Tips nyaman puasa bagi penyandang diabetes: pantau gula darah, pilih makanan sehat saat sahur/berbuka, minum cukup air, dan konsultasi rutin dengan dokter.
Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi sel tubuh manusia. Akan tetapi, pada penyandang diabetes, glukosa tersebut tidak dapat digunakan secara efektif oleh tubuh.
Mengapa demikian? Kadar gula (glukosa) dalam darah dikendalikan oleh hormon insulin yang diproduksi pankreas. Namun, pada penyandang diabetes, pankreas tidak mampu memproduksi insulin sesuai kebutuhan tubuh. Tanpa insulin yang cukup, sel-sel tubuh tidak dapat menyerap dan mengolah glukosa menjadi energi.
Hal ini menjadikan glukosa menumpuk yang akhirnya menyebabkan tingginya kadar gula dalam darah. Kondisi diabetes dapat menimbulkan berbagai gangguan pada organ tubuh. Jika tidak terkontrol dengan baik, diabetes dapat menimbulkan komplikasi yang berisiko mengancam nyawa.
Secara garis besar, ada 4 kelompok besar diabetes, yaitu:
Terjadi karena adanya kerusakan pada sel beta pankreas yang menghasilkan insulin untuk mengubah glukosa menjadi energi. Jadi, penyandang diabetes tipe 1 ini hanya memiliki insulin dalam jumlah yang sangat sedikit dalam tubuhnya. Karenanya, mereka memerlukan suntikan insulin untuk mengubah glukosa menjadi energi. Diabetes tipe 1 ini biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja
Kasus diabetes yang paling banyak terjadi di seluruh dunia. Pada awalnya penyandang diabetes tipe ini memiliki insulin yang cukup di tubuh, tetapi tidak bekerja dengan baik atau yang dikenal dengan resistensi insulin. Oleh karenanya, tubuh memproduksi lebih banyak insulin untuk dapat mencukupi kebutuhan agar dapat memproses kelebihan gula dengan baik.
Dalam jangka panjang, produksi insulin yang berlebihan untuk mengatasi resistensi insulin tersebut akan mengakibatkan penurunan fungsi sel beta pankreas. Ketika hal tersebut terjadi secara bermakna, kadar gula darah akan menjadi tidak terkendali.
Terjadinya diabetes tipe 2 juga sering berhubungan dengan kebiasaan atau gaya hidup yang kurang sehat seperti kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi kalori, kurang aktivitas fisik (sedentari), kegemukan, stres, dan merokok. Risiko diabetes akan semakin meningkat jika didapatkan faktor genetik (keturunan)
Kondisi kadar gula darah tinggi yang terjadi hanya pada saat kehamilan. Ketika seorang wanita hamil kadar gula darahnya tinggi, tetapi setelah melahirkan bayinya, kadar gula darahnya kembali normal. Kondisi diabetes akan hilang setelah kehamilan selesai, tetapi penyandang diabetes tipe ini berisiko terkena diabetes tipe 2 di masa mendatang
Diabetes yang disebabkan karena kondisi kesehatan lain yang berdampak pada peningkatan kadar gula darah seperti adanya gangguan pada pankreas, kelainan hormon-hormon lain dalam tubuh, atau penggunaan obat-obatan tertentu.
Setelah memahami jenis-jenis diabetes, fokus pada artikel terkait puasa nyaman penyandang diabetes ini adalah untuk para penyandang diabetes tipe 2. Pada prinsipnya, penyandang diabetes boleh saja menjalankan ibadah puasa, asalkan kadar gula darahnya terkontrol baik dan tidak memiliki penyakit serius lainnya, seperti penyakit jantung atau ginjal.
Berpuasa sendiri sebenarnya memiliki banyak manfaat untuk para penyandang diabetes, antara lain:
Ketika berpuasa, penyandang diabetes ‘dipaksa’ untuk menjalani pola makan yang lebih terjaga dan teratur, serta asupan kalori yang relatif sama. Puasa juga membantu mengatur peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam tubuh.
Asalkan ketika sahur dan berbuka, Anda memilih makanan dengan bijak. Hindari makanan sahur dan tajil berbuka puasa yang dimasak dengan teknik deep fried atau digoreng dengan minyak yang banyak.
Saat berpuasa, tubuh akan mengurangi produksi hormon tertentu seperti hormon adrenalin yang menjadi penyebab meningkatnya tekanan darah
Ketika berpuasa, tubuh akan mendaur ulang sel imun yang tidak diperlukan, terutama sel-sel yang sudah rusak, sehingga sistem kekebalan tubuh Anda pun diperbarui kembali.
Nah, begitu banyak manfaat berpuasa tadi mungkin membuat Anda semakin semangat berpuasa. Namun, jika Anda penyandang diabetes dan ingin berpuasa, sebaiknya cek dulu apakah Anda termasuk dalam kategori pengelompokkan/stratifikasi risiko di bawah ini.
