Skoliosis, Kondisi Saat Tulang Punggung Condong ke Satu Sisi

By Tim RS Pondok Indah

Friday, 14 June 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Skoliosis adalah kelainan tulang belakang yang menyebabkan perubahan kelengkungannya menjadi seperti huruf S atau C. Simak penyebab dan penanganannya di sini!

Skoliosis, Kondisi Saat Tulang Punggung Condong ke Satu Sisi

Skoliosis adalah kelainan tulang belakang yang menyebabkan perubahan kelengkungannya menjadi seperti huruf S atau C. Kondisi yang lebih sering terjadi pada anak dan remaja ini sering kali tidak disadari oleh penderitanya, hingga sudah parah atau menyebabkan komplikasi, seperti nyeri punggung maupun gangguan pada organ lain.


Tulang belakang memang normalnya berbentuk sedikit melengkung ke depan, tetapi tidak ada bentuk lengkungan ke kiri maupun kanan. Ketika lengkungan tulang belakang berubah, fungsinya sebagai penyangga tubuh pun akan terganggu. Keluhan yang muncul akibat perubahan kelengkungan tulang belakang bisa saja tidak dirasakan penderitanya, hingga kondisi sudah parah dan menyebabkan masalah kesehatan.


Apa itu Skoliosis?

Skoliosis adalah suatu kondisi yang merujuk pada perubahan kelengkungan tulang belakang ke samping kiri maupun kanan. Bentuk tulang belakang penderita skoliosis terlihat seperti huruf S atau C, bahkan bisa saja terpuntir.


Untuk memperbaiki lengkungan tulang belakang, dokter bisa saja menyarankan operasi. Namun, tidak semua kasus skoliosis perlu dioperasi. Kondisi kelainan lengkungan pada tulang belakang yang ringan bahkan tidak memerlukan penanganan medis.


Baca juga: Skoliosis pada Remaja, Perlukah Dikhawatirkan?


Penyebab Skoliosis

Kebanyakan kasus skoliosis terjadi tanpa diketahui penyebab pastinya. Kondisi ini dikenal dengan skoliosis idiopatik. Penelitian terkini meyakini adanya kombinasi beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya skoliosis meliputi faktor genetik, hormon dan mutasi genetik.


Selain itu, ada beberapa kondisi yang menjadi penyebab skoliosis, yakni:

  • Proses penuaan yang menyebabkan bantalan dan sendi tulang belakang menjadi rapuh seiring bertambahnya usia dapat memicu terjadinya skoliosis degeneratif.
  • Faktor kongenital atau bawaan lahir, baik karena gangguan tumbuh kembang ketika masih di dalam kandungan. Kondisi ini kemudian menyebabkan terjadinya skoliosis kongenital.
  • Penyakit genetik, yang terjadi akibat adanya mutasi genetik.
  • Kelainan pada tulang belakang, baik karena cedera, infeksi, maupun penyakit, seperti osteoporosis.
  • Penyakit atau kondisi medis yang menyebabkan gangguan pada otot dan saraf, yang memengaruhi pengiriman sinyal ke otot sehingga menyebabkan kelemahan hingga hilangnya massa otot. Beberapa gangguan saraf dan otot yang menyebabkan terjadinya skoliosis neuromuskular adalah distrofi otot atau cerebral palsy. 
  • Tumor maupun kanker yang menyebabkan perubahan bentuk tulang belakang.


Skoliosis bisa disebabkan oleh berbagai faktor, pemeriksaan langsung oleh dokter bedah ortopedi di RS Pondok Indah dapat membantu memastikan penyebab dari keluhan yang Anda rasakan saat ini. Selain itu, Anda juga bisa menjalani proses skrining skoliosis di unit Jakarta Spine Clinic RS Pondok Indah-Pondok Indah.



Faktor Risiko Skoliosis

Selain itu, ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko seseorang mengalami skoliosis, antara lain:


  • Memiliki keluarga dengan riwayat skoliosis
  • Berjenis kelamin wanita
  • Memasuki masa pubertas


Baca juga: Tulang Belakang Ideal Remaja Aktif


Gejala Skoliosis

Awalnya, skoliosis sering kali tidak menyebabkan keluhan apa pun. Namun, keluarga atau orang terdekat akan mulai menyadari adanya ketidaksimetrisan antara tinggi pundak kanan dan kiri, maupun bentuk punggung yang tidak normal. Selain itu, ciri-ciri skoliosis dikenali sebagai beberapa kondisi berikut:


  • Bentuk tubuh miring ke salah satu sisi
  • Bentuk punggung atau tulang belakang yang tampak melengkung seperti huruf C atau S
  • Salah satu sisi punggung tampak lebih menonjol saat membungkuk
  • Tinggi bahu kanan dan kiri yang tidak seimbang
  • Salah satu tulang belikat tampak lebih menonjol
  • Salah satu sisi dada tampak lebih menonjol
  • Salah satu pinggul terlihat lebih menonjol
  • Tinggi pinggang kiri dan kanan tidak sama
  • Perbedaan panjang kaki kiri dan kanan
  • Letak kepala tampak tidak tepat di tengah panggul
  • Perubahan penampakan atau tekstur kulit sepanjang tulang punggung, baik berubah warna, jadi cekung maupun ada bagian yang berambut
  • Beberapa keluhan seperti sesak napas, otot punggung terasa kaku atau tegang, maupun nyeri punggung 


Skoliosis yang parah juga bisa menyebabkan penekanan saraf tulang belakang, yang menimbulkan gejala berupa kesemutan, kebas, atau nyeri yang menjalar pada kaki. Selain itu, penekanan saraf karena skoliosis juga bisa menyebabkan penderitanya mengeluhkan lemas pada tungkai saat terlalu lama duduk atau berdiri. 


