Mengenal OCD: Lebih dari Sekadar Obsesi Akan Kerapihan

By Tim RS Pondok Indah

Friday, 29 November 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Obsessive compulsive disorder (OCD) adalah gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan pemikiran obsesif sehingga memicu suatu perilaku repetitif.

Mengenal OCD: Lebih dari Sekadar Obsesi Akan Kerapihan

Ada sebagian orang yang memang teliti dan terbiasa melakukan suatu hal secara teratur, bahkan memeriksa ulang hasil pekerjaannya. Kebiasaan ini memang baik, tetapi ketika dilakukan secara berlebih hingga mengganggu aktivitas, sebaiknya memeriksakan diri ke tenaga ahli untuk mendapatkan penanganan, karena kondisi ini bisa menjadi pertanda bahwa Anda mengalami OCD. 


OCD mungkin terdengar sepele. Bahkan penderitanya bisa tampak konyol saat menunjukkan ritual yang merupakan gejala OCD. Padahal, kondisi ini berisiko menyebabkan penderitanya mengalami gangguan kesehatan fisik, bahkan percobaan bunuh diri, saking frustasinya dengan OCD yang dialami.


Apa itu OCD?

Obsessive compulsive disorder (OCD) atau gangguan obsesif kompulsif adalah suatu gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan pemikiran obsesif (yang sebenarnya tidak diinginkan oleh penderitanya), sehingga memicu suatu perilaku repetitif (yang tampak seperti ritual). Seringkali, pasien OCD mengeluhkan terhambatnya aktivitas akibat perilaku kompulsif yang mereka alami.


Kondisi ini merupakan suatu kondisi yang menetap seumur hidup, dengan gejala yang bisa saja hilang timbul. Penanganan OCD yang tepat dapat mengendalikan gejala yang dialami penderitanya. 


Baca juga: Anxiety Disorder, ketika Kecemasan Sudah Mengganggu Keseharian


  

Gejala OCD

Umumnya gejala akan mulai muncul saat pasien memasuki masa remaja hingga usia dewasa muda, tetapi ada beberapa pasien yang mengalaminya sedari waktu anak-anak. Gejala dan tanda OCD yang muncul akan menetap, bahkan memburuk seiring dengan bertambahnya usia. Perburukan gejala juga bisa terjadi ketika pasien mengalami stres yang berat.


Orang yang mengalami OCD akan memiliki gejala obsesif, kompulsif, maupun keduanya. Yang dimaksud dengan obsesif adalah gangguan pikiran yang terjadi secara berulang dan menimbulkan kecemasan. Sedangkan perilaku kompulsif adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang guna mengurangi rasa cemas atau takut akibat pikiran obsesif.


Gejala Pikiran Obsesif

Pikiran obsesif ini bisa muncul secara tiba-tiba ketika penderita sedang melakukan sesuatu, yang dikenal dengan intrusive thought, dan akan membebani jika tidak dilaksanakan. Beberapa contoh gejala berupa pikiran obsesif, antara lain:


  • Merasa takut tertular penyakit sehingga menghindari bersalaman atau menyentuh benda-benda di tempat umum
  • Merasa stres ketika melihat benda yang berantakan, atau sekedar tidak selaras atau simetris
  • Merasa takut melakukan sesuatu yang bisa membahayakan diri sendiri atau orang lain, misalnya ragu apakah sudah mematikan kompor atau mengunci pintu rumah
  • Merasa takut mengatakan sesuatu yang mungkin menyinggung perasaan orang lain


Gejala Pikiran Kompulsif

Penderita OCD akan melakukan perilaku kompulsif, yakni kegiatan yang dilakukan berulang-ulang guna mengurangi rasa cemas atau takut akibat pikiran obsesif. Hanya dengan melakukan perilaku kompulsi, penderita OCD baru bisa merasa lega untuk sesaat. Namun, gejala obsesif bisa muncul kembali dan membuat penderita OCD mengulangi perilaku kompulsif. Yang kondisi ini akan berulang seperti sebuah ritual.


