Problematika remaja mencakup perubahan biologis, kognitif & sosial-emosional. Jika tidak ditangani, berpotensi mengarah ke tindak kenakalan remaja dan kriminal.
Istilah adolescent diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Rentang waktu usia remaja biasanya dibedakan atas tiga: masa remaja awal (usia 12–15 tahun), masa remaja pertengahan (usia 15–18 tahun), masa remaja akhir (usia 18–21 tahun). Remaja merupakan individu yang sedang berada dalam masa persiapan menuju kedewasaan.
Oleh karenanya, terjadi perkembangan secara pesat baik di fisik, psikologis, dan intelektual. Masa remaja juga bisa dibilang masa mereka berada pada rentang waktu yang paling banyak mengalami pengalaman perubahan, baik secara fisik maupun psikis, yang mungkin saja dapat menimbulkan problema tertentu bagi si remaja.
Apabila tidak disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat, bukan tidak mungkin dapat menjurus pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal.
Problema yang mungkin timbul pada masa remaja adalah:
Ketika perkembangan fisik tidak proporsional atau keadaan fisik tidak sesuai dengan harapan, maka dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Selain itu, kematangan organ reproduksi pada masa remaja juga berkembang. Jika tidak terbimbing oleh norma-norma, dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual.
Ketika si remaja tidak mendapatkan kesempatan pengembangan kemampuan intelektual, terutama melalui pendidikan di sekolah, maka boleh jadi potensi intelektualnya tidak akan berkembang optimal. Terhambatnya perkembangan kognitif dan bahasa dapat berakibat pula pada aspek emosional, sosial, dan aspek-aspek perilaku dan kepribadian lainnya.
Masa remaja ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri.
Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, remaja akan mengalami krisis identitas atau identity confusion. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif.
Remaja mulai memindahkan ketergantungannya dari orangtua ke orang lain atau teman sebaya. Namun demikian, remaja tetap memerlukan pengarahan dan pengawasan dari guru dan orangtua untuk memunculkan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan keterampilan-keterampilan baru, namun tetap memberi ruang gerak baginya.
Pengawasan yang terlalu ketat bisa berakibat kurangnya inisiatif dan ia tidak akan bisa mengembangkan dirinya. Remaja kerap menolak segala hal yang dianggap baik oleh orangtua dan suka mengkritik orangtua.
Hal ini karena meningkatnya cara berpikir kritis, selalu menanyakan sebab-sebab, akibat-akibat, dengan cara menyanggah pendapat orang dewasa. Namun demikian, ia tetap memerlukan kehangatan dan keserasian dalam keluarga dan membutuhkan dukungan emosional dari orangtua untuk membantunya mengatasi permasalahan yang dihadapinya sehari-hari dalam pergaulan.
Komunikasi yang baik perlu diperhatikan untuk memudahkan penyaluran kasih sayang. Dengan demikian, pergaulan yang buruk dapat dihindari. Selain itu, kompetisi dapat menyebabkan anak menjadi sadar akan kemampuan dan keterbatasannya. Penting diingat bahwa remaja memerlukan dorongan, semangat, pengawasan, dan pengarahan.
Pendidikan ini akan mengembangkan dan memupuk hati nuraninya. Sebaliknya, hati nurani yang terpupuk baik akan memudahkan berperilaku sesuai dengan prinsip moral dan nilai-nilai manusiawi.
Seluruh perkembangan merupakan suatu rangkaian bertahap dan berkesinambungan. Perlu diberi keterangan tentang pertimbangan moral dalam hubungan dengan teman sebaya, kegiatan-kegiatan dan apa yang bisa merugikan orang lain, serta analisa tentang perilaku bermoral dan kaidah-kaidah agama.
Orangtua juga harus menjadi model manajemen stres yang sehat di rumah. Jika remaja menyadari bahwa mereka tidak sendirian, orangtua dan dirinya juga pernah mengalami stres dan orangtua mampu menanganinya, maka ia akan dapat belajar cara-cara positif untuk mengatasi stres, bukan beralih ke obat-obatan.
Tidak paham perkembangan diri saat remaja dapat menyebabkan kurangnya kepercayaan diri, kebingungan, keputusan yang salah terkait kesehatan dan hubungan, serta potensi risiko masalah mental dan fisik. Pemahaman yang baik penting untuk tumbuh kembang optimal dan pengambilan keputusan bijak.
Permasalahan remaja sering meliputi krisis identitas, tekanan dari teman sebaya, kecemasan tentang penampilan, kesulitan belajar, masalah percintaan, konflik dengan orang tua, serta stres akibat media sosial.
Masalah psikologis remaja bisa meliputi stres, kecemasan, depresi, kurang percaya diri, gangguan makan, serta tekanan dari teman sebaya atau media sosial. Mereka juga sering bingung soal identitas diri dan merasa kesepian, yang dapat mempengaruhi kesehatan mental.