Bruksisme, Kebiasaan Menggertakkan Gigi yang Perlu Diwaspadai

Rabu, 26 Februari 2025

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Bruksisme adalah kebiasaan menggemeretakkan gigi atas dan bawah yang dapat merusak gigi, nyeri pada otot pengunyahan, hingga gangguan kesehatan lainnya.

Bruksisme, Kebiasaan Menggertakkan Gigi yang Perlu Diwaspadai

Menggertakkan gigi mungkin dianggap sebagai kebiasaan yang kurang baik, tetapi sering disepelekan. Padahal, kondisi yang memiliki istilah medis bruxism atau bruksisme ini berpotensi menyebabkan berbagai masalah, seperti gigi sensitif, nyeri rahang, sakit kepala, maupun kerusakan pada gigi.


Sayangnya, seringkali orang tidak menyadari bahwa dirinya mengalami bruxism hingga muncul komplikasi lebih lanjut. Oleh sebab itu, penting bagi Anda untuk menyadari gejala bruksisme dan penanganannya sejak dini.


Apa itu Bruksisme?

Bruxism, atau dalam Bahasa Indonesia bruksisme, merupakan aktivitas otot rahang untuk pengunyahan berulang ditandai dengan munculnya kebiasaan yang dilakukan secara tidak sadar dengan menggemeretakkan gigi atas dan bawah secara berlebihan ketika sistem pengunyahan sedang tidak digunakan.


Seseorang dapat dikatakan mengalami bruxism jika kebiasaan tersebut berlangsung lebih dari empat kali per jam.


Umumnya, bruksisme dapat dialami oleh anak-anak maupun orang dewasa. Namun di Indonesia, bruksisme pada anak memiliki prevalensi yang lebih besar, yaitu sebanyak 14-18 persen. Sedangkan prevalensi bruksisme pada usia dewasa sebanyak 8 persen dan pada lansia hanya 3 persen. Pada anak dan individu dengan kebutuhan khusus, prevalensi terjadinya bruksisme jauh lebih besar, yaitu mencapai 44 persen.


Baca juga: Waspada! Gigi Berlubang Dapat Sebabkan Penyakit Lainnya, Lho!



Jenis Bruksisme

Kondisi bruxism dapat dibagi menjadi dua tipe, yakni:


1. Sleep bruxism

Sleep bruxism adalah kondisi di mana seseorang menggertakkan gigi atau mengatupkan gigi berulang kali tanpa disadari saat tidur. Penderita sleep bruxism biasanya juga memiliki gangguan tidur lain, seperti mendengkur atau sleep apnea.


Pada anak-anak, bruksisme lebih sering dilakukan saat tidur. Namun sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan ini dapat berkurang ketika si kecil menginjak usia 9-10 tahun. Jika pada usia tersebut kebiasaan bruksisme si kecil telah berhenti, maka bruksisme tidak akan berlanjut hingga dewasa.


2. Awake bruxism

Meski kebiasaan menggemeretakkan gigi kerap terjadi ketika tidur (sleep bruxism), kondisi ini juga dapat dilakukan secara tidak sadar ketika terjaga, disebut juga sebagai awake bruxism. Kebiasaan ini biasanya dipicu oleh masalah emosional, stres, atau kecemasan. Selain itu, kebiasaan ini juga bisa muncul saat seseorang sedang berkonsentrasi.


Baca juga: Si Kecil Kerap Mendengkur? Kenali Bahaya Mendengkur pada Anak


Gejala Bruksisme

Gejala utama bruksisme adalah kebiasaan menggertakkan atau mengatupkan gigi secara berulang kali. Namun, apabila seseorang mengalami sleep bruxism, maka ia mungkin tidak menyadari gejala utama bruksisme.


Berikut ini adalah beberapa gejala bruxism lain yang dapat muncul:


  • Gigi menjadi rata, bahkan patah
  • Gigi sensitif
  • Nyeri saat mengunyah
  • Nyeri atau pegal pada otot rahang, leher, maupun wajah
  • Sakit kepala
  • Sakit telinga


Baca juga: Cara Merawat Gigi Anak agar Sehat dan Sempurna


Penyebab dan Faktor Risiko Bruksisme

Bruksisme umumnya terjadi bukan tanpa sebab, terdapat beberapa faktor penyebab kebiasaan bruksisme, antara lain:


1. Faktor Psikologis

Dari banyaknya penyebab bruksisme, faktor psikologis menjadi yang paling berpengaruh. Hal ini berhubungan dengan adanya stres fisik dan emosional, seperti tingkat kecemasan (anxiety) yang berlebihan pada si kecil serta kualitas tidur yang kurang baik. Anak dengan kondisi keluarga yang tidak baik, misalnya sering mendengar keributan orang tua atau adanya masalah di sekolah, sering memiliki kebiasaan bruksisme terutama pada malam hari atau sleep bruxism.


