Cara mendeteksi dan mencegah osteoporosis yakni dengan memeriksa kepadatan tulang dengan alat Bone Mineral Densitometry (BMD). Simak prosedur lengkapnya!
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan penurunan densitas atau kepadatan massa tulang yang mengakibatkan tulang menjadi rapuh atau mudah patah. Penyakit ini biasanya dialami oleh wanita dan umumnya dimulai sejak memasuki masa menopause.
Bila tidak dideteksi dan ditangani secepatnya, maka kepadatan massa tulang akan terus menurun dan berpotensi menyebabkan berbagai komplikasi yang berbahaya. Oleh sebab itu, penting bagi setiap orang, terutama mereka yang memiliki faktor risiko tinggi, untuk melakukan skrining osteoporosis.
Meski tidak spesifik ke kelompok individu tertentu, ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya pengeroposan tulang. Berikut ini adalah berbagai faktor risiko osteoporosis, yang dimaksud:
Salah satu faktor risiko utama osteoporosis adalah senilis (proses penuaan atau faktor usia). Puncak kepadatan tulang seseorang terjadi pada usia 35 tahun. Seiring bertambahnya usia, tubuh mengalami penurunan fungsi pembentukan dan pemeliharaan tulang, sehingga kepadatan tulang pun akan menurun. Terlebih pada wanita yang telah mengalami menopause. Sebab pada masa ini, kepadatan tulang wanita akan menurun sekitar 1,4 persen setiap 10 tahun.
Wanita memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami osteoporosis dibandingkan dengan pria, karena faktor hormonal dan struktur tulang.
Wanita cenderung memiliki tulang yang lebih kecil dan lebih tipis dibandingkan pria, sehingga lebih rentan mengalami kehilangan massa tulang.
Baca juga: Kenapa Menopause Menyebabkan Osteoporosis? Pahami Kaitannya!
Perubahan hormon, terutama yang diakibatkan oleh menopause, berdampak besar pada proses pembentukan dan pemeliharaan massa tulang. Penurunan hormon estrogen yang signifikan setelah menopause dapat mempercepat kehilangan massa tulang pada wanita.
Jadi, bagi wanita yang memasuki masa menopause, informasi kepadatan massa tulang melalui pemeriksaan rutin tak boleh terlupakan.
Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga diduga dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami kondisi serupa. Selain dipengaruhi oleh faktor genetik, kemiripan dalam kebiasaan, gaya hidup, dan pola diet dalam keluarga juga diduga dapat menunjukkan risiko seseorang untuk mengalami osteoporosis.
Penyakit yang dapat menyebabkan berkurangnya penyerapan kalsium atau meningkatkan kebutuhan akan kalsium juga dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis. Selain itu, penyakit hormonal yang menyebabkan terganggunya kadar hormon estrogen dan progesteron juga bisa jadi penyebab osteoporosis.
Meski penyebab sekunder osteoporosis ini tidak setinggi penyebab primer, beberapa kondisi medis tersebut dapat dialami sejak usia dini.
Gaya hidup berperan penting dalam kesehatan tulang. Beberapa kebiasaan yang dapat meningkatkan risiko osteoporosis mencakup kurangnya akitivitas fisik atau olahraga sejak muda, atau gaya hidup sedenter, maupun konsumsi alkohol berlebihan.
Jika memiliki faktor risiko di atas, Anda sangat disarankan untuk rutin berkonsultasi dengan dokter spesialis ortopedi agar kepadatan massa tulang dapat dipantau dengan baik.
Baca juga: Cara Pencegahan Osteoporosis pada Lansia
Osteoporosis disebut silent disease, karena biasanya baru diketahui ketika sudah terjadi patah tulang. Penderita umumnya tidak mengalami gejala osteoporosis yang spesifik sebelum terjadinya patah tulang.
Patah tulang osteoporosis biasa terjadi secara tiba-tiba atau akibat dari benturan yang sebenarnya tidak terlalu keras (trivial trauma), seperti terjatuh saat jalan biasa. Ketika terjadi patah tulang akibat kejadian ini, perlu dicurigai telah terjadi osteoporosis.
Padahal, pemeriksaan osteoporosis secara rutin memungkinkan deteksi dini penurunan kepadatan tulang. Diagnosis osteoporosis sejak dini memungkinkan dokter untuk melakukan intervensi yang tepat untuk mencegah perkembangan kondisi menjadi lebih serius, sekaligus membantu penderita mengelola kesehatan tulang mereka.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, pemeriksaan rutin osteoporosis sangatlah penting untuk Anda yang memiliki faktor risiko penyakit ini. Berikut ini adalah rekomendasi umum frekuensi skrining osteoporosis:
Selain itu, bila Anda memiliki faktor risiko tambahan, seperti penggunaan obat-obatan tertentu (misalnya, kortikosteroid), riwayat patah tulang, atau gangguan kesehatan tertentu yang memengaruhi massa tulang, dokter spesialis ortopedi juga bisa menyarankan untuk mulai melakukan skrining osteoporosis di usia yang lebih muda.
Baca juga: Patah Tulang, Ketahui Pengobatannya untuk Proses Pemulihan yang Optimal
Cara terbaik untuk mengetahui adalah dengan melakukan pengecekan kepadatan tulang secara rutin. Gold standard pemeriksaan kepadatan tulang adalah dengan pemeriksaan Bone Mineral Densitometry (BMD) yang dilakukan dengan metode Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA).
Hasil pemeriksaan BMD menunjukkan ambang batas merah atau T-score kurang dari -2,5 menunjukkan orang tersebut sudah sudah masuk kategori osteoporosis. Sementara, jika hasil T-score diantara -1 hingga -2,5 atau menunjukkan ambang batas kuning, menunjukkan bahwa orang tersebut mengalami osteopenia atau berada pada tahap awal menuju osteoporosis.
Saat pemeriksaan BMD, ada beberapa bagian yang biasanya menjadi fokus pemeriksaan, yaitu bagian leher tulang paha (neck femur), tulang belakang (lumbal-tulang pinggang), dan pergelangan tangan. Tiga titik ini yang biasanya paling sering mengalami penurunan kepadatan tulang.
Baca juga: Osteoporosis dan Reumatik
Lalu, bagaimana cara menjaga kesehatan setelah memasuki ambang batas kuning (osteopenia) atau merah (osteoporosis)? Anda bisa mengikuti rekomendasi di bawah ini untuk menjaga kesehatan tulang dan mencegah osteoporosis bertambah parah:
Konsumsi kalsium dan vitamin D yang cukup untuk mempertahankan kepadatan tulang. Untuk usia lanjut, kalsium yang dibutuhkan minimal 1.200 miligram dan vitamin D sebanyak 800 IU. Jika sudah masuk kategori osteoporosis, perlu konsultasi dokter spesialis ortopedi untuk dilakukan terapi pengobatan khusus.
Menurut teori Wolff, kepadatan tulang akan lebih baik bagi mereka yang rutin melakukan olahraga. Tidak ada patokan jumlah langkah atau durasi waktu latihan yang harus dilakukan, yang terpenting dilakukan secara rutin.
Anda bisa berkonsultasi dengan dokter spesialis kedokteran olahraga untuk mendapatkan rekomendasi jenis dan durasi olahraga yang sesuai. Salah satu hal terpenting yang perlu diperhatikan penderita osteoporosis adalah menghindari olahraga dengan kontak fisik untuk mengurangi risiko terjatuh atau cedera.
Setelah mendapatkan diagnosis osteopenia atau osteoporosis, dokter mungkin merekomendasikan pengobatan untuk membantu mengelola osteoporosis. Ikutilah rekomendasi pengobatan dokter dengan baik untuk menjaga kesehatan tulang dan mencegah kondisi bertambah parah.
Setelah diagnosis, Anda tetap perlu melakukan tes kepadatan tulang secara berkala. Pemeriksaan ini dapat membantu dokter mengevaluasi perkembangan kepadatan tulang Anda dari waktu ke waktu. Dengan begitu, dokter pun dapat memberikan pengobatan sesuai dengan kondisi Anda.
Baca juga: Cegah Osteoporosis Sejak Dini
Bila sudah terdiagnosis osteoporosis, terjatuh bisa menyebabkan patah tulang dan komplikasi yang berpotensi membahayakan. Oleh sebab itu, berhati-hatilah saat beraktivitas dan sebisa mungkin hindari aktivitas yang dapat menyebabkan Anda terjatuh.
Namun, bila Anda tidak sengaja terjatuh, jangan langsung panik. Ikutilah langkah-langkah pertolongan pertama di bawah ini:
Osteoporosis adalah masalah kesehatan serius yang dapat berdampak besar pada kualitas hidup seseorang. Memahami faktor risiko osteoporosis dan melakukan pengecekan secara rutin adalah langkah penting dalam mencegah dan mengelola kondisi ini.
Jika khawatir mengenai kesehatan tulang Anda, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis ortopedi di RS Pondok Indah. Dengan tim medis yang berpengalaman dan fasilitas medis berteknologi terkini, RS Pondok Indah siap untuk membantu menjaga kesehatan tulang Anda.
Baca juga: Kenali Operasi Penggantian Tulang Panggul dan Manfaatnya
Deteksi dini osteoporosis sangat penting karena penyakit ini seringkali tidak menunjukkan gejala hingga terjadi patah tulang. Dengan deteksi lebih awal, intervensi dapat dilakukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan mengurangi risiko patah tulang yang berpotensi serius.
Skor T dan Skor Z adalah dua parameter yang digunakan untuk menilai kepadatan tulang. Skor T adalah angka yang membandingkan kondisi tulang Anda dengan kondisi tulang orang muda pada umumnya yang memiliki tulang sehat. Sedangkan skor Z merupakan angka yang membandingkan kondisi tulang Anda dengan kondisi tulang populasi sebaya berdasarkan usia, jenis kelamin, dan etnis.
Penurunan massa tulang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, perubahan hormon (terutama setelah menopause), gaya hidup, dan riwayat keluarga. Penyakit tertentu, seperti rheumatoid arthritis, serta penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid, juga dapat memengaruhi penurunan massa tulang.