Komplikasi Skoliosis

Meski tidak perlu penanganan khusus, kontrol rutin tetap diperlukan untuk memantau kondisi serta skrining awal sebelum penyakit skoliosis menimbulkan komplikasi. Sebab beberapa komplikasi tersebut dapat mengganggu fungsi normal beberapa organ di sekitar tulang belakang, seperti paru-paru. Berikut ini adalah beberapa komplikasi skoliosis yang tidak mendapat penanganan dengan tepat:


  • Nyeri punggung yang sering kambuh atau terjadi untuk waktu yang lama (kronis)
  • Kelainan bentuk punggung yang bisa membuat kepercayaan diri menurun
  • Cedera pada organ di sekitar tulang punggung, termasuk jantung dan paru-paru
  • Cedera saraf di sekitar tulang punggung, yang mengakibatkan impotensi, inkontinensia urin atau tinja, maupun kelemahan tungkai atau gangguan gerak pada tungkai
  • Radang sendi (arthritis)
  • Kebocoran cairan spinal
  • Sesak napas


Baca juga: Tubuh Ideal dengan Tulang Sempurna


Diagnosis Skoliosis

Sebelum memberikan penanganan, dokter akan terlebih dahulu memastikan apakah Anda menderita skoliosis atau tidak, sekaligus memastikan derajat keparahannya. Proses diagnosis skoliosis akan diawali dengan proses anamnesis, yang meliputi pertanyaan tentang keluhan (termasuk berapa lama keluhan dirasakan) dan riwayat keluarga yang mengalami skoliosis (maupun kelainan tulang yang lain).


Kemudian dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis skoliosis dengan melihat adanya perubahan bentuk punggung, maupun posisi kedua bahu yang tidak sama tinggi. Pemeriksaan otot dan saraf juga akan dilakukan untuk memeriksa kelemahan otot maupun refleks abnormal yang mungkin terjadi sebagai komplikasi skoliosis.


Untuk memastikan, dokter akan meminta Anda melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen, CT-Scan, atau MRI tulang belakang.


Baca juga: Deteksi Dini Skoliosis



Penanganan Skoliosis

Tujuan penanganan skoliosis adalah untuk memperlambat terjadinya kemiringan tulang belakang, mencegah atau mengurangi nyeri punggung, memperbaiki postur tubuh, mengatasi keluhan yang terjadi (termasuk sesak napas), serta meningkatkan kualitas hidup penderita skoliosis.


Oleh karena itu, dokter akan memberikan terapi sesuai dengan usia pasien, lokasi terjadinya skoliosis, derajat keparahannya, serta keluhan yang terjadi sebagai gejala skoliosis.


Penanganan juga akan disesuaikan dengan masa pertumbuhan tulang, terutama untuk kasus skoliosis pada anak. Pada pasien wanita, kondisi ini dapat dipastikan dengan waktu pertama terjadinya menstruasi. Sedangkan pada pria, ketika jenggot atau kumis, maupun bulu di wajah mulai tumbuh pertama kali. Sebab, saat pertumbuhan tulang telah berhenti, pengobatan yang dilakukan bukan lagi bersifat observasi, tetapi lebih agresif. 


Dokter biasanya akan menyarankan beberapa penanganan, termasuk pengobatan skoliosis, sebagai berikut ini:


1. Observasi

Pilihan penanganan ini dilakukan untuk kasus skoliosis dengan tingkat keparahan ringan hingga sedang. Opsi penanganan ini juga dapat dilakukan untuk mengatasi skoliosis pada anak atau ketika pertumbuhan tulang masih terjadi.


Meski tidak mendapatkan terapi apa pun, kontrol rutin setiap 6 bulan sekali ke dokter spesialis bedah ortopedi untuk memastikan perkembangan kondisi lengkungan tulang belakang. 


2. Penggunaan Brace

Jika derajat kemiringan yang terjadi pada tulang belakang tergolong sedang dan dialami oleh anak yang masih mengalami pertumbuhan tulang, dokter akan menyarankan penggunaan alat terapi skoliosis berupa brace. Alat ini berfungsi sebagai penyangga tulang belakang yang terbuat dari plastik. Penyangga ini akan melekat ke tubuh pasien, tingginya di bawah ketiak sampai ke pinggul.


