Fibrilasi atrium adalah gangguan irama jantung dimana atrium berkontraksi tidak teratur sehingga aliran darah tidak efisien dan risiko stroke meningkat.
Fibrilasi atrium adalah gangguan irama jantung di mana serambi jantung berdenyut sangat cepat (> 300 kali/menit) dan tidak beraturan, sehingga bilik jantung yang berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh juga terganggu irama kontraksinya.
Akibat dari denyut yang sangat cepat tersebut, serambi jantung hanya seperti bergetar, yang mengakibatkan aliran darah menjadi sangat lambat dan mempermudah terbentuknya gumpalan darah.
Apabila gumpalan darah yang terbentuk ini masuk ke dalam bilik jantung dan dipompakan ke seluruh tubuh, terutama ke pembuluh darah otak, maka dapat menyebabkan stroke akut. Stroke yang diakibatkan oleh fibrilasi atrium biasanya lebih berat dan menyebabkan gejala sisa ataupun kecacatan yang lebih berat bahkan kematian bila dibandingkan dengan penyebab stroke yang lain.
Kontraksi jantung yang cepat juga terjadi di bilik jantung, sehingga untuk waktu yang lama bisa menyebabkan kegagalan bilik kiri untuk memompa darah secara adekuat ke seluruh tubuh, yang disebut sebagai tanda gagal jantung. Irama jantung yang tidak teratur juga dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang yang menderita fibrilasi atrium.
Fibrilasi atrium adalah kondisi di mana terjadi gangguan irama jantung yang ditandai oleh kontraksi atrium yang tidak teratur dan cepat. Penyebab utama dari fibrilasi atrium dapat dijelaskan sebagai berikut:
Hipertensi kronis dapat menyebabkan tekanan berlebihan pada dinding atrium kiri, yang mengakibatkan perubahan struktur jantung. Penebalan dinding atrium atau pembesaran atrium dapat menyebabkan disfungsi listrik, yang memicu fibrilasi atrium.
Penyempitan atau penyumbatan arteri koroner yang menyuplai darah ke otot jantung dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan jantung, sehingga mengganggu konduksi listrik normal dan menyebabkan fibrilasi atrium.
Gagal jantung, di mana jantung tidak dapat memompa darah dengan efektif, menyebabkan peningkatan tekanan di dalam jantung dan penumpukan cairan, yang akhirnya bisa memicu fibrilasi atrium akibat stres berlebihan pada atrium.
Penyakit katup jantung seperti stenosis atau regurgitasi katup mitral dapat menyebabkan tekanan yang meningkat pada atrium, yang dapat memicu terjadinya fibrilasi atrium karena gangguan aliran darah yang mengganggu irama jantung.
Kadar hormon tiroid yang berlebihan dapat mempercepat metabolisme tubuh dan meningkatkan beban kerja jantung, yang bisa memicu terjadinya fibrilasi atrium terutama pada individu yang memiliki predisposisi penyakit jantung.
Ketidakseimbangan elektrolit, terutama kadar kalium, magnesium, atau kalsium yang tidak normal, dapat memengaruhi aktivitas listrik di jantung, yang meningkatkan risiko terjadinya fibrilasi atrium.
Konsumsi alkohol secara berlebihan atau konsumsi kafein yang tinggi dapat menyebabkan stimulasi berlebihan pada jantung, yang bisa memicu terjadinya fibrilasi atrium, terutama pada individu dengan faktor risiko lain.
Risiko fibrilasi atrium meningkat seiring bertambahnya usia, karena adanya degenerasi alami pada jaringan konduksi jantung dan perubahan pada struktur jantung yang berhubungan dengan penuaan.
Obesitas, terutama yang disertai dengan sindrom metabolik (misalnya diabetes, dislipidemia), dapat menyebabkan perubahan pada struktur dan fungsi jantung, yang meningkatkan risiko fibrilasi atrium.
Fibrilasi atrium juga bisa bersifat familial, di mana riwayat keluarga dengan kondisi ini meningkatkan risiko seseorang untuk mengalaminya, menunjukkan adanya faktor genetik yang berkontribusi.
Faktor risiko utama terjadinya fibrilasi atrium adalah usia. Semakin bertambahnya usia, maka risiko terjadinya fibrilasi atrium semakin tinggi. Seseorang yang berusia diatas 40 tahun mempunyai risiko 25 persen untuk mendapatkan fibrilasi atrium seumur hidupnya.
