Tim nasional Indonesia lolos babak semifinal Piala Asian Football Federation (AFF)! Namun, dari beberapa tim yang lolos ke semifinal, ada pesepakbola yang dikabarkan tidak bermain di babak semifinal karena terkena cedera
Sepak bola menjadi salah satu contact sports yang rawan cedera karena olahraga ini melibatkan kontak fisik yang tinggi antar pemainnya. Kontak fisik yang keras dapat terjadi hampir setiap saat, ketika pemain menggiring bola, merebut bola dengan kaki atau beradu kepala di udara, sampai ketika menendang bola ke gawang.
Pesepakbola dapat mengalami cedera ringan, seperti memar atau lecet, cedera pada ligamen, otot, tendon, sendi, tulang, hingga cedera kepala.
Selain kontak fisik antar pemain, cedera pada pesepakbola dapat terjadi karena gerakan pemain yang terlalu cepat, mendarat setelah melompat dengan posisi yang salah, atau gerakan menendang bola yang kurang tepat.
Latihan berlebihan dan kurang istirahat, kondisi lapangan kurang memadai, hingga kurang pemanasan dan pendinginan juga dapat menjadi faktor penyebab cedera.
Berikut ini adalah beberapa cedera yang kerap dialami pesepakbola:
Salah satu cedera yang menjadi momok pesepakbola adalah cedera anterior cruciate ligaments (ACL), yakni ligamen penahan persendian lutut. Cedera ACL disebabkan ketika pemain bergerak terlalu cepat, atau gerakan memutar lutut yang tiba-tiba.
Masa penyembuhan cedera ACL yang memakan waktu lama antara 6 bulan hingga 3 tahun, menjadi alasan mengapa cedera ini adalah momok para pesepakbola dan pegiat olahraga.
Selain ACL, ada pula ankle sprain. Cedera keseleo pada pergelangan kaki ini terjadi akibat ligamen teregang atau robek karena kaki tertekuk ke dalam atau ke luar saat menumpu atau kaki terpelintir.
Cedera strain merupakan robek atau meregangnya otot. Otot yang kerap mengalami cedera strain ini adalah otot hamstring yang membentang dari bagian bawah bokong hingga bagian belakang lutut. Gerakan berlari, mengejar bola, dan berhenti yang terus menerus dalam sepak bola dapat menyebabkan cedera pada otot ini.
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa yang menghubungkan otot ke tulang. Pada olahraga sepak bola, cedera tendon dapat mengenai tendon lutut atau tendon pergelangan kaki bagian belakang (tendon achiles). Kondisi ini dapat terjadi akibat jatuh langsung pada lutut atau mendarat dengan keras ketika melompat.
Meniskus berfungsi sebagai bantalan untuk sendi lutut. Robekan pada meniskus ini dapat menyebabkan rasa sakit dan bengkak, serta keterbatasan gerak. Cedera ini sering disebabkan oleh gerakan memutar lutut secara tiba-tiba.
Cedera ini merupakan terlepasnya sendi dari tempat yang seharusnya akibat hantaman keras antar pemain. Pada keadaan ini dapat timbul gejala berupa rasa nyeri, kesulitan bergerak, terjadi penurunan kekuatan pada area yang terlibat, dan dapat tampak adanya bentuk sendi yang tidak seharusnya.
Cedera lutut ini menyebabkan tulang rawan di bawah tempurung lutut rusak. Kerusakan dapat disebabkan karena adanya benturan pada lutut atau overuse injury pada lutut.
Timbulnya nyeri di bagian tulang kering bagian bawah, seringkali terjadi saat latihan fisik atlet sepak bola. Kondisi ini dapat terjadi akibat berlatih menggunakan alas kaki yang tidak tepat. Keretakan ringan pada tulang juga sering kali merupakan akibat dari pergerakan kaki yang berlebihan atau dampak berulang pada tulang, terutama bagi pemain sepak bola.
Dari semua jenis olahraga, sepak bola memiliki risiko gegar otak yang paling tinggi. Gegar otak adalah trauma serius yang dapat mengubah cara kerja otak, biasanya mengakibatkan sakit kepala serta sejumlah masalah pada memori, konsentrasi, keseimbangan, dan koordinasi.
Gegar otak sering terjadi saat pemain beradu kepala dengan pemain lain ketika merebut bola, saat penjaga gawang melompat untuk menghalau bola masuk ke gawang dan mendarat di bagian kepala, atau saat kepala pemain membentur lapangan akibat jatuh karena di-tackle lawan.
Cedera ketika bermain sepak bola dapat dicegah dengan beberapa cara, antara lain:
Cedera olahraga akibat bermain sepak bola dapat ditangani dengan tindakan non-operatif maupun operatif.
Untuk menangani cedera ringan yang tidak memerlukan operasi, penanganan yang dapat dilakukan adalah P.R.I.C.E yakni Protect (melindungi bagian yang cedera), Rest (mengistirahatkan area yang cedera), Ice (memberikan kompres dingin pada area yang cedera untuk mengurangi inflamasi), Compress (sedikit memberikan tekanan pada area yang cedera), Elevate (meninggikan anggota tubuh yang terkena cedera) pada 24-36 jam setelah terjadinya cedera.
Apabila keluhan nyeri atau pembengkakan tidak mereda, ada baiknya segera berkonsultasi ke dokter spesialis kedokteran olahraga.
Dokter spesialis kedokteran olahraga akan melakukan pemeriksaan fisik, wawancara riwayat kesehatan dan kronologi terjadinya cedera, dan merujuk pasien untuk melakukan pemeriksaan penunjang, dengan MRI, CT-Scan, atau X-ray dalam rangka menentukan diagnosis.
