Kelainan Sperma, Penyebab Gangguan Kesuburan Pria

Senin, 23 September 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Gangguan kesuburan pria dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya yakni kelainan sperma

Kelainan Sperma, Penyebab Gangguan Kesuburan Pria

Banyak pasangan suami istri yang mengeluhkan sulit hamil dan memiliki keturunan, tetapi ternyata belum melakukan hubungan seksual dengan teratur dalam frekuensi yang tepat. Beberapa melakukannya setiap minggu sekali, atau bahkan setiap hari.


Padahal, hubungan suami istri sebaiknya dilakukan setiap dua hari sekali. Mengapa demikian?


Kehamilan terjadi saat sel telur wanita bertemu dengan sperma yang sehat. Sperma membutuhkan waktu selama 2-7 hari untuk pematangannya di dalam organ reproduksi pria. Sementara itu, wanita hanya memiliki masa subur satu kali dalam siklus haidnya.


Masa subur ini hanya bertahan selama satu hari. Karenanya, sangat penting menentukan waktu yang tepat untuk melakukan hubungan suami istri sehingga dapat terjadi suatu kehamilan.


Pada saat sperma tumpah di luar mulut rahim setelah berhubungan, sperma harus bisa masuk ke dalam rahim dengan kekuatan ekornya, karena mulut rahim memiliki lendir serviks yang tebal.


Sperma yang diizinkan masuk melewati mulut rahim ini hanyalah sperma yang geraknya maju dan bentuknya normal. Sperma yang berhasil masuk melewati lendir mulut rahim/serviks akan membuahi sel telur di saluran tuba fallopi.


Dinding sel telur tebal dan berlapis-lapis sehingga perlu dilunakkan oleh banyak sperma. Salah satu faktor yang berperan melunakkannya ialah enzym hyaluronidase yang terdapat pada kepala sperma.


Maka itu, jika jumlah sperma yang menempel pada sel telur kurang dari 200.000, sel telur tersebut akan sulit dibuahi karena lebih sulit untuk menembus dindingnya. Meski demikian, hanya akan ada satu sperma yang berhasil membuahi satu sel telur tersebut.


Diagnosis Kelainan Sperma

Salah satu faktor penyebab kegagalan terjadinya kehamilan adalah adanya kelainan sperma, yang dapat diketahui dari hasil analisis sperma di laboratorium. Yang perlu diperhatikan dalam menilai hasil analisis sperma adalah bentuk, jumlah, dan geraknya.


Selain itu, WHO juga menyarankan untuk melihat bentuk kepala, leher, dan ekor sperma untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih baik.


Apabila hasil analisis sperma dinyatakan tidak normal, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang setidaknya satu kali, tetapi ketika hasilnya masih belum normal juga, maka dapat dilakukan pemeriksaan sekali lagi dengan jarak tidak lebih dari 3 minggu dari hasil analisis yang pertama.


Sebelum melakukan analisis sperma, pasangan suami istri harus menunda hubungan seksual selama 2-7 hari.


Baca juga: Kenali Gangguan Kesuburan pada Pria


Jenis-jenis Kelainan Sperma

Ada beberapa jenis kelainan sperma yang dilihat dari ukuran, bentuk, hingga jumlahnya, antara lain: 


Aglutinasi 

Aglutinasi terjadi saat adanya perlengketan antar sperma ketika akan masuk ke dalam organ reproduksi wanita. Seharusnya, sperma yang masuk ke organ reproduksi wanita ini “berlari sendiri-sendiri” menuju rahim. Apabila “bergandengan”, maka sperma tidak dapat masuk ke dalam rahim.


Hematospermia

Hematospermia atau hemospermia adalah semen yang keluar bersama air mani, mengandung darah merah.


Leukospermia 

Leukospermia adalah kelainan adanya leukosit berjumlah lebih dari 1 juta per mililiternya dalam cairan semen.


Oligospermia

Oligospermia terjadi saat jumlah sperma kurang dari 15 juta per mililiter, atau kurang dari 39 juta dalam satu kali ejakulasi. Apabila jumlah sperma kurang dari 5 juta namun lebih dari 500 ribu, maka kondisi ini dinamakan ekstrem oligospermia/oligospermia berat. Sementara apabila jumlahnya kurang dari 500 ribu, disebut cryptospermia/hanya sedikit sekali. \


Azoospermia 

Tidak ada sel sperma sama sekali saat ejakulasi.


Asthenospermia

Sperma yang bergerak maju jumlahnya hanya di bawah 32 persen persen saat memasuki organ reproduksi wanita.


Teratozoospermia

Sperma yang bentuknya normal kurang dari 4 persen, mulai dari kepala, bagian tengah, dan ekor.


Oligoteratoasthenozoospermia

Jumlah, gerak, dan bentuk sperma bermasalah.


Baca juga: Gangguan Kesuburan Primer dan Sekunder, Apa Bedanya?


Hanya hematospermia yang dapat dilihat langsung/melalui makroskopis. Sementara berbagai kelainan sperma lainnya dapat diketahui melalui analisis sperma di laboratorium.

Ada berbagai cara untuk meningkatkan kualitas sperma dan menangani kelainan sperma.


Salah satunya adalah memodifikasi gaya hidup menjadi lebih sehat, dengan olahraga yang tepat dan terukur serta mengonsumsi makanan yang bergizi dan seimbang. Gaya hidup yang baik ini dapat meningkatkan kualitas hidup, yang berdampak pada tubuh yang lebih sehat dan kuat, sehingga dapat berdampak positif pula pada kualitas sperma nantinya. 


FAQ Kelainan Sperma


Kelainan Sperma Ada Berapa?

Kelainan sperma ada beberapa jenis, seperti oligospermia (jumlah sperma sedikit), asthenozoospermia (gerakan sperma lambat), teratozoospermia (bentuk sperma abnormal), dan azoospermia (tidak ada sperma sama sekali).


Apa Itu Azoospermia dan Oligospermia?

Azoospermia adalah kondisi di mana tidak ada sperma sama sekali dalam air mani, sementara oligospermia adalah ketika jumlah sperma sangat sedikit, biasanya kurang dari 15 juta sperma per mililiter.


Bagaimana Cara Menyembuhkan Teratozoospermia?

Menyembuhkan teratozoospermia, yang terkait dengan bentuk sperma abnormal, melibatkan beberapa pendekatan. Ini termasuk perbaikan gaya hidup seperti makan makanan bergizi, menghindari alkohol dan rokok, mengelola stres, serta minum suplemen yang mendukung kesehatan sperma.


Asthenozoospermia Apakah Mandul?

Asthenozoospermia, yaitu kondisi di mana sperma memiliki gerakan lambat atau tidak normal, tidak langsung menyebabkan kemandulan. Namun, hal ini bisa mengurangi peluang sperma membuahi sel telur.


Oligoteratozoospermia Apakah Bisa Punya Anak?

Oligoteratozoospermia, yaitu kondisi dengan jumlah dan bentuk sperma yang abnormal, bisa mengurangi peluang memiliki anak secara alami. Namun, banyak pria dengan kondisi ini masih bisa punya anak dengan bantuan medis, seperti inseminasi buatan atau IVF (bayi tabung).