2. Faktor Lokal

Faktor lokal meliputi adanya kontak yang tidak baik antara gigi atas dan gigi bawah. Kebiasaan buruk yang berlangsung lama seperti menggigit pensil dan menggigit kuku juga dapat meningkatkan risiko munculnya kebiasaan bruksisme.


3. Faktor Sistemik

Faktor ini meliputi adanya tonsil (amandel) yang membesar sehingga menimbulkan gangguan pada sistem pernapasan atas, refluks lambung, serta dampak dari terapi pengobatan psikotropik. Anak dengan kebutuhan khusus seperti autis, cerebral palsy, retardasi mental, dan anak hiperaktif juga kerap memiliki kebiasaan bruksisme.


4. Faktor Genetik

Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya peran genetik pada kebiasaan bruksisme. Pada sejumlah kasus, anak dengan kebiasaan bruksisme memiliki anggota keluarga yang juga memiliki kebiasaan sama.


Baca juga: Gigi Ngilu Bikin Tak Nyaman? Cari Tahu Penyebabnya, Yuk!


Kapan Harus ke Dokter?

Kebanyakan orang baru mulai menyadari dirinya mengalami bruxism saat merasakan adanya masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Jika Anda mengalami gejala bruxism atau menyadari bahwa Anda memiliki kebisaan menggertakkan gigi yang sulit dikendalikan, segera konsultasikan dengan dokter gigi dan mulut. Dokter gigi dapat memeriksa kondisi gigi Anda dan memberikan penanganan untuk mencegah kerusakan pada gigi bertambah parah.


Anda juga disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kesehatan jiwa. Sebab, kondisi ini seringkali dipengaruhi oleh kondisi psikologis Anda. Konsultasi dan penanganan dari dokter spesialis kesehatan jiwa dapat membantu untuk mengatasi masalah psikologis yang menyebabkan kebiasaan menggertakkan gigi tersebut muncul.


Selain itu, orang tua dengan anak yang memiliki kebiasaan bruksisme, terutama jika giginya telah berganti menjadi gigi permanen, sebaiknya tidak abai. Memeriksakan si kecil ke dokter gigi spesialis kedokteran gigi anak secara rutin menjadi hal yang harus dilakukan, sehingga si kecil mendapatkan penanganan yang tepat. Selain itu, orang tua juga bisa membawa si kecil ke dokter spesialis anak untuk mencari tahu dan menangani penyebab awal terjadinya bruxism pada buah hati.


Baca juga: Ke Dokter Gigi, Siapa Takut?



Diagnosis Bruksisme

Penegakan diagnosis dan evaluasi klinis pada bruksisme merupakan rangkaian pemeriksaan yang kompleks. Dokter gigi akan melakukan pemeriksaan kepada pasien, menanyakan riwayat kebiasaan bruksisme, analisis riwayat medis, hingga pemeriksaan klinis.


Ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh dokter gigi untuk mendiagnosis bruxism:


  1. Pemeriksaan gigi untuk menilai kesehatan mulut dan mendeteksi adanya kerusakan pada gigi atau tanda-tanda keausan yang disebabkan oleh bruxism.
  2. Tes polisomnografi dilakukan untuk mendeteksi gangguan tidur seperti sleep apnea dan bruxism nokturnal.
  3. Elektromiografi otot pengunyahan digunakan untuk mengukur aktivitas otot rahang. Dengan alat ini, dokter gigi dapat mendeteksi apakah ada aktivitas otot yang berlebihan yang menunjukkan adanya bruxism.


Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui penyebab terjadinya bruksisme sehingga dokter gigi dapat memberikan penanganan yang tepat. Jika bruksisme muncul akibat adanya gangguan psikologis, dokter gigi akan mengarahkan pasien untuk memeriksakan diri ke dokter spesialis kesehatan jiwa.