Stratifikasi risiko merupakan aspek penting dari semua rekomendasi diabetes dan Ramadan. Pedoman dari IDF-DAR tahun 2021 membagi stratifikasi risiko berpuasa Ramadan pada penyandang diabetes menjadi 3 tingkatan kategori, yaitu:
Sistem penilaian dirancang dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang dianggap mempengaruhi puasa (dapat dilihat pada tabel berikut ini).
Sumber: Pedoman Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Individu Dewasa di Bulan Ramadan – Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI)
Untuk individu tertentu, setiap elemen risiko harus dinilai dan dihitung skornya. Skor yang didapatkan akan menentukan tingkat risiko keseluruhan bagi individu yang ingin berpuasa selama Ramadan (dapat dilihat pada tabel perhitungan di bawah ini).
Pengalaman berpuasa Ramadan seseorang dapat bervariasi setiap tahun, karena itu stratifikasi risiko perlu diperbarui setiap tahunnya supaya dapat menjalani puasa dengan aman.
Sumber: Pedoman Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Individu Dewasa di Bulan Ramadan – Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI)
Jadi, apabila Anda termasuk dalam kategori yang tidak direkomendasikan dan tidak dianjurkan untuk berpuasa, ada baiknya untuk tidak memaksakan diri. Di samping itu, penyandang diabetes disarankan untuk membatalkan puasanya jika:
Pemantauan gula darah harus dilakukan dengan lebih ketat untuk mencegah terjadinya komplikasi selama berpuasa, yaitu:
Hipoglikemia adalah penurunan kadar gula darah di bawah kadar normal (kurang dari 70 mg/dl-3,9 mmol/l). Hiperglikemia adalah kenaikan gula darah di atas kadar normal (di atas 300 mg/dl-16,6 mmol/l) yang dapat menyebabkan ketoasidosis diabetik Kedua hal tersebut dapat terjadi pada penyandang diabetes yang berpuasa.
Gangguan tersebut terjadi ketika sel-sel tubuh tidak mendapatkan cukup glukosa, tubuh mulai membakar lemak untuk energi. Ketika tubuh membakar lemak, bukan glukosa, hal tersebut memproduksi limbah yang disebut keton. Keton dapat membuat kondisi darah menjadi asam dan ini bisa menjadi hal yang berbahaya.
Risiko ketoasidosis diabetik dapat meningkat lebih lanjut karena pengurangan insulin yang berlebihan dan berdasarkan asumsi bahwa asupan makanan berkurang selama sebulan.
Puasa selama bulan Ramadan dapat menyebabkan dehidrasi karena kurangnya asupan cairan serta cuaca panas dan lembap. Dehidrasi kemudian dapat menghasilkan viskositas atau kekentalan pada darah yang lebih tinggi, yang meningkatkan kemungkinan trombosis atau terjadinya bekuan darah.
Bagi penyandang diabetes yang memilih untuk berpuasa selama bulan Ramadan, penting untuk minum banyak air selama jam-jam non-puasa. Tetap terhidrasi dapat membantu mencegah dehidrasi dan komplikasi terkait.
Komplikasi yang mungkin terjadi cukup mengkhawatirkan. Karenanya, sebelum memutuskan untuk ikut berpuasa selama bulan Ramadan, penyandang diabetes sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter spesialis penyakit dalam atau dokter spesialis penyakit dalam subspesialis endokrin, metabolik, dan diabetes, karena kondisi tubuh setiap penyandang diabetes berbeda-beda dan memerlukan penanganan atau terapi yang berbeda-beda pula.
Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, mengevaluasi gula darah Anda, dan menentukan apakah kondisi tubuh Anda aman untuk menjalani ibadah puasa. Jika kadar gula darah terkontrol dengan baik, ibadah puasa tentu dapat dilakukan tanpa kendala. Selain berkonsultasi dengan dokter, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh penyandang diabetes ketika berpuasa untuk menghindari terjadinya komplikasi, antara lain:
Ibadah puasa memang diwajibkan untuk seluruh umat Islam, meski demikian bagi Anda yang hidup dengan diabetes, ada baiknya mempertimbangkan kembali kondisi Anda sebelum menjalaninya. Karenanya, penyandang diabetes disarankan untuk menjalani pemeriksaan kesehatan dan berkonsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam atau dokter spesialis penyakit dalam subspesialis endokrin, metabolik, dan diabetes setidaknya 1 – 2 bulan sebelum hendak menjalani ibadah puasa.
Penderita diabetes tipe 2 boleh berpuasa di bulan Ramadan jika kondisinya stabil, tetapi harus berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Penting untuk mengatur pola makan, obat, dan memantau kadar gula darah agar tetap aman selama berpuasa.
Gula darah saat puasa idealnya di bawah 100 mg/dL. Jika mencapai 100-125 mg/dL, itu disebut pradiabetes. Namun, jika gula darah Anda saat puasa lebih dari 126 mg/dL, ini bisa mengindikasikan diabetes dan perlu pemeriksaan lebih lanjut.
Puasa dapat membantu menormalkan gula darah, terutama bagi penderita pradiabetes, karena membantu mengontrol asupan kalori dan meningkatkan sensitivitas insulin. Namun, bagi penderita diabetes, puasa harus dilakukan dengan pengawasan dokter untuk mencegah risiko hipoglikemia atau gula darah rendah.