Faktor risiko lain seperti penderita hipertensi, diabetes, kardiomiopati, penyakit jantung koroner, penyakit tiroid, penyakit paru kronis, sleep apnea, dan konsumsi alkohol.
Rentang waktu terjadinya fibrilasi atrium juga bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu:
Gejala yang paling sering dirasakan penderita fibrilasi atrium adalah berdebar-debar, biasanya debaran jantung cepat dan tidak teratur.
Sedangkan gejala lain dapat berupa:
Deteksi dini fibrilasi atrium bisa dilakukan dengan cara yang cukup simpel yaitu MENARI, singkatan dari meraba nadi sendiri. Perabaan dilakukan dengan 2-3 jari pada pangkal pergelangan tangan atau leher dan dirasakan denyut nadi. Yang dinilai adalah apakah denyut nadi teratur, dan dihitung ada berapa kali denyut dalam 1 menit.
Bila ditemukan denyut jantung yang tidak teratur antara satu denyut ke denyut selanjutnya, irama denyut kurang dari 60 kali per menit atau lebih 100 kali per menit, maka sebaiknya periksakan diri Anda ke dokter jantung untuk evaluasi lanjutan.
Pemeriksaan lanjutan yang akan dilakukan misalnya elektrokardiogram (EKG), Holter monitoring (mengevaluasi irama jantung dalam periode tertentu, 1-7 hari), dan pemasangan implantable loop recorder (ILR).
Alat EKG sangat praktis dan umumnya tersedia di semua rumah sakit/klinik. Sayangnya, pada kejadian fibrilasi atrium paroksismal, kadang-kadang tidak dapat terdeteksi dengan EKG, dan harus dilakukan monitoring yang lebih lama yaitu dengan pemasangan Holter.
Sedangkan pada kejadian aritmia yang sangat jarang, bisa dilakukan pemasangan ILR yang ditanam di bawah kulit dinding dada depan. Alat ini dapat merekam irama jantung bahkan selama 3 tahun.
Tujuan utama dari pengobatan pasien dengan fibrilasi atrium adalah pencegahan risiko stroke, mengembalikan irama jantung ke irama normal, dan kontrol dari denyut jantung di bawah 100 kali per menit.
Pencegahan stroke dilakukan dengan memberikan obat antikoagulan pada pasien yang berisiko stroke sedang sampai tinggi, dengan menghitung skor risiko stroke. Pada pasien yang tidak bisa minum obat pengencer darah dikarenakan alergi atau terjadinya perdarahan, maka bisa diupayakan tindakan untuk menutup apendiks dari serambi kiri dengan alat secara non-bedah.
Untuk pengendalian irama, bisa diberikan obat-obatan anti-aritmia yang menurunkan denyut jantung dan mengembalikan ke irama jantung normal. Bila kendali irama ini tidak berhasil, dapat dilakukan kateter ablasi untuk mengembalikan irama jantung menjadi normal.
Kateter ablasi adalah tindakan intervensi non-bedah dengan menggunakan beberapa kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah vena di pangkal paha, sampai ke jantung, dan dilakukan pemberian energi panas untuk mematikan impuls-impuls listrik yang abnormal. Tindakan ini cukup efektif dibandingkan dengan obat-obatan untuk mengembalikan irama jantung menjadi normal kembali.
Agar terhindar dari berbagai masalah kesehatan, sebaiknya terapkan selalu pola hidup SEHAT, yang merupakan singkatan dari Seimbangkan gizi dan berat badan normal, Enyahkan rokok, Hadapi dan atasi stres, Awasi tekanan darah, kolesterol dan gula darah, serta Teratur berolahraga.
Fibrilasi atrium bisa dikelola tapi sulit sembuh total. Dengan pengobatan, perubahan gaya hidup, dan kadang prosedur medis, gejalanya dapat dikendalikan, sehingga risiko komplikasi berkurang dan pasien bisa hidup normal.
Ya, fibrilasi atrium berbahaya jika tidak ditangani. Kondisi ini bisa memicu penggumpalan darah, meningkatkan risiko stroke, gagal jantung, dan komplikasi serius lainnya. Dengan perawatan yang tepat, risiko tersebut dapat dikurangi, sehingga pasien tetap bisa menjalani hidup dengan baik.
Fibrilasi atrium bisa dicegah dengan pola hidup sehat, seperti menjaga tekanan darah, menghindari alkohol berlebih, olahraga teratur, dan mengelola stres. Pemeriksaan rutin juga penting untuk mendeteksi risiko sejak dini dan mencegah komplikasi.