Berikut ini adalah beberapa contoh gejala perilaku kompulsif yang sering dijumpai pada penderita OCD:


  • Mandi atau mencuci tangan berulang kali hingga kulit terluka
  • Menata benda dengan arah yang sama atau sesuai dengan warna maupun ukurannya, atau mengelompokkan benda sesuai dengan jenisnya
  • Kembali berulang kali untuk memeriksa bahwa kompor sudah dimatikan atau pintu rumah sudah dikunci
  • Mengulangi kata-kata atau kalimat tertentu dalam hati agar tidak salah mengatakannya
  • Mengumpulkan atau menimbun barang-barang, seperti surat atau koran yang tidak terpakai (hoarding disorder)


Sebenarnya pemikiran obsesif dan perilaku kompulsif adalah suatu hal yang wajar, serta sangat mungkin dialami oleh seseorang pada suatu waktu dalam hidupnya.


Namun, yang membedakan kondisi ini dengan OCD adalah bahwa pemikiran obsesif yang dialami pasien OCD sebenarnya tidak diinginkan, dan perilaku kompulsif yang mereka lakukan untuk memenuhi pemeriksan obsesif tersebut sebenarnya bukanlah tindakan yang dinikmati.


Bila merasakan gejala seperti di atas atau obsesi dan kompulsi sudah mengganggu kehidupan Anda, segera konsultasikan kondisi dengan dokter spesialis kesehatan jiwa.


Berkonsultasi dengan dokter spesialis kesehatan jiwa bukan berarti Anda gila atau lemah. Pengobatan OCD yang tepat dari ahli justru dapat membantu meningkatkan kualitas hidup Anda.


Baca juga: Panic Attack: Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasinya


Penyebab OCD

Hingga kini belum diketahui secara pasti apa yang menjadi penyebab terjadinya OCD, tetapi teori yang dipercaya memicu terjadinya kondisi bergantung dari 3 faktor utama, meliputi:


  • Faktor genetik, berupa mutasi DNA, dicurigai menjadi penyebab seseorang mengalami OCD, tetapi hingga saat ini masih belum ditemukan pasti bukti mutasi tersebut.
  • Faktor biologis, kelainan pada senyawa di otak (seperti serotonin dan norepinefirn) maupun fungsi otak
  • Proses pembelajaran, khususnya pada anak, yang merupakan peniru ulung. Mereka akan memerhatikan, bahkan menirukan, kebiasaan orang tua maupun pengasuh sebagai salah satu proses pembelajaran mereka.


Faktor Risiko OCD

Meski penyebab pastinya belum diketahui, ada beberapa kondisi yang telah ditemukan memiliki andil besar pada risiko seseorang mengalami OCD. Beberapa faktor risiko OCD tersebut adalah sebagai berikut ini:


  • Memiliki kepribadian yang sangat disiplin, terlalu teliti, dan perfeksionis
  • Memiliki keluarga dengan riwayat OCD
  • Mengalami gangguan mental yang lain, seperti gangguan kecemasan, gangguan bipolar, maupun depresi, atau mengalami penyalahgunaan narkoba
  • Pernah mengalami kejadian yang traumatis atau menyebabkan stres berat, seperti perundungan (bullying), kekerasan fisik, maupun kekerasan seksual
  • Menderita infeksi bakteri Streptococcus ketika kanak-kanak (pediatric autoimmune neuropsychiatric disorders)


Baca juga: Menjaga Kesehatan Mental Generasi Sandwich



Diagnosis OCD

Untuk memastikan diagnosis OCD dokter spesialis kesehatan jiwa akan melakukan beberapa pemeriksaan, dari anamnesa psikiatri, pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang.


