Masa inkubasi virus HPV kanker serviks yakni 9 - 12 bulan. Setelahnya, akan memasuki fase lesi pra-kanker. Simak tahapannya!
Sebuah kenyataan yang tidak mengenakkan: Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara dengan jumlah penderita kanker serviks (mulut rahim) terbanyak di dunia. Kanker yang disebabkan oleh infeksi HPV (Human Papilloma Virus), terutama tipe 16 dan 18, ini biasanya tidak menunjukkan gejala atau keluhan pada tahap awal.
Gejala atau keluhan tersebut biasanya baru muncul ketika kanker sudah memasuki stadium 2 atau lebih. Keputihan yang berulang meski telah diobati, juga post-coital bleeding (pendarahan pasca-senggama), kerap menjadi gejala yang dirasakan meski tidak selalu merujuk pada kanker serviks. Meski begitu, bukan berarti kanker ini tidak bisa dihindari. Penyebab dan kehadiran kanker serviks dapat dideteksi. Terlebih, kanker ini termasuk yang slow-growing. Diperlukan fase yang panjang dari tahap infeksi sampai menjadi kanker.
HPV memiliki banyak tipe, namun hanya beberapa tipe saja yang berisiko tinggi menyebabkan kanker serviks, yaitu HPV tipe 16 dan 18. Ketika virus ini menyerang sel-sel leher rahim, bisa terjadi perubahan pada sel yang disebut displasia. Jika dibiarkan, displasia ini dapat berkembang menjadi sel kanker.
HPV memiliki masa inkubasi selama 9 – 12 bulan. Kemudian setelahnya, memasuki fase lesi pra-kanker. Ada tiga sub pada fase ini: atypical, low grade lession, dan high grade lession. Jika terus berkembang, barulah menjadi kanker. Sampai pada low grade lession, masih ada kemungkinan infeksi HPV menghilang meski tanpa tindakan medis. HPV merupakan virus yang sangat selektif, yang hanya berkembang di lingkungan yang sesuai.
Berikut adalah beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan kanker serviks:
Skrining menjadi hal yang penting dilakukan untuk terhindar dari kanker serviks. Sejak aktif berhubungan seksual, pemeriksaan setiap tahun diperlukan untuk memantau kondisi organ kewanitaan.
Saat ini, terdapat beberapa tes yang bisa dilakukan untuk mendeteksi lesi pra-kanker.
IVA merupakan metode pemeriksaan yang paling mudah, murah, mampu laksana di Indonesia. Mulut rahim dibalur dengan asam cuka (25 persen) kemudian reaksi yang terjadi dianalisa.
Tes ini dilakukan dengan pengambilan contoh sel-sel yang dilepaskan (eksfoliasi) dari lapisan epitel serviks, yang akan tampak tidak normal bila terjadi perubahan karena infeksi HPV, lesi pra-kanker atau kanker, jika diperiksa di laboratorium. Terdapat dua jenis papsmear, yaitu konvensional (tingkat akurasi 50 – 70 persen) dan Thinprep (tingkat akurasi 80 persen).
Pemeriksaan molekuler ini memiliki tingkat akurasi hingga 99 persen. Tes ini dapat mendeteksi kemungkinan timbulnya lesi pra-kanker meski belum terjadi perubahan pada sel.
Pemeriksaan ini menggunakan alat yang dilengkapi lensa pembesar untuk mengamati bagian yang terinfeksi. Jika memang ditemukan ada jaringan yang terinfeksi, biopsi terarah (pengambilan sejumlah kecil jaringan tubuh) dapat dilakukan dengan alat ini.
Keempat tes ini tersedia di RS Pondok Indah Group. Selain pemeriksaan rutin, yang juga perlu dilakukan adalah melakukan vaksinasi HPV. Vaksinasi ini dapat dilakukan oleh wanita berusia mulai 9 sampai 55 tahun, meski masa terbaik adalah pada 9 sampai 12 tahun. Vaksinasi akan dilakukan tiga kali (0 bulan, 1 – 3 bulan, dan 6 bulan). Dengan vaksinasi dan pemeriksaan rutin, tak perlu khawatir kanker akan menyerang organ kewanitaan Anda.
Waktu munculnya gejala HPV bisa bervariasi, dari beberapa minggu hingga bertahun-tahun setelah infeksi. HPV sering kali tidak menunjukkan gejala langsung, terutama jika infeksinya ringan. Pada tipe yang berisiko tinggi, perubahan sel bisa baru terlihat dalam 10-15 tahun dan bisa berkembang menjadi kanker serviks.
Gejala awal kanker serviks sering tidak terasa, namun bisa meliputi pendarahan di luar haid, nyeri saat berhubungan intim, keputihan yang berbau, atau nyeri panggul.
HPV terutama menular melalui kontak kulit ke kulit saat aktivitas seksual, termasuk hubungan intim, kontak genital, atau oral. HPV bisa menular meski tanpa penetrasi. Penggunaan kondom dapat membantu mengurangi risiko, namun tidak sepenuhnya melindungi karena area kulit yang terbuka.
Infeksi HPV tidak selalu seumur hidup. Pada banyak kasus, sistem imun tubuh bisa membersihkan virus ini dalam 1-2 tahun. Namun, tipe HPV berisiko tinggi dapat menetap dan berpotensi menyebabkan kanker jika tidak terdeteksi atau diobati dengan tepat.