Skoliosis pada remaja sering terjadi karena pertumbuhan tulang yang cepat selama masa pubertas, penyebab pastinya belum diketahui, tapi faktor genetik bisa berperan.
Kesehatan muskuloskeletal khususnya tulang pada anak perlu diperhatikan sejak dalam masa kandungan, saat kelahiran, dan semasa pertumbuhan hingga ia remaja. Pada masa-masa tersebut, asupan kalsium yang cukup merupakan faktor utama dalam membantu pertumbuhan anak dan remaja, terutama untuk kekuatan tulangnya.
Namun, tahukah Anda bahwa faktor hormonal dan faktor kebiasaan juga berpengaruh? Menjaga postur tubuh sejak dini berperan penting untuk menghindarkan sang buah hati dari berbagai kelainan tulang. Salah satu kasus yang paling banyak terjadi adalah skoliosis.
Skoliosis adalah kondisi melengkungnya tulang belakang ke samping kiri dan kanan secara tidak normal. Ada beberapa tipe skoliosis, dibedakan berdasarkan tingkat kelengkungannya. Skoliosis paling banyak terjadi pada anak perempuan menjelang dan masa pubertas dengan kisaran usia 9 -15 tahun.
Pada sebagian besar kasus, skoliosis tidak bisa dicegah karena seringkali tidak diketahui penyebabnya. Oleh karena itu, penting untuk melakukan deteksi dini baik secara klinis, melalui pemeriksaan fisik, perhitungan antopometri, maupun pemeriksaan X-ray agar hasil diagnosa dini dapat terlihat dengan lebih detil.
Penanganan skoliosis berbeda-beda tergantung pada tingkat keparahan, usia, serta pola dan derajat lengkungannya. Tujuan penatalakasanaan pada skoliosis adalah mencegah progresivitas kelengkungan tulang belakang, mencapai keseimbangan yang benar, mencegah efek samping dari skoliosis itu sendiri, dan mengoreksi kelengkungan skoliosis tulang belakang. Hal tersebut dapat dicapai dengan observasi dan fisioterapi pada kasus yang ringan.
Pada derajat kelengkungan sedang, pemasangan brace atau alat penyangga diperlukan sampai usia dewasa untuk mencegah agar derajat kelengkungan yang terjadi tidak bertambah. Tindakan operasi hanya dilakukan pada skoliosis dengan derajat kelengkungan yang besar dan progresif.
Untuk mengoreksi skoliosis dengan derajat kelengkungan yang besar dan progresif dapat dilakukan dengan open surgery menggunakan pedicle screw dan rod, yaitu implan yang ditanam bagian di tulang belakang. Hal ini dilakukan untuk memanipulasi dan mengoreksi kelengkungan, mempertahankan koreksinya, dan mencegah progresivitas skoliosis tersebut.
Selain itu, operasi koreksi skoliosis juga dapat dilakukan dengan metode minimal invasive, yaitu endoscopic procedure dengan beberapa luka sayatan berukuran kecil (small incision). Metode ini menggunakan video kamera mungil yang dimasukkan ke dalam salah satu sayatan untuk membantu dokter saat proses operasi berlangsung.
Dengan minimal invasive surgery, kehilangan darah pada saat operasi bisa diminimalisir, luka pascaoperasi lebih tidak nyeri dan lebih tidak terlihat, juga dapat memperkecil risiko infeksi. Metode ini juga memungkinkan pasien untuk pulih lebih cepat sehingga waktu rawat inap di rumah sakit lebih singkat.
Pada sebagian besar kasus, operasi koreksi skoliosis lebih efektif dilakukan dengan metode open surgery. Namun, untuk beberapa kasus skoliosis yang tidak rigid dengan kelengkungan yang tidak besar, dapat menggunakan metode minimal invasive surgery.
Ya, remaja bisa terkena skoliosis. Kondisi ini sering muncul saat masa pertumbuhan cepat, biasanya pada usia 10-15 tahun. Skoliosis menyebabkan tulang belakang melengkung ke samping, dan perlu diperiksa secara rutin agar tidak semakin parah dan bisa ditangani dengan tepat.
Penyebab skoliosis pada remaja sering tidak diketahui (idiopatik), namun faktor genetik berperan besar. Skoliosis juga bisa dipicu oleh kondisi bawaan atau masalah saraf dan otot. Pertumbuhan tulang yang cepat pada masa pubertas juga bisa memicu perkembangan lengkungan tulang belakang.
Skoliosis remaja umumnya tidak hilang sepenuhnya, tetapi bisa dikendalikan dengan terapi, latihan khusus, atau penggunaan penyangga. Pada kasus ringan, skoliosis dapat berhenti memburuk seiring usia.