Namun, dalam kondisi kesehatan mental, kriteria diagnostik berdasarkan DSM-5 (The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition), memegang peran penting dalam proses diagnosis OCD. Kriteria ini menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan menderita OCD jika memiliki sejumlah kriteria pikiran obsesif, berupa:


  • Pikiran atau dorongan yang muncul secara berulang di waktu tertentu dan sampai mengganggu kegiatan sehari-hari dan menyebabkan kecemasan
  • Usaha untuk menekan atau mengabaikan pikiran tersebut dengan pemikiran atau tindakan lain


Pikiran obsesif tersebut kemudian menyebabkan perilaku kompulsif, yang menurut DSM-5 bisa dikenali sebagai:


  • Perilaku yang dilakukan secara berulang, seperti mencuci tangan hingga lecet atau mengulangi kata-kata dalam hati
  • Perilaku tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mencegah situasi maupun peristiwa yang tidak sesuai dengan ekspektasi, atau untuk meredakan kecemasan maupun ketakutan yang berlebihan


Dokter juga akan menilai apakah gejala di atas sudah mengganggu prestasi di sekolah, kualitas pekerjaan, hubungan sosial dengan orang lain, atau aktivitas rutinnya. Dari penilaian ini, dokter bisa menentukan derajat keparahan OCD yang dialami oleh pasien.


Selain itu, dokter juga bisa menyarankan pemeriksaan penunjang, berupa tes darah untuk mengetahui hitung darah lengkap, mengetahui fungsi kelenjar tiroid, dan riwayat penggunaan alkohol atau NAPZA. Pemeriksaan penunjang ini bisa menyingkirkan kondisi medis lain yang dapat memengaruhi pikiran dan perilaku.


Baca juga: Gadget dan Kesehatan Mental


Penanganan OCD

Pengobatan yang dilakukan untuk penderita OCD bukanlah untuk menyembuhkan, melainkan untuk meringankan serta mengelola gejala yang terjadi. Dengan demikian, pasien dapat beraktivitas tanpa adanya hambatan. 


Cara mengatasi OCD untuk tiap pasien bisa saja berbeda, karena dokter spesialis kesehatan jiwa akan memberikan pengobatan sesuai dengan keparahan dan kondisi kesehatan secara umum. Namun, umumnya penanganan dilakukan dengan peresepan obat-obatan serta terapi perilaku kognitif.


Terapi Perilaku Kognitif

Terapi psikologis berupa terapi perilaku kognitif (cognitive behaviour test atau CBT) akan melatih pasien berhadapan dengan kondisi yang memicu gejala OCD. Jika biasanya kondisi ini dihindari, konselor akan mengajarkan kiat menghadapinya, sehingga gejala OCD bisa dikendalikan. 


Umumnya CBT merupakan pilihan penanganan OCD yang pertama dilakukan. Namun, jika upaya ini tidak membuahkan hasil, dokter akan meresepkan obat-obatan antidepresan mengatasi gejala OCD. Obat ini akan bekerja dengan cara menyeimbangkan kadar senyawa kimia di otak, yakni serotonin, yang memicu terjadinya gejala OCD, sehingga gejala bisa diredakan.


Komplikasi OCD

Penderita OCD yang tidak mendapatkan penanganan dengan tepat bisa mengalami komplikasi. Beberapa komplikasi OCD bisa terjadi berupa:


  • Peradangan di kulit, seperti dermatitis kontak, akibat terlalu sering mencuci tangan
  • Gangguan mental lain, seperti gangguan panik dan bipolar
  • Kesulitan mengembangkan potensi di sekolah atau di pekerjaan
  • Kesulitan dalam bersosialisasi
  • Percobaan bunuh diri


Oleh karena itu, penanganan yang sesuai untuk OCD sangat penting dilakukan, sebagai upaya pencegahan komplikasi maupun untuk mengendalikan gejalanya. Sebab gejala OCD sendiri bisa sangat mengganggu kehidupan penderitanya.



FAQ


Apakah OCD Hanya Tentang Kebersihan?

OCD bukan hanya tentang kebersihan, melainkan gangguan mental yang ditandai oleh pikiran obsesif dan perilaku kompulsif yang berulang, seperti memeriksa, menghitung, atau merapikan. Tidak hanya kebersihan, penderita OCD bisa terobsesi dengan hal lain, seperti keamanan maupun keteraturan.


OCD dari Umur Berapa?

Obsessive-Compulsive Disorder (OCD) biasa berkembang sebelum usia 25 tahun. Biasanya, kondisi ini berkembang pada usia 8 hingga 12 tahun, atau pada dewasa muda, sekitar usia 18 hingga 25 tahun.


