Perkembangan teknologi medis dan kesehatan memungkinkan dilakukannya operasi dengan minim bekas luka
Operasi menjadi momok tersendiri bagi setiap orang. Bukan hanya bayangan seramnya ruang operasi dengan beragam peralatan yang mengintimidasi pasien, tapi juga bekas luka yang akan terus membekas sepanjang hidup.
Luka sayatan bisa membuat seseorang kehilangan rasa percaya diri hingga berupaya terus menutupi bekas luka.
Beruntung perkembangan teknologi kesehatan saat ini tidak hanya membuat pemeriksaan menjadi semakin detail, tapi juga meringkas penanganan yang dilakukan. Salah satunya dengan hadirnya Single Incision Laparoscopic Surgery (SILS) atau laparoskopi satu titik. Salah satu pengaplikasian teknologi baru ini adalah untuk penanganan batu empedu.
Baca juga: Gangguan Empedu pada Anak
Pada tubuh, empedu berfungsi untuk mencerna lemak. Untuk melakukan fungsi itu dengan sempurna, empedu yang dihasilkan oleh hati dibuat menjadi pekat di dalam kantung empedu. Pada beberapa kasus, cairan empedu menjadi terlalu pekat hingga menjadi kristal yang keras.
Karena proses pemekatan terjadi di kantung empedu, tak heran jika kristal ini banyak ditemukan di dalam kantung empedu.
Terdapat beberapa hal yang memungkinkan terjadinya pengkristalan empedu, seperti pemakaian terapi hormon pada wanita menopause, diet penurunan berat badan, kencing manis, diet tinggi lemak, serta obesitas.
Kelainan darah juga dapat menyebabkan terjadinya batu empedu. Selain itu, wanita memiliki kecenderungan lebih tinggi mengalami batu empedu (20 persen) dibandingkan pria (10 persen).
Saat mengalami batu empedu, penderita akan merasakan beberapa gejala, yaitu nyeri hebat di perut kanan atas yang tembus ke belakang (kolik empedu), perut kembung, cepat kenyang dan mual (sering dikira sakit maag), nyeri perut kanan atas yang terus-menerus, demam (jika sudah terjadi peradangan pada kantung empedu/kolesistitis akut), mata dan kulit berwarna kuning, serta kencing seperti teh (bila sudah ada penyumbatan pada saluran empedu).
Baca juga: Hindari Batu Empedu
Pada awalnya, penanganan batu empedu dilakukan dengan operasi terbuka (open cholecystectomy). Tetapi, karena banyaknya komplikasi/morbiditas dari tindakan tersebut, dikembangkanlah operasi dengan teknik sayatan kecil (laparoscopy surgery).
Mulanya, teknik yang mulai digunakan pada 1985 ini dilakukan dengan membuat 3–4 sayatan sebesar lubang kunci. Seiring waktu, teknologi di dunia medis berkembang. Dan pada 1997, Navarra memperkenalkan teknik yang disebut laparaskopi satu titik. Teknik baru ini menjadi alternatif untuk meminimalkan komplikasi akibat sayatan operasi.
Selain hanya meninggalkan bekas luka yang sangat minim (hampir tidak terlihat), karena hanya membuat satu sayatan kecil, pasien yang ditangani dengan teknik ini pun akan semakin nyaman karena minimnya rasa nyeri pascaoperasi, masa perawatan di rumah sakit yang lebih singkat, serta lebih cepat untuk dapat kembali beraktivitas.
Proses operasi laparoskopi batu empedu biasanya berlangsung sekitar 1 hingga 2 jam, tergantung pada tingkat kesulitan dan kondisi pasien. Setelah operasi, pasien biasanya bisa pulang di hari yang sama atau keesokan harinya jika tidak ada komplikasi.
Efek samping operasi batu empedu bisa termasuk sakit perut, mual, diare, infeksi, perdarahan, atau cedera pada saluran empedu.
Pemulihan setelah operasi batu empedu biasanya memakan waktu sekitar 1 hingga 3 minggu. Aktivitas ringan dapat dilakukan dalam beberapa hari, tetapi hindari aktivitas berat selama 4 hingga 6 minggu untuk mencegah komplikas.