Operasi Usus Buntu, Prosedur dan Pemulihannya

By Tim RS Pondok Indah

Friday, 13 December 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Operasi usus buntu merupakan salah satu prosedur bedah yang harus segera dilakukan untuk mencegah komplikasi radang usus buntu, berupa pecahnya usus buntu.

Operasi Usus Buntu, Prosedur dan Pemulihannya

Infeksi pada usus buntu (apendisitis) akan menyebabkan peradangan, yang dalam istilah medis dikenal sebagai apendisitis atau radang usus buntu (istilah awamnya usus buntu). Dokter bisa saja meresepkan obat untuk mengatasi usus buntu. Namun, pada beberapa kasus, usus buntu bisa saja pecah, sehingga perlu dilakukan operasi usus buntu segera setelah diagnosis ditegakkan.


Apa itu Operasi Usus Buntu?

Operasi usus buntu adalah prosedur medis yang bersifat segera untuk mengatasi peradangan usus buntu yang terjadi secara mendadak (akut). Sebab, usus buntu bisa pecah dan membahayakan nyawa.


Baca juga: Kenali Polip Usus Sebelum Berubah Menjadi Kanker Usus!



Jenis Operasi Usus Buntu

Tergantung pada metode yang digunakan, operasi usus buntu dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:


1. Operasi usus buntu terbuka

Prosedur bedah ini dilakukan dengan membuat sayatan sepanjang 5–10 cm pada perut kanan bawah. Melalui sayatan ini, dokter akan mengangkat usus buntu, kemudian menjahit bekas sayatan.

Jenis operasi usus buntu ini umumnya dilakukan pada kasus usus buntu yang sudah pecah dan infeksinya menyebar. Selain itu, dokter spesialis bedah digestif akan menyarankan metode ini pada pasien yang pernah menjalani operasi lain di area perut.


2. Operasi usus buntu laparoskopi

Apendiktomi laparoskopi dilakukan dengan membuat 1–3 sayatan kecil, dengan salah satu lubangnya sebagai jalan masuknya laparoskop, guna mengangkat usus buntu yang meradang. Laparoskop sendiri merupakan tabung tipis panjang yang dilengkapi kamera dan pisau bedah, maupun instrumen bedah lainnya.


Teknik operasi usus buntu dengan laparoskopi memberikan waktu pemulihan yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan metode konvensional, serta lebih sedikit menimbulkan nyeri dan bekas luka.


Baca juga: Waspadai Kolitis Ulseratif, Penyakit Radang Usus Besar yang Kronis


Indikasi Operasi Usus Buntu

Operasi usus buntu perlu dilakukan pada kasus apendisitis akut maupun mengatasi radang usus buntu yang tidak membaik dengan pemberian obat-obatan. Beberapa tanda apendisitis akut yang dimaksudkan, termasuk nyeri perut kanan bawah, demam, mual atau muntah, serta tidak nafsu makan.


Baca juga: Infeksi Saluran Pencernaan, Sudah Biasa, tetapi Tidak Bisa Diabaikan


Kontraindikasi Operasi Usus Buntu

Meski operasi usus buntu bisa dilakukan pada hampir semua orang, mereka yang menderita radang di jaringan sekitar usus buntu (phlegmon) lebih berisiko mengalami komplikasi sehingga memerlukan tindakan pencegahan sebelum prosedur bedah ini dilakukan.


Selain itu, ada beberapa kondisi yang merupakan kontraindikasi operasi usus buntu dengan metode laparoskopi, yakni:


  • Mengalami usus buntu yang sudah pecah
  • Mengalami perlengketan usus
  • Memiliki gangguan pembekuan darah (koagulopati)
  • Sedang menjalani pengobatan yang menurunkan kekebalan tubuh, seperti terapi radioterapi
  • Menderita hipertensi porta, atau peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah vena di hati
  • Memiliki lapisan lemak perut yang tebal


Baca juga: Apa Itu Sepsis? Ketahui Informasi Lengkapnya di Sini


Persiapan Operasi Usus Buntu

Ketika dokter sudah memeriksa dan menyarankan Anda untuk menjalani operasi usus buntu, beliau akan menjelaskan proses pembedahan akan dilakukan, metode yang akan dilakukan, serta risikonya. Jika sudah memahami dan setuju, barulah dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan untuk persiapan operasi, termasuk tes darah dan rontgen paru-paru.