OCD Apakah Bisa Menular?

OCD tidak menular. Kondisi ini merupakan gangguan mental yang disebabkan oleh kombinasi faktor genetik, lingkungan, dan biologis, bukan infeksi virus atau bakteri. Meskipun seseorang dapat menunjukkan gejala OCD, gangguan ini tidak bisa ditularkan kepada orang lain.


Apakah OCD Berbahaya Bagi Kesehatan Fisik?

OCD bisa berdampak negatif pada kesehatan fisik. Stres berlebihan akibat OCD dapat menyebabkan gangguan tidur, kelelahan, dan masalah pencernaan. Jika tidak ditangani, kondisi ini bisa memengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan, termasuk kesehatan fisik.


Bagaimana OCD Memengaruhi Ingatan?

OCD dapat memengaruhi ingatan melalui keraguan dan stres berlebih. Akibatnya, penderita OCD sulit untuk percaya pada ingatan atau keputusan sendiri. Kecemasan yang terus-menerus dari OCD juga dapat mengganggu konsentrasi dan proses penyimpanan informasi, sehingga memengaruhi daya ingat penderitanya.


Memang tidak ada salahnya mengerjakan sesuatu dengan teratur, atau melakukan pemeriksaan ulang terhadap hasil pekerjaan Anda. Namun, jika kebiasaan ini justru menghambat prestasi di sekolah maupun tempat kerja, atau mengganggu aktivitas Anda, konsultasikan kondisi ini ke dokter spesialis kesehatan jiwa untuk pemeriksaan dan penanganan yang sesuai.


Selain penanganan yang diberikan untuk menjaga kesehatan mental Anda, termasuk mengatasi OCD yang diderita, RS Pondok Indah memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif, yakni kondisi kesehatan fisik tiap pasien. Pelayanan ini akan dilakukan oleh dokter spesialis berpengalaman dengan bantuan tenaga medis kompeten dan fasilitas medis berteknologi terkini. 



Referensi:

  1. Brezóczki B, Vékony T, et al,. Unraveling sequence learning in obsessive–compulsive disorder. Current Opinion in Behavioral Sciences. 2023. (https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2352154623000803#sec0025). Diakses pada 11 Oktober 2024.
  2. Jalal B, Chamberlain SR, et al,. Obsessive‐compulsive disorder: Etiology, neuropathology, and cognitive dysfunction. Brain and behavior. 2023. (https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/brb3.3000). Diakses pada 11 Oktober 2024.
  3. Mulcahy M, Long C, et al,. Consensus recommendations for the assessment and treatment of perinatal obsessive–compulsive disorder (OCD): A Delphi study. Archives of women's mental health. 2023. (https://link.springer.com/article/10.1007/s00737-023-01315-2). Diakses pada 11 Oktober 2024.
  4. Singh A, Anjankar VP, et al,. Obsessive-compulsive disorder (OCD): a comprehensive review of diagnosis, comorbidities, and treatment approaches. Cureus. 2023. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10726089/). Diakses pada 11 Oktober 2024.
  5. American Psychiatric Association. What Is Obsessive-Compulsive Disorder? (https://www.psychiatry.org/patients-families/obsessive-compulsive-disorder/what-is-obsessive-compulsive-disorder). Direvisi terakhir Oktober 2022. Diakses pada 11 Oktober 2024.
  6. National Institute of Mental Health. Obsessive-Compulsive Disorder. (https://www.nimh.nih.gov/health/topics/obsessive-compulsive-disorder-ocd). Direvisi terakhir September 2024. Diakses pada 11 Oktober 2024.
  7. Cleveland Clinic. Obsessive-Compulsive Disorder (OCD). (https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/9490-ocd-obsessive-compulsive-disorder). Direvisi terakhir 14 Desember 2022. Diakses pada 11 Oktober 2024.
  8. Mayo Clinic. Obsessive-compulsive disorder (OCD). (https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/obsessive-compulsive-disorder/symptoms-causes/syc-20354432). Direvisi terakhir 21 Desember 2023. Diakses pada 11 Oktober 2024.