Teknologi Pencitraan untuk Penanganan Ortopedi

Monday, 02 September 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Macam-macam teknologi pencitraan ortopedi terbagi menjadi dua, yakni pencitraan diagnosa (X-ray, CT-scan, MRI) dan pencitraan tindakan (C-arm).

Teknologi Pencitraan untuk Penanganan Ortopedi

Perkembangan teknologi telah meningkatkan pelayanan kesehatan secara menyeluruh. mulai dari pemeriksaan (diagnosa) hingga penanganan – pada akhirnya berefek pada peningkatan kenyamanan dan kecepatan penyembuhan pasien.


Hadirnya teknologi terbaru pun turut dirasakan pada penanganan permasalahan ortopedi. Dalam hal ini, perkembangan teknologi pencitraan telah berkontribusi secara signifikan dalam meningkatkan pelayanan untuk mengatasi permasalahan kesehatan yang berkaitan dengan tulang, sendi, dan otot. 


Pencitraan dalam Diagnosa: X-ray, CT-Scan, MRI

Berkutat dengan organ yang bersifat padat dan lunak, dibutuhkan alat pencitraan yang kompeten untuk dapat menganalisa keluhan yang dirasakan pasien. Di masa lalu, pencitraan dilakukan dengan menggunakan foto rontgen atau X-ray.


Sayangnya, alat ini hanya dapat mencitrakan organ yang bersifat padat, seperti tulang; dan lemah untuk mencitrakan jaringan lunak. Padahal, khususnya di tulang belakang, terdapat jaringan lunak penting yaitu saraf dan bantalan tulang belakang.


Menjawab kebutuhan tersebut, muncullah CT-scan yang memungkinkan pencitraan jaringan lunak dengan lebih baik. Sampai kemudian, hadir yang disebut magnetic resonance imaging (MRI).


Hadirnya MRI merupakan jawaban atas tantangan zaman. Dengan teknologi ini, dimungkinkan pencitraan untuk diagnosa yang lebih baik. Jika dibandingkan dengan dua teknologi sebelumnya, MRI memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut.


  1. Pencitraan yang lebih baik dan jelas. Hasil pencitraan yang dihasilkan oleh MRI sangat spesifik untuk menentukan suatu keadaan jaringan tertentu. Misalnya saat menentukan diagnosa hernia nukleus pulposus (HNP) atau saraf terjepit, serta membedakan ganas tidaknya sebuah tumor, juga adanya infeksi.
  2. Hasil pencitraan berupa tiga dimensi, menggunakan medan magnet yang sangat kuat, gelombang radio dan perangkat komputer yang canggih, sehingga mampu merekontruksi gambar anatomi tubuh termasuk jaringan lunak, tulang, maupun gambaran virtual ogan internal tubuh lainnya dengan baik. 


Hasil pemeriksaan yang lebih baik membuat penentuan tindakan menjadi lebih akurat. Dengan kelebihan tersebut, MRI menjadi standar pemeriksaan (golden standard) untuk penanganan muskuloskeletal (tulang, otot dan sendi) di beberapa pusat penanganan ortopedi. 


Pada kasus tertentu, memang dibutuhkan pemeriksaan lanjutan sebagai penegasan pencitraan yang didapat dari MRI, misalnya saja PET scan, bonescan, ataupun bonesurvey. Selain itu, kelemahan dari MRI yang ada saat ini adalah hanya mampu mendeteksi sesuatu yang bersifat statis.


Sementara, rasa nyeri baru terasa jika pasien bergerak. Menjawab tantangan ini, sudah hadir Dynamic MRI. Dengan alat terbaru ini, pasien dapat diperiksa dalam posisi berdiri bahkan bergerak. Kabarnya, Dynamic MRI akan segera masuk ke Indonesia.


Pencitraan dalam Tindakan: C-arm

Hasil pemeriksaan yang baik pun harus didukung tindakan yang tepat. Hadirnya C-arm meningkatkan akurasi penanganan kasus ortopedi. Secara sederhana, C-arm bisa dibilang sebagai X-ray yang mobile. Dengan lengan yang berbentuk seperti huruf “C”, C-arm memungkinkan pencitraan dari berbagai sudut. Pencitraan yang menyeluruh ini sangat penting ketika melakukan tindakan agar penanganan yang dilakukan tepat sasaran dan tidak mengganggu atau merusak organ lain. 


Sebelum hadirnya C-arm, sekitar 30 - 40 tahun yang lalu, tindakan ortopedi memanfaatkan mobile X-ray. Setelah dilakukan tindakan, pasien akan dipindai untuk mengetahui hasil tindakan yang dilakukan lalu menunggu hasil pencitraan. Proses akan berulang sampai tindakan yang dilakukan sudah tepat di sasaran. Sungguh membutuhkan waktu yang panjang. 


Hadirnya C-arm memangkas proses tersebut. Pencitraan memanfaatkan C-arm hanya memerlukan waktu sekitar 10 menit. Dokter yang melakukan tindakan secara langsung dapat mengetahui daerah sasaran sehingga penanganan yang dilakukan pun langsung menuju ke titik yang menjadi sumber permasalahan.


Untuk menghindari kesalahan penanganan, di masa lalu open surgery menjadi jalan keluar terbaik. Manfaat lain dari kehadiran C-arm adalah dimungkinkannya tindakan invasif minimal untuk kasus-kasus yang dulu  harus ditangani dengan open surgery. Hal ini tentu berdampak pada minimnya rasa nyeri yang dialami pasien serta percepatan masa penyembuhan. 


Dengan hadirnya teknologi pencitraan tersebut, pelayanan kesehatan yang diberikan pun menjadi lebih baik. Terlebih, pasien tidak perlu lagi merasa takut dengan kesalahan dari tindakan yang dilakukan, serta masa penyembuhan yang panjang.