Pemeriksaan TORCH biasa dilakukan pada ibu hamil, untuk ditangani sedini mungkin sebagai upaya mencegah komplikasi pada janin akibat infeksi parasit khusus.
Kehamilan dan kelahiran buah hati yang sehat tanpa kekurangan satu apa pun tentunya merupakan dambaan setiap orangtua. Sebagai langkah bijaksana mempersiapkan kehamilan yang sehat, sangat penting untuk memeriksakan kondisi kesehatan ibu secara matang sebelum hamil, karena gaya hidup dan riwayat kesehatan ibu berpengaruh besar terhadap kesehatan kehamilan.
Para calon ibu pun harus mewaspadai ancaman infeksi berbagai virus yang membahayakan tumbuh kembang janin. Untuk memastikan kondisi kesehatan sang ibu pra-kehamilan, ada beberapa tes yang harus dijalani, salah satunya adalah tes TORCH.
TORCH singkatan dari Toxoplasmosis, Other Infection (sifilis), Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan Herpes Simplex Virus (HSV). Meski istilah TORCH hanya menyebutkan lima infeksi klasik, kategori ‘Other Infection’ sekarang juga mencakup HIV, VZV (varicella), Parvovirus B19, Enterovirus, dan lainnya.
Infeksi TORCH awalnya menyerang orang dewasa, khususnya tubuh ibu, penularan ke bayi terjadi melalui plasenta atau selama proses persalinan. Jenis infeksi ini adalah kelompok penyakit yang didapat secara kongenital dan menyebabkan morbiditas serta mortalitas signifikan pada neonatus. Setiap infeksi memberikan dampak yang berbeda, tetapi ada banyak kesamaan dalam mekanisme terjadinya infeksi.
Infeksi TORCH dicurigai sebagai penyebab terjadinya berbagai komplikasi kehamilan, termasuk bayi lahir cacat, gangguan pendengaran, bahkan tuli, intra uterine growth retardation (IUGR), microcephaly, kalsifikasi intrakranial, konjungtivitis, ruam, hepatosplenomegali, atau trombositopenia.
Ada beberapa kondisi yang dicurigai menjadi faktor pemicu seseorang terinfeksi virus TORCH di kalangan kaum hawa. Wanita yang memelihara kucing maupun membersihkan kotoran kucing, menjalani perilaku seksual berisiko, dan gemar makan daging yang tidak matang, dianggap memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit yang berkaitan dengan infeksi TORCH.
Baca juga: Siapkan Kehamilan Anda dengan Imunisasi
Pemeriksaan TORCH adalah skrining yang dilakukan untuk mendeteksi penyakit infeksi TORCH. Tes ini terutama penting dilakukan pada perempuan yang hendak menjalani program kehamilan.
Hasil pemeriksaan TORCH dilakukan dengan memantau perkembangan dua jenis antibodi terhadap zat berbahaya seperti virus dan bakteri, yakni:
Hasil negatif pada kedua antibodi menunjukkan bahwa pasien tidak sedang maupun pernah terinfeksi TORCH.
Baca juga: Pemeriksaan Kehamilan Tentukan Kualitas Hidup Anak
Tujuan utama pemeriksaan TORCH adalah untuk mendeteksi kemungkinan terinfeksi salah satu virus TORCH. Biasanya, dokter spesialis kebidanan dan kandungan akan menyarankan pemeriksaan TORCH pada wanita yang hendak merencanakan kehamilan.
Sebab, ibu hamil yang terinfeksi virus TORCH selama kehamilan dapat menularkannya kepada janin. Infeksi TORCH pada janin sendiri menyebabkan beragam masalah, mulai dari gangguan otak dan sistem saraf, seperti kejang, keterlambatan pertumbuhan, hingga kelainan kongenital.
Tak hanya melakukan screening dini TORCH, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan aktivitas gaya hidup sehat serta menghindari aktivitas seksual berisiko.
Selain itu, pemeriksaan TORCH juga dapat dilakukan pada bayi baru lahir apabila menunjukkan gejala, seperti berat lahir dan panjang badan yang lebih kecil dari pada yang seharusnya, mengalami kejang, kelainan jantung, katarak kongenital, pembesaran hati dan limpa, serta penyakit kuning (jaundice).
Baca juga: Pemeriksaan Kehamilan Trimester 1, Apa yang Perlu Diperhatikan?
Guna memastikan potensi terinfeksi virus TORCH, sekaligus menentukan penanganannya, para calon ibu disarankan untuk menjalankan pemeriksaan TORCH sebelum mengandung. Tes TORCH tersebut sebaiknya dilakukan setidaknya enam bulan sebelum terjadinya pembuahan (konsepsi).
Selain itu, dokter spesialis kebidanan dan kandungan juga bisa menyarankan pemeriksaan TORCH kembali saat pemeriksaan kehamilan pertama kali. Ibu juga disarankan menjalani skrining TORCH saat ibu hamil mulai mengalami gejala infeksi penyakit TORCH.
Baca juga: Yoga Ibu Hamil, Ketahui Manfaat dan Gerakan yang Dianjurkan
Prosedur tes TORCH sendiri bersifat cukup sederhana, yaitu dengan pengambilan sampel darah orang yang akan diperiksa. Sampel darah yang diambil nantinya akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa IgM dan IgG TORCH.
Selain pengambilan dan pemeriksaan sampel darah, dokter juga akan melakukan anamnesis faktor risiko TORCH serta pemeriksaan fisik untuk mencari adanya gejala TORCH yang dialami oleh ibu.
Melalui hasil pemeriksaan, dokter dapat menilai apakah pasien pernah, sedang, atau tidak mengalami infeksi. Dengan demikian, barulah dokter bisa menentukan langkah penanganan yang sesuai, termasuk peresepan obat yang sesuai.
Oleh karena itu, bagi Anda yang akan merencanakan kehamilan, sedang hamil dan merasakan keluhan mirip dengan gejala penyakit infeksi TORCH, maupun sebagai persiapan pranikah, sebaiknya lakukan konsultasi dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan. Pemeriksaan TORCH yang dilakukan sebelum pernikahan, bisa menjadi langkah awal untuk mencegah terjadinya komplikasi kehamilan yang bisa membahayakan janin.
Baca juga: Pantau Tumbuh Kembang Janin Setiap Saat
Jika pemeriksaan TORCH memberikan hasil positif, berarti individu mengalami infeksi TORCH. Untuk menanganinya, dokter akan memberikan perawatan yang sesuai, seperti obat antivirus atau antibiotik, tergantung jenis infeksinya. Dengan demikian, risiko komplikasi kehamilan yang membahayakan janin, bisa dicegah.
Tes TORCH sebaiknya dilakukan pada trimester pertama kehamilan, sekitar usia 8-12 minggu. Pemeriksaan ini penting untuk mendeteksi infeksi yang bisa mempengaruhi kesehatan janin, seperti toksoplasma, rubella atau campak jerman, CMV, dan virus herpes simplex.
Tes TORCH meliputi pemeriksaan untuk mendeteksi infeksi Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan herpes simplex (HSV). Pemeriksaan yang dilakukan dengan mengambil darah dari orang yang akan diperiksa ini juga memeriksa kemungkinan terjadinya infeksi virus lain, seperti sifilis, HIV, VZV (varicella), parvovirus B19, dan Enterovirus. Yang mana infeksi ini berisiko menyebabkan bayi lahir cacat, maupun komplikasi kehamilan lain pada janin.