Post-COVID Syndrome adalah gejala yang bertahan atau muncul setelah sembuh dari COVID-19, seperti kelelahan, sesak napas, dan masalah konsentrasi.
Post-COVID syndrome merupakan sejumlah masalah kesehatan atau gejala yang baru, kembali muncul, atau terus terjadi selama 4 minggu atau lebih sejak pertama kali Anda terinfeksi virus penyebab COVID-19.
Walaupun mayoritas penderita COVID-19 akan membaik dalam beberapa minggu setelah sakit, sebagian penderita mengalami post-COVID syndrome yang gejalanya menetap selama beberapa waktu setelah sembuh. Kondisi ini sangat bervariasi dan memiliki jangka waktu yang berbeda antar penyintas COVID-19.
Post-COVID syndrome tidak hanya terjadi pada penyintas COVID-19 yang bergejala berat saja. Penyintas COVID-19 dengan gejala ringan, bahkan tidak bergejala, juga dapat mengalaminya.
Gejala-gejala yang sering dilaporkan antara lain: sesak napas/sulit bernapas lega, fatigue/rasa lelah, gejala yang dirasa memburuk setelah aktivitas/post-exertion malaise, kesulitan berpikir/berkonsentrasi/brain fog, batuk, nyeri dada/perut, pusing, rasa berdebar, nyeri otot/sendi, rasa kesemutan, diare, gangguan tidur, demam, pusing ketika berdiri/lightheadedness, ruam kulit, perubahan suasana hati, perubahan kemampuan indra penciuman/perasa, perubahan siklus menstruasi, dan rambut rontok.
Penelitian Lancet yang dipimpin oleh ilmuwan dari University College London (UCL), merupakan penelitian peer-reviewed terbesar tentang post-COVID syndrome yang melibatkan 3.765 partisipan dari 56 negara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari 91 persen partisipan membutuhkan waktu lebih dari 35 minggu untuk pulih sepenuhnya. Selama sakit, partisipan mengalami rata-rata 55,9 gejala yang melibatkan 9,1 sistem organ.
Gejala yang paling sering ditemukan setelah bulan keenam adalah kelelahan, post-exertion malaise, dan gangguan kognitif. Sebanyak 85,9 partisipan mengalami kekambuhan gejala yang terutama dicetuskan oleh olahraga, aktivitas fisik atau mental, serta stres.
Sedangkan sebanyak 1.700 partisipan membutuhkan pengurangan waktu kerja. Gangguan kognitif atau ingatan ditemukan di seluruh grup usia. Sebagian penderita COVID-19 yang bergejala berat mengalami dampak multiorgan atau kondisi autoimun dalam waktu yang lebih panjang dengan gejala yang menetap hingga beberapa bulan setelahnya.
Dampak multiorgan dapat melibatkan banyak sistem tubuh, seperti jantung, paru, ginjal, kulit, dan fungsi otak. Kondisi autoimun terjadi ketika sistem imun mengalami kesalahan dan menyerang sel-sel sehat dalam tubuh, yang menyebabkan inflamasi (peradangan) atau kerusakan jaringan di berbagai bagian tubuh.
Walau sangat jarang, beberapa orang, terutama anak-anak, mengalami multisystem inflammatory syndrome (MIS) sesaat atau segera setelah mengalami infeksi COVID-19. MIS merupakan kondisi di mana berbagai organ tubuh mengalami inflamasi, termasuk jantung, paru, ginjal, otak, kulit, mata, atau sistem pencernaan.
Hingga saat ini belum diketahui apa penyebabnya. MIS merupakan kondisi serius dan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang perlu diwaspadai sebagai MIS adalah adanya demam disertai minimal satu dari gejala berikut: nyeri perut, kemerahan pada mata, diare, pusing atau lightheadedness, ruam kulit, dan muntah.
Penderita COVID-19 usia berapa pun dapat mengalami post-COVID syndrome. Walau post-COVID syndrome pada usia dewasa lebih sering terjadi dibandingkan grup usia anak atau remaja, tetapi kelompok anak dan remaja tetap berisiko mengalami post-COVID syndrome.
Penelitian menunjukkan gejala jangka panjang pada anak, baik yang memiliki gejala ringan atau berat (termasuk MIS), antara lain kelelahan/fatigue, pusing, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, nyeri otot dan sendi, serta batuk.
Cara paling baik untuk mencegah post-COVID syndrome adalah mencegah terjadinya infeksi COVID-19. Bagi Anda yang memenuhi syarat untuk vaksinasi, segera lakukan vaksinasi COVID-19 secepatnya sehingga dapat mengurangi risiko terkena COVID-19 serta melindungi orang sekitar Anda.
COVID panjang didiagnosis melalui pengecekan gejala yang bertahan lebih dari 4 minggu setelah infeksi awal. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, tes laboratorium, dan pemeriksaan medis untuk menilai gejala yang dialami, serta menyingkirkan kondisi lain yang mungkin mirip.
Efek jangka panjang COVID-19 bisa berupa kelelahan kronis, gangguan pernapasan, nyeri sendi, dan masalah kognitif seperti kesulitan fokus atau ingatan. Beberapa orang juga mengalami kecemasan, depresi, dan gangguan tidur yang bertahan berbulan-bulan setelah sembuh.
COVID bisa memengaruhi jantung dengan menyebabkan peradangan pada otot jantung (miokarditis) dan gangguan ritme jantung. Hal ini dapat meningkatkan risiko masalah jantung jangka panjang, bahkan pada orang yang awalnya sehat, terutama jika infeksi parah.
COVID jangka panjang bisa berkurang seiring waktu, tapi bagi sebagian orang, gejalanya bisa bertahan lama. Pemulihan sangat bervariasi, tergantung pada kondisi tubuh dan pengobatan yang diterima. Beberapa orang mungkin merasa lebih baik setelah beberapa bulan, sementara lainnya bisa membutuhkan perawatan lebih lanjut.