Deteksi kanker leher rahim dengan Pap Smear, tes HPV, dan kolposkopi untuk mendeteksi sel abnormal atau infeksi HPV penyebab kanker.
Setiap 2 menit, ada kematian perempuan karena kanker serviks di dunia. Sedangkan di Indonesia, ditemukan 41 kasus baru dan 20 kasus kematian yang disebabkan oleh kanker serviks setiap harinya. Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi HPV (Human Papiloma Virus) yang merupakan virus DNA yang menimbulkan perubahan perangai permukaan sel (neoplasia/dysplasia) di serviks.
Dari sekian banyak HPV, diketahui hanya tipe HPV onkogenik tertentu yang paling sering menyebabkan kanker serviks, yaitu HPV tipe 16, 18. Penularan infeksi HPV dapat terjadi karena hubungan seksual. Risiko penularan menjadi meningkat bila seorang wanita sering berganti-ganti pasangan seksual, perokok, serta terinfeksi HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya. Penularan juga mudah terjadi karena kekurangan asam folat serta zat-zat antioksidan seperti vitamin C dan vitamin A; juga pada wanita pengguna KB hormonal jangka panjang.
Banyak cara untuk mendeteksi pra-kanker serviks. Deteksi yang pertama adalah pap smear, teknik sitologi yang diperkenalkan dr. G. Papanicolaou dan dr. A Babel pada 1928. Hasil pap smear dapat mendeteksi adanya infeksi HPV dan lesi pra-kanker serviks dengan melihat perubahan sel-sel yang terjadi di permukaan sel mulut rahim.
Untuk meningkatkan akurasi hasil skrining kanker serviks, teknik ini telah dikembangkan dengan teknik sitologi berbasis cairan (Thin Prep Pap Test). FDA Amerika merekomendasi pemeriksaan tes pap cara baru ini untuk mengatasi masalah negatif palsu yang sering terjadi pada pemeriksaan pap smear konvensional. Di Eropa, semua pemeriksaan pap smear dilakukan dengan teknik Thin Prep. Angka sensitivitas pemeriksaan adalah 60-80 persen.
Pemeriksaan yang lain, Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA). Pemeriksaan IVA secara klinik merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan mengamati serviks dengan terlebih dahulu memberikan pulasan asam asetat (asam cuka) 3—5 persen sehingga hasilnya dapat langsung dilihat dengan mata telanjang.
Dugaan adanya kanker serviks bila di permukaan serviks ditemukan adanya epitel (permukaan sel) berwarna putih. Akan tetapi, angka sensitivitasnya hampir sama, yaitu 70 persen. Ada pula pemeriksaan yang dilakukan dengan tes DNA HPV. Tes ini untuk mendeteksi adanya infeksi HPV dengan cara melakukan usapan pada lendir mulut rahim.
Kemudian, sampel lendir tersebut diproses di laboratorium. Bila hasilnya positif, menandakan adanya infeksi HPV onkogenik. Sensitivitas tes ini untuk mendeteksi infeksi HPV mencapai 97 persen.
Berikutnya adalah kolposkopi yang merupakan pemeriksaan oleh dokter spesialis kebidanan dengan menggunakan alat kolposkopi, yaitu mikroskop binokuler dengan sumber cahaya yang terang untuk membesarkan gambaran visual serviks sehingga dapat menegakkan diagnosis adanya kelainan serviks sampai kanker serviks.
Indikasi pemeriksaan kolposkopi adalah bila ditemukan adanya hasil positif dari pemeriksaan pap smear, thin prep, IVA, DNA HPV. Alat ini sangat sensitif untuk mendeteksi adanya kelainan pada mulut rahim.
Setelah terdeteksi adanya pra-kanker serviks atau kanker serviks, dapat dilakukan tindakan pengobatan yang bergantung pada derajat beratnya lesi pra-kanker. Pemeriksaan deteksi dini kanker serviks seyogyanya hanya dilakukan pada wanita yang pernah berhubungan seksual.
Skrining dapat mulai dilakukan 2 tahun setelah perempuan melakukan hubungan seksual yang dilanjutkan dengan pemeriksaan setiap tahun. Untuk perempuan belum menikah, dapat melakukan pencegahan primer dengan pemberian vaksin HPV sejak usia dini 9—10 tahun.