Setelah diagnosis ditentukan, dokter kemudian akan merancang program recovery yang sesuai dengan kondisi pasien. Biasanya diperlukan sesi menggunakan teknologi medis dalam periode cedera akut dan sesi exercise untuk membantu memulihkan otot dan sendi yang cedera dan agar pasien dapat kembali berolahraga dan beraktivitas kembali pasca cedera.
Beberapa teknologi medis untuk penanganan cedera antara lain:
Prosedur terapi dingin yang dapat digunakan untuk menangani cedera olahraga akut. Metode ini biasa dilakukan setelah operasi atau rekonstruksi sendi, karena dapat membantu mengurangi cedera secara efektif, misalnya pada penanganan pergeseran tulang, patah tulang, memar, keseleo, dan lainnya.
Sesi perawatan rata-rata per pasien berlangsung hanya 1-2 menit, tergantung klinis dan target terapi serta instruksi dokter yang merawat.
Metode penanganan non-invasif yang melibatkan arus listrik bertegangan rendah. Anggota tubuh yang terasa nyeri akan dialiri impuls listrik yang menjalar pada serabut saraf, sehingga membantu mengurangi kepekaan terhadap rasa nyeri/sakit. Durasi pengobatan TENS yang optimal adalah 40 menit.
Metode pengobatan dengan gelombang suara untuk merangsang jaringan di sekitar area cedera. Getaran gelombang suara dapat merangsang produksi kolagen dan menciptakan panas dalam jaringan, sehingga mampu mendorong penyembuhan pada jaringan lunak dengan meningkatkan metabolisme pada tingkat sel.
Metode ini berguna untuk membantu proses penyembuhan tulang, penanganan cedera ligamen, dan lainnya. Jenis terapi ultrasound tergantung pada kondisi cedera. Untuk nyeri myofascial, strain, atau keseleo dapat digunakan ultrasound termal.
Untuk jaringan parut, pembengkakan, dan carpal tunnel syndrome, ultrasound mekanis dapat bekerja lebih baik. Waktu perawatan tergantung pada ukuran area yang dirawat, frekuensi dan intensitas yang digunakan (5-15 menit).
Tujuan dari program terapi latihan adalah untuk mengembalikan semua aspek kesehatan seperti sebelum cedera dengan cara yang terkontrol dan terpantau. Terapi latihan harus dimulai sesegera mungkin (setelah fase peradangan awal – 72 jam).
Dalam tahapan ini, dilakukan latihan fleksibilitas untuk meminimalisasi penurunan kisaran gerak sendi, latihan memperkuat otot, hingga latihan keseimbangan.
Pada penanganan cedera olahraga yang membutuhkan tindakan operasi, dokter spesialis bedah ortopedi konsultan sports injury dan arthroskopi yang ahli dan berpengalaman dalam teknik minimal invasive akan menggunakan arthroskopi dengan sayatan minimal, sehingga pasien dapat pulih lebih cepat dibandingkan dengan operasi konvensional.
Teknologi medis penanganan cedera ini sudah tersedia di Sport Medicine, Injury, Recovery Center (SMIRC) RS Pondok Indah – Bintaro Jaya. Sebagai center of excellence terbaru di RS Pondok Indah – Bintaro Jaya, klinik ini dilengkapi dengan berbagai alat exercise dan recovery cedera yang canggih demi menghadirkan layanan komprehensif dan terintegrasi bagi para sport enthusiast dan atlet olahraga.
Mulai dari penanganan dan pemulihan cedera, peningkatan performa olahraga, hingga pendampingan olahraga khusus bagi pasien dengan kondisi medis tertentu.
Mengusung tagline getting you back to sport, faster, SMIRC RS Pondok Indah – Bintaro Jaya memiliki tim medis kompeten yang terdiri dari dokter spesialis kedokteran olahraga yang sudah sangat berpengalaman menangani atlet untuk berkompetisi baik di skala nasional maupun internasional, dokter spesialis bedah ortopedi konsultan sports injury dan arthroskopi, serta sport physiotherapist.
Tak hanya itu saja, dukungan dokter spesialis bedah ortopedi dengan berbagai subspesialisasi juga melengkapi kompetensi tim medis klinik ini. Dengan adanya kolaborasi dari berbagai dokter, seluruh penanganan cedera olahraga akan disesuaikan dengan kebutuhan setiap pasien.
Jika Anda mengalami ketidaknyamanan atau nyeri ketika berolahraga sepakbola, segeralah berkonsultasi dengan dokter spesialis kedokteran olahraga untuk mendapatkan diagnosis, penanganan, dan terapi latihan yang tepat dan sesuai untuk pemulihan cedera. Penanganan cedera yang tepat dan tuntas dapat meminimalisir risiko kekambuhannya di masa mendatang.
Bagian tubuh yang paling sering cedera saat bermain sepak bola adalah lutut dan pergelangan kaki. Cedera seperti keseleo, robek ligamen, dan cedera otot sering terjadi karena gerakan cepat dan benturan keras.
Posisi bek (defender) paling banyak menimbulkan cedera, karena sering terlibat dalam duel fisik, tekel, dan benturan dengan pemain lawan. Kiper juga rentan cedera akibat penyelamatan yang berisiko.
Cara mengobati cedera sepak bola adalah dengan metode RICE: Rest (istirahatkan), Ice (kompres es), Compression (balut dengan perban elastis), dan Elevation (angkat bagian cedera). Jika parah, segera periksa ke dokter untuk perawatan lebih lanjut.