Sebelum operasi usus buntu, Anda sebaiknya menginformasikan beberapa kondisi dibawah ini kepada dokter bedah:


  • Memiliki riwayat alergi terhadap obat bius maupun lateks atau karet, serta alergi makanan juga riwayat alergi terhadap obat-obatan tertentu
  • Menderita kelainan darah
  • Sedang hamil atau merencanakan kehamilan
  • Jenis obat-obatan, termasuk produk herbal atau suplemen, yang sedang dikonsumsi


Anda akan diminta untuk berpuasa 6–8 jam sebelum operasi usus buntu dijadwalkan. Sebaiknya, Anda meminta anggota keluarga atau kerabat untuk menemani selama hingga setelah prosedur operasi dilakukan.


Baca juga: Memahami Penyakit Radang Usus (IBD) yang Dapat Memengaruhi Kualitas Hidup


Prosedur Operasi Usus Buntu

Umumnya prosedur operasi usus buntu berlangsung selama 1 jam. Dokter akan memberikan obat bius, bisa total atau setengah badan, agar Anda tidak merasakan sakit selama operasi.


Tahapan pada prosedur operasi akan disesuaikan dengan teknik yang dipilih. Berikut ini adalah tahapan operasi usus buntu dengan teknik terbuka yang akan dilakukan oleh dokter spesialis bedah digestif:


  • Membuat sayatan di bagian kanan bawah perut
  • Memulai operasi dengan langkah membuka perut kemudian memotong usus buntu
  • Ketika sudah dipotong dan dijahit, dokter akan membersihkan rongga perut 
  • Proses operasi akan diselesaikan dengan menjahit sayatan, kemudian menutupnya menggunakan perban untuk mencegah infeksi


Sedangkan operasi usus buntu dengan laparoskopi, akan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut ini:


  • Membuat beberapa sayatan kecil, salah satunya di perut bawah bagian kanan, agar peralatan operasi dapat dimasukkan dan menjangkau usus buntu
  • Memasukkan gas karbon dioksida melalui sayatan agar organ di dalam perut dapat terlihat dengan jelas
  • Memasukkan laparoskop, mengikat usus buntu, lalu memotong dan mengeluarkan usus buntu
  • Mengeluarkan cairan, darah, dan gas karbon dioksida yang ada dalam rongga perut
  • Melepas laparoskop, lalu menjahit sayatan dan menutupnya dengan perban


Baca juga: Nyeri Ulu Hati, Ketahui Penyebab dan Cara Mengatasinya



Setelah Operasi Usus Buntu

Setelah operasi usus buntu, Anda akan dipindahkan ke ruang pemulihan sebelum kembali ke kamar perawatan. 


Pasien yang menjalani operasi dengan teknik laparoskopi diperbolehkan untuk duduk beberapa jam setelah operasi, sedangkan pasien yang menjalani operasi terbuka bisa duduk atau berjalan kembali keesokan harinya.


Anda akan diperbolehkan untuk minum air atau mengonsumsi makanan padat secara bertahap.


Pasien umumnya dapat pulang ke rumah 1–2 hari setelah dirawat di rumah sakit. Namun, disarankan untuk tidak bekerja atau berkendara sampai 2–4 minggu setelah menjalani operasi usus buntu.


Proses pemulihan setelah operasi usus buntu umumnya berlangsung selama 2–6 minggu. Agar proses pemulihan bisa terjadi lebih cepat, Anda sebaiknya menghindari beberapa pantangan setelah operasi usus buntu,​ seperti berikut ini:


  • Melakukan aktivitas dengan intensitas berat, termasuk berolahraga
  • Mengonsumsi makanan yang bertekstur padat
  • Membiarkan luka jahitan basah atau jarang mengganti kasa di luka bekas operasi
  • Tidak mencuci tangan ketika mengganti perban maupun melakukan perawatan luka bekas operasi
  • Mengenakan pakaian ketat sebelum luka dinyatakan sembuh
  • Mengonsumsi minuman beralkohol
  • Mengonsumsi obat yang tidak dianjurkan oleh dokter
  • Mandi, bahkan berendam, sebelum diperbolehkan oleh dokter bedah


Baca juga: Mengenal Kanker Usus Besar (Kolorektal) yang Harus Diwaspadai


Efek Samping Operasi Usus Buntu

Operasi usus buntu termasuk prosedur bedah yang relatif aman. Namun, operasi ini tetap dapat menimbulkan efek samping atau komplikasi, meliputi:


  • Perdarahan
  • Infeksi
  • Luka operasi terbuka kembali
  • Penyumbatan usus (obstruksi usus)
  • Cedera pada organ lain akibat prosedur operasi
  • Infeksi dalam rongga perut ketika usus buntu pecah saat prosedur operasi usus buntu dilakukan


Umumnya efek samping operasi usus buntu sangat jarang terjadi, tetapi Anda sebaiknya berkonsultasi atau memeriksakan diri kembali ke dokter jika mengalami gejala berikut ini:


  • Demam, bahkan hingga menggigil
  • Kemerahan, bengkak, atau keluar cairan berbau busuk dari bekas luka operasi
  • Nyeri parah pada bagian luka operasi yang meluas ke daerah sekitarnya
  • Muntah terus-meneus
  • Tidak nafsu makan, bahkan hingga tidak dapat makan dan minum sama sekali
  • Batuk terus-menerus 
  • Sesak nafas
  • Nyeri perut atau kram perut
  • Perut bengkak
  • Sembelit, atau malah diare, selama lebih dari 3 hari 


Untuk memastikan luka bekas operasi usus buntu pulih dengan optimal, jangan lupa melakukan kontrol rutin dengan dokter spesialis bedah digestif sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Anda juga dapat menanyakan pantangan makan setelah operasi usus buntu ketika melakukan kontrol rutin. Dokter bedah digestif bisa merujuk Anda ke ahli gizi untuk mendapatkan menu makan yang sesuai, guna memaksimalkan pemulihan luka pascaoperasi.


Di RS Pondok Indah, kami menyediakan layanan kesehatan yang komprehensif dengan didukung oleh tenaga medis kompeten serta fasilitas medis berteknologi terkini. Semua ini dihadirkan untuk memastikan kesehatan Anda dan orang tercinta lebih optimal.


Baca juga: Sakit Lambung, Periksakan Segera, Jangan Remehkan Akibatnya



FAQ


Apakah Operasi Usus Buntu Termasuk Operasi Besar?

Operasi usus buntu tidak termasuk operasi besar dan risikonya menimbulkan komplikasi terbilang kecil. Prosedurnya dapat dilakukan secara laparoskopi (minim invasif) atau bedah terbuka. Jenis operasi usus buntu yang direkomendasikan dokter spesialis bedah digestif tergantung pada tingkat keparahan dan riwayat kesehatan pasien.


Berapa Lama Sembuh dari Operasi Usus Buntu?

Pemulihan biasanya memakan waktu 1-3 minggu untuk laparoskopi usus buntu dan 4-6 minggu untuk bedah terbuka. Pada umumnya, pasien diperbolehkan beraktivitas ringan beberapa hari setelah prosedur, tetapi disarankan untuk menghindari aktivitas fisik yang berat selama masa penyembuhan.


Apa Pantangan Setelah Operasi Usus Buntu?

Setelah menjalani operasi usus buntu, hindari aktivitas berat dan juga makanan pedas, berlemak, atau sulit dicerna. Perbanyak konsumsi makanan tinggi serat, protein, dan cairan untuk mendukung penyembuhan. Hindari juga merokok atau minuman beralkohol karena dapat memperlambat proses pemulihan dan meningkatkan risiko komplikasi.


Referensi:

  1. Bancke Laverde BL, Maak M, et al,. Risk factors for postoperative morbidity, prolonged length of stay and hospital readmission after appendectomy for acute appendicitis. European Journal of Trauma and Emergency Surgery. 2023. (https://link.springer.com/article/10.1007/s00068-023-02225-9). Diakses pada 10 Desember 2024.
  2. Louw J, McCaul M, et al,. Factors Contributing to Delays to Accessing Appendectomy in Low-and Middle-Income Countries: A Scoping Review. World Journal of Surgery. 2023. (https://link.springer.com/article/10.1007/s00268-023-07183-2). Diakses pada 10 Desember 2024.
  3. Cirocchi R, Cianci MC, et al,. Laparoscopic appendectomy with single port vs conventional access: systematic review and meta-analysis of randomized clinical trials. Surgical Endoscopy. 2024. (https://link.springer.com/article/10.1007/s00464-023-10659-w). Diakses pada 10 Desember 2024.
  4. Reddy S, Tote D, et al,. Comparative Analysis of Robotic-Assisted Versus Laparoscopic Appendectomy: A Review. Cureus. 2024. (https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11288292/). Diakses pada 10 Desember 2024.
  5. Johns Hopkins. Appendectomy. (https://www.hopkinsmedicine.org/health/treatment-tests-and-therapies/appendectomy). Diakses pada 10 Desember 2024.
  6. Cleveland Clinic. Appendectomy. (https://my.clevelandclinic.org/health/procedures/21922-appendectomy). Direvisi terakhir 11 Juni 2024. Diakses pada 10 Desember 2024.
  7. Mayo Clinic. Appendicitis. (https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/appendicitis/diagnosis-treatment/drc-20369549). Direvisi terakhir 16 Juli 2024. Diakses pada 10 Desember 2024.