Baca juga: Perlukah Anak-anak Menggunakan Kawat Gigi?


Pengobatan Bruxism

Mengobati bruxism sangat penting untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada gigi dan mengurangi nyeri rahang. Berikut beberapa cara pengobatan yang dapat dilakukan:


  1. Penggunaan pelindung mulut atau mouth guard saat tidur untuk melindungi gigi dari kerusakan akibat menggertakkan gigi.
  2. Peresepan obat-obatan untuk mengurangi stres atau kecemasan yang menjadi pemicu bruksisme.
  3. Penggunaan alat bantu tidur, seperti CPAP (Continuous Positive Airway Pressure), untuk mengatasi gangguan tidur seperti sleep apnea yang seringkali berhubungan dengan sleep bruxism.
  4. Perubahan kebiasaan tidur dan rutinitas sehari-hari untuk mengurangi stres dan kecemasan yang dapat membantu mengurangi kebiasaan menggertakkan gigi.


Komplikasi Bruksisme

Jika dibiarkan tanpa observasi dan penanganan, dampak buruk dari bruksisme yang dapat dialami, antara lain:


  • Kerusakan gigi akibat adanya gesekan terus-menerus yang membuat gigi menjadi aus
  • Gangguan sendi rahang akibat tekanan kuat dan berulang pada rahang yang juga mengakibatkan penderita sulit membuka mulut dengan lebar
  • Sakit pada otot pengunyahan saat mengunyah
  • Sakit kepala, telinga, hingga leher


Meskipun bruksisme umumnya dapat hilang dengan sendirinya, terutama pada anak-anak, kondisi ini tetap tidak boleh disepelekan. Untuk mencegah kerusakan gigi dan otot rahang, Anda tetap harus waspada dengan kebiasaan satu ini.



FAQ


Kenapa Saat Tidur Gigi Gemeretak?

Gigi gemeretak saat tidur, atau bruxism, terjadi karena aktivitas otot yang tidak disadari. Penyebabnya beragam, seperti stres, kecemasan, atau gangguan tidur (sleep apnea).


Kenapa Anak Kecil Menggertakkan Gigi?

Pada anak-anak, kebiasaan menggertakkan gigi (bruxism) dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti rasa sakit (tumbuh gigi), ketidaknyamanan pada mulut, atau respons terhadap stres dan kecemasan. Biasanya, bruxism pada anak-anak dapat hilang dengan sendirinya seiring pertumbuhan mereka.


Bila anak Anda memiliki kebiasaan menggertakkan gigi, terutama saat ia tidur, periksakanlah si kecil ke dokter gigi spesialis kedokteran gigi anak. Perawatan dini dapat mencegah kerusakan pada gigi si kecil.


Bagaimana Cara Mencegah Bruxism pada Anak?

Pencegahan bruxism pada anak tergantung pada faktor pemicunya. Bila Anda memiliki kebiasaan menggertakkan gigi atau mengatupkan rahang akibat marah, stres, atau kecemasan, maka orang tua bisa mencoba mengajak anak melakukan aktivitas santai seperti membaca buku atau bermain. Selain itu, orang tua juga disarankan untuk berdiskusi dengan dokter spesialis anak atau dokter spesialis kesehatan jiwa untuk mencari solusi yang tepat.


Apakah Bruxism Berbahaya?

Bruxism tidak selalu berbahaya, tetapi pada kasus yang parah, kondisi ini berpotensi menimbulkan berbagai masalah. Penderita bruksisme dapat mengalami keausan gigi, kerusakan tambalan, nyeri rahang, sakit kepala, dan gangguan tidur


Jika tidak ditangani, bruxism dapat memengaruhi kualitas hidup. Konsultasikan dengan dokter gigi jika Anda atau anak Anda mengalami gejala bruxism.


Apakah Bruxism Bisa Sembuh Sendiri?

Pada beberapa kasus, bruxism dapat hilang dengan sendirinya, terutama pada anak-anak. Namun, pada beberapa kasus yang parah, penderita mungkin membutuhkan penanganan lebih lanjut dari dokter.

Tergantung pada penyebabnya, pengobatan bruxism dapat meliputi penggunaan pelindung mulut (untuk mencegah kerusakan gigi), terapi perilaku, atau penyesuaian gaya hidup.