Menyusui atau tidak tergantung dari kondisi kesehatan sang ibu apakah ada masalah medis tertentu yang tidak memperbolehkan ibu untuk menyusui.
Pemberian ASI kepada buah hati memiliki banyak manfaat seperti memenuhi seluruh kebutuhan nutrisi bayi, dapat meningkatkan kecerdasan bayi, dan dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi. Selain bermanfaat untuk bayi, pemberian ASI kepada bayi juga bermanfaat untuk ibu. Manfaat tersebut termasuk membantu mempercepat pemulihan rahim setelah persalinan, sebagai kontrasepsi alami, hingga menurunkan risiko ibu terserang penyakit.
Namun terkadang ada beberapa kondisi kesehatan ibu yang tidak memperbolehkan ibu menyusui bayinya. Kontraindikasi menyusui sebenarnya sangatlah tergantung dari data-data pemeriksaan dan regimen terapi yang diberikan oleh dokter yang merawat Anda dan sudah mempertimbangkan mengenai manfaat dan risiko pada setiap kondisi ibu akan berbeda-beda. Pada umumnya kondisi kesehatan yang tidak memperbolehkan ibu menyusui bayinya adalah adanya infeksi aktif kuman tuberkulosis yang belum mendapatkan pengobatan adekuat, ibu yang menerima terapi radiasi atau kemoterapi, ibu yang kecanduan dengan obat-obat terlarang, bayi dengan kondisi yang tidak dapat mencerna laktosa dalam ASI seperti galactosemia, dan ibu yang terinfeksi HIV di negara maju.
Ibu yang terinfeksi HIV masih merupakan kontroversi dalam dunia medis untuk diperbolehkan menyusui. Untuk negara maju seperti Amerika, ibu dengan HIV tidak dianjurkan memberikan ASI karena ada risiko penularan virus HIV melalui ASI. Namun kondisi yang berlaku pada negara maju tidak bisa disamakan di negara berkembang. Hal tersebut dikarenakan beberapa kondisi, seperti ibu tidak mampu membeli susu formula secara berkesinambungan atau tidak tersedianya sumber air bersih untuk membuat susu formula. Maka itu, WHO membuat anjuran khusus untuk ibu dengan HIV yang ingin menyusui bayinya harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti: ibu dan bayi harus mendapatkan terapi antiretroviral yang adekuat selama masa menyusui. Hal ini untuk menurunkan risiko transmisi virus HIV. Ibu dan bayi hendaknya juga mendapat bimbingan dan pemantauan berkala oleh dokter selama masa menyusui. Perlu diingat, ibu hamil yang terinfeksi virus HIV dan berencana untuk menyusui harus berkonsultasi terlebih dahulu ke tenaga ahli kompeten untuk konseling agar sang ibu mendapat informasi yang lengkap mengenai cara-cara menyusui, manajemen pemberian ASI perah (ASIP), hingga manfaat dan risikonya.
Baca juga: 15 Makanan Sehat Untuk Ibu Menyusui Agar ASI Berkualitas
Selain ibu yang terinfeksi HIV, ibu yang memiliki kebiasaan merokok bisa dikategorikan sebagai ibu dengan kondisi khusus. Banyak ibu yang memiliki kebiasaan merokok tidak mempertimbangkan untuk menyusui ASI kepada bayinya. Perlu diingat prinsip yang harus diketahui adalah ibu merokok yang memberi ASI jauh lebih baik daripada ibu merokok yang tidak memberikan ASI dari segi kesehatan bayi. Bayi mendapatkan perlindungan imunitas terhadap infeksi dan dampak-dampak negatif rokok dari ASI. Namun demikian, zat nikotin juga dapat menyebabkan iritabilitas pada bayi dan asap rokok atau partikel asap rokok yang terhirup atau termakan bayi berisiko pada kesehatan bayi. Selain mempengaruhi kesehatan bayi, kadar nikotin yang tinggi dapat menghambat let down reflex (refleks yang memicu keluarnya ASI ibu) sehingga produksi ASI dapat berkurang.
Maka itu, sebaiknya kebiasaan merokok, baik ibu dan atau ayah, dihentikan selama masa kehamilan dan menyusui sehingga dapat lebih mengoptimalkan pemberian ASI dan menurunkan risiko bayi tertular penyakit pernapasan seperti asma. Apabila Anda dan/atau pasangan mengalami kesulitan untuk berhenti merokok, silakan berkonsultasi dengan dokter spesialis paru dan pernapasan. Jangan lupa juga untuk tetap berkonsultasi dengan dokter spesialis anak atau konselor laktasi selama Anda menyusui sambil berupaya berhenti merokok.
Menyusui memang merupakan momen yang penting ibu dan bayi. Namun, bila ada kondisi khusus yang dialami oleh ibu, sebaiknya berkonsultasi dulu ke dokter umum konselor laktasi atau dokter spesialis kebidanan dan kandungan yang menangani Anda.