Mengenal Proses Transfer Embrio, Tahapan Terakhir Proses IVF

Oleh Tim RS Pondok Indah

Jumat, 04 Oktober 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Transfer embrio adalah tahap terakhir prosedur bayi tabung, di mana embrio yang telah dibuahi ditanam ke rahim calon ibu. Pahami prosedurnya lebih lanjut di sini!

Mengenal Proses Transfer Embrio, Tahapan Terakhir Proses IVF

Bayi tabung merupakan teknologi reproduksi berbantu (assisted reproductive technology) yang melibatkan berbagai tahapan kompleks guna mengatasi gangguan kesuburan. Dalam proses bayi tabung, embrio transfer adalah tahap terakhir, yang ketika berhasil akan dilanjutkan dengan suatu kehamilan. 


Apa itu Transfer Embrio?

Transfer embrio adalah tahap terakhir dari prosedur bayi tabung, yang hasilnya berupa kehamilan (saat prosedur bayi tabung berhasil) dan tidak hamil (yang menandakan prosedur bayi tabung tidak berhasil). 

Ada 2 jenis transfer embrio berdasarkan jenis spesimennya, yakni transfer embrio segar (fresh embryo transfer) dan transfer embrio beku (frozen embryo transfer). Keduanya menggunakan langkah atau prosedur yang sama, hanya saja embrio yang akan ditanam dalam rahim lah yang berbeda.


Proses pembuahan sel telur oleh sel sperma pada wadah khusus di laboratorium, akan menghasilkan beberapa pembuahan sekaligus. Sebanyak 1-2 embrio dengan kualitas terbaik pada proses pembuahan ini akan dimasukkan dalam rahim ibu, atau dikenal dengan teknik proses transfer embrio segar