom polikistik ovarium merupakan penyebab kelainan hormon yang disebabkan oleh kista atau kantung-kantung kecil berisi cairan (polikistik) di ovarium. Penyebab pasti PCOS masih belum diketahui, tetapi kondisi ini banyak dikaitkan dengan beberapa faktor penting, yaitu resistensi hormon insulin, kelebihan hormon androgen atau hormon pria, dan siklus menstruasi yang tidak teratur.
Normalnya, setiap ovarium mengandung sejumlah besar folikel, yaitu kantung-kantung berisi sel telur, yang sekitar satu bulan sekali pematangannya dirangsang oleh hormon FSH (follicle stimulating hormone). Selanjutnya, folikel akan dirangsang oleh hormon LH (luteinizing hormone) untuk pecah sehingga sel telur dapat dilepaskan ke tuba falopi, sehingga bisa dibuahi oleh sel sperma.
Proses pecahnya folikel yang diikuti dengan pelepasan sel telur ini disebut dengan proses ovulasi. Pada saat yang bersamaan, hormon estrogen yang dilepaskan dari folikel matang akan merangsang penebalan dinding rahim sebagai tempat optimal bagi sel telur yang dibuahi untuk menempel dan bertumbuh kembang menjadi janin.
Jika pembuahan tidak terjadi, dinding rahim yang menebal akan luruh melalui vagina. Proses inilah yang dikenal sebagai masa haid atau periode menstruasi.
Wanita dengan PCOS tidak mengalami pematangan folikel, sehingga ovulasi pun tidak terjadi dan sel terlur gagal dilepaskan. Folikel yang harusnya pecah justru menjadi kista, yang lama-kelamaan mengakibatkan ovarium terisi dengan kumpulan kista-kista kecil, sehingga disebut dengan polycystic ovary.
Hal ini tentu bisa menganggu kesuburan wanita, yang bisa menghambat program hamil.
Selain itu, kegagalan ovulasi juga menyebabkan tidak adanya folikel matang. Dengan demikian, hormon esterogen tidak diproduksi, sedangkan produksi hormon androgen jadi berlebih.
Baca juga: Waspadai Nyeri Perut Saat Haid
Wanita dengan PCOS mengalami gejala yang biasanya dikeluhkan sebagai berikut ini:
Gejala-gejala ini biasanya timbul ketika seorang wanita mengalami menstruasi pertama kali di masa pubertas. Namun, kebanyakan wanita tidak mengetahui bahwa dirinya tengah mengalami gangguan hormonal ini. Padahal, PCOS yang tidak segera ditangani oleh dokter spesialis kebidanan dan kandungan dapat menyebabkan komplikasi.
Baca juga: Penanganan Gangguan Haid dan Gangguan Kesuburan dengan Bedah Invasif Minimal
Seperti sudah diulas sebelumnya, penyebab kasus PCOS sebenarnya belum dapat dipastikan secara ilmiah.
Namun, setidaknya ada tiga faktor yang dicurigai menjadi penyebab utama terjadinya PCOS, yaitu:
Insulin adalah hormon yang disekresikan kelenjar pankreas yang berfungsi untuk mengolah dan memindahkan glukosa dari perdarah darah ke jaringan tubuh. Pada orang dengan resistensi insulin, akan terjadi peningkatan kadar insulin, tetapi aktivitasnya menurun, sehingga merangsang ovarium untuk meningkatkan produksi hormon androgen.
Kadar hormon inilah yang mempengaruhi perkembangan sel telur sehingga mengganggu proses ovulasi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan siklus menstruasi. Kadar androgen yang tinggi juga dapat menyebabkan munculnya jerawat dan hirsutisme.
Pada penderita PCOS berusia muda, penelitian menunjukkan bahwa sekitar 8 persen kasus resistensi insulin dapat diperburuk oleh adanya defisiensi vitamin D.
Perempuan yang memiliki ibu, tante, nenek, ataupun saudara perempuan yang pernah mengalami PCOS, berisiko lebih besar untuk menderita PCOS.
Meski demikian, PCOS biasanya tidak muncul jika faktor risiko ini dapat ditekan oleh gaya hidup sehat, seperti makan makanan yang bergizi seimbang, menghindari junk food dan makanan berminyak, serta berolaharaga teratur 3 sampai 5 kali seminggu.
Berat badan berlebih atau obesitas dapat menyebabkan gangguan siklus haid, atau haid tanpa disertai dengan keluarnya sel telur (anovulasi). Kurang bergerak atau gaya hidup sedentary juga bisa memicu penyakit sindrom metabolik yang merupakan salah satu faktor risiko PCOS, yang membuat sel telur tidak terbentuk dengan sempurna.
Baca juga: Nyeri Haid: Kenali yang Normal dan Tidak Normal
Beberapa komplikasi PCOS yang tidak ditangani dengan tepat, antara lain:
Meskipun PCOS tidak bisa sembuh sepenuhnya, tetapi gejalanya dapat dikendalikan untuk mencegah munculnya komplikasi yang tidak diinginkan. Tidak perlu menunggu sampai sindrom ini mengganggu aktivitas, jadwalkan konsultasi dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan RS Pondok Indah untuk mendapatkan penanganan terbaik.
Baca juga: Apakah PCOS Bisa Hamil? Harapan Memiliki Keturunan Bagi Wanita dengan PCOS
Diagnosis dan pengobatan PCOS dapat menurunkan risiko komplikasi jangka panjang, seperti diabetes mellitus dan penyakit jantung.
Dokter akan memastikan terlebih dahulu apakah pasien benar-benar mengalami PCOS, atau adakah gangguan kesehatan yang lain. Untuk mendiagnosis PCOS, dokter akan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh, mulai dari riwayat menstruasi hingga pemeriksaan fisik.
Setelah pemeriksaan fisik, dokter juga akan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, seperti tes darah, tes toleransi terhadap gula darah, pemeriksaan kadar hormon androgen, dan pemeriksaan USG di bagian panggul untuk memeriksa ketebalan rahim pasien.
Selain itu, tanda dan gejala sindrom ovarium polikistik ini beragam dan menyerupai gejala penyakit lain, oleh karena itu para pakar telah membuat kriteria untuk membantu menetapkan diagnosisnya, yang dikenal dengan kriteria Rotterdam.
Kriteria Rotterdam meliputi:
Baca juga: Jangan Anggap Sepele Gangguan Menstruasi
Penanganan PCOS cukup beragam, tergantung dengan usia individu, tingkat keparahan gejala yang dialami, dan kondisi kesehatan individu secara umum. Tidak hanya demikian, penanganan PCOS untuk wanita yang berniat menjalani program hamil pun akan berbeda dengan mereka yang hanya ingin mengontrol gejala yang dialami.
Berikut ini adalah beberapa upaya penanganan PCOS yang mungkin direkomendasikan:
Selain itu, dokter mungkin merekomendasikan pasien mengonsumsi obat-obatan. Beberapa contoh obat-obatan yang umum yang diberikan untuk pengobatan PCOS adalah:
Pilihan penanganan terbaik untuk PCOS hanya bisa dipastikan oleh dokter spesialis kebidanan dan kandungan, setelah melakukan pemeriksaan langsung. Sebab, penanganan yang diberikan oleh dokter perlu disesuaikan dengan riwayat kesehatan serta keparahan kondisi Anda.
Jadi, segera konsultasikan diri Anda pada dokter spesialis kebidanan dan kandungan di RS Pondok Indah. Selain dokter spesialis yang terpercaya, fasilitas medis di RS Pondok Indah menggunakan teknologi terbaru akan memberikan pelayanan medis bermutu. Setelah melakukan pemeriksaan, dokter akan merekomendasikan penanganan PCOS yang tepat untuk kondisi dan keluhan Anda.
Haid setiap 2 bulan sekali tidak dianggap normal, terutama jika sebelumnya teratur. Ini bisa disebabkan oleh stres, perubahan hormon, atau masalah kesehatan seperti PCOS.
Haid tidak teratur setiap 2 bulan bisa disebabkan oleh stres, perubahan berat badan, gangguan hormon, atau kondisi seperti PCOS. Faktor lain seperti diet, olahraga berlebihan, atau efek obat juga bisa memengaruhinya. Segera konsultasikan dengan dokter untuk diagnosis yang tepat.
Jika terkena PCOS, jaga pola makan sehat, kurangi gula dan karbohidrat olahan, rutin olahraga untuk menurunkan berat badan, dan kelola stres. Gaya hidup sehat bisa membantu mengatur hormon dan memperbaiki siklus haid.
Penderita PCOS sebaiknya hindari makanan tinggi gula, karbohidrat olahan seperti roti putih dan pasta, makanan cepat saji, serta minuman manis. Kurangi juga makanan tinggi lemak jenuh seperti gorengan dan makanan olahan yang bisa memengaruhi hormon.