Tujuan penggunaan alat ini adalah untuk mencegah kemiringan tulang belakang menjadi lebih parah. Namun, supaya hasilnya maksimal, terapi yang juga dikenal dengan istilah orthosis ini perlu dikenakan selama 24 jam penuh. Alat penyangga ini hanya boleh dilepaskan ketika sedang berolahraga.


3. Operasi

Pada kasus skoliosis yang parah, proses pertumbuhan tulang pasien sudah berhenti, atau tidak ada perbaikan dengan terapi lain, langkah penanganan terakhir yang bisa disarankan oleh dokter adalah operasi. Tujuan dilakukannya operasi skoliosis adalah untuk mengembalikan bentuk tulang belakang, keseimbangan, serta mengatasi penekanan pada saraf tulang belakang.


Operasi fusi tulang belakang (spinal fusion surgery) merupakan teknik yang menjadi pilihan operasi skoliosis. Selain itu, dokter juga bisa melakukan operasi skoliosis menggunakan teknik laminektomi maupun dekompresi untuk mengurangi penekanan pada saraf tulang belakang.


4. Fisioterapi

Selain dengan observasi maupun penggunaan brace, atau setelah operasi skoliosis, biasanya dokter juga akan menyarankan fisioterapi untuk menguatkan otot serta mengurangi nyeri punggung.


Fisioterapis juga akan membantu melakukan beberapa gerakan yang akan memperbaiki postur tubuh Anda, melakukan peregangan, serta menyarankan batasan aktivitas fisik maupun pilihan olahraga harian, seperti berenang.


5. Obat-obatan

Penanganan skoliosis ini sebenarnya diberikan sesuai dengan keluhan atau kondisi pasien. Skoliosis parah dan skoliosis pada orang dewasa biasanya disertai dengan keluhan nyeri punggung. Pada kasus tersebut, dokter bisa mengurangi keluhan dengan meresepkan obat antinyeri maupun obat antiinflamasi nonsteroid.


Penyuntikan kortikosteroid ke tulang belakang juga bisa dilakukan untuk mengatasi kesemutan, kaku, maupun nyeri pada kaki yang terjadi sebagai komplikasi dari skoliosis, yakni penekanan saraf tulang belakang. 


Baca juga: Atasi Kelainan Bentuk pada Tulang dengan Limb Lengthening & Reconstruction


Meski tidak selalu bisa dicegah, Anda bisa mengurangi maupun menunda terjadinya skoliosis dengan rutin berolahraga dan mengonsumsi makanan bergizi seimbang, terutama yang baik untuk kesehatan tulang. Selain itu, skrining skoliosis rutin yang dilakukan sedini mungkin juga akan meningkatkan keberhasilan penanganan kondisi ini.


Jadi, jangan berkecil hati jika memang hasil pemeriksaan menyatakan Anda atau anak Anda mengalami skoliosis. Berbagai pilihan penanganan bisa Anda lakukan untuk mengembalikan bentuk tulang belakang yang mengalami skoliosis. Jika ragu, periksakan kesehatan tulang belakang Anda ke dokter bedah ortopedi di RS Pondok Indah cabang terdekat.


Di RS Pondok Indah, kami menyediakan penanganan dari dokter spesialis bedah ortopedi terpercaya. Selain itu, ketersediaan fasilitas yang memiliki teknologi terkini yang kami hadirkan juga akan meningkatkan keberhasilan terapi skoliosis. Skrining skoliosis pun bisa Anda lakukan di unit Jakarta Spine Clinic RS Pondok Indah-Pondok Indah, yang telah dilengkapi dengan berbagai alat pemeriksaan canggih maupun dokter spesialis bedah ortopedi terpercaya.




Referensi:

  1. Oetgen ME, Heyer JH, Kelly SM. Scoliosis screening. JAAOS-Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeons. 2021. (https://journals.lww.com/jaaos/abstract/2021/05010/scoliosis_screening.2.aspx). Diakses pada 6 Juni 2024.
  2. Sung S, Chae HW, et al,. Incidence and surgery rate of idiopathic scoliosis: a nationwide database study. International journal of environmental research and public health. 2021. (https://www.mdpi.com/1660-4601/18/15/8152). Diakses pada 6 Juni 2024.
  3. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Skoliosis. (https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2475/skoliosis). Direvisi terakhir 22 Mei 2023. Diakses pada 6 Juni 2024.
  4. National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases. Scoliosis in Children and Teens. (https://www.niams.nih.gov/health-topics/scoliosis). Direvisi terakhir Juli 2023. Diakses pada 6 Juni 2024.
  5. Cleveland Clinic. Scoliosis. (https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/15837-scoliosis). Direvisi terakhir 26 Januari 2024. Diakses pada 6 Juni 2024.
  6. Harvard Health Publishing. Scoliosis. (https://www.health.harvard.edu/a_to_z/scoliosis-a-to-z). Direvisi terakhir 23 Maret 2023. Diakses pada 6 Juni 2024.
  7. Mayo Clinic. Scoliosis. (https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/scoliosis/symptoms-causes/syc-20350716). Direvisi terakhir 13 Mei 2023. Diakses pada 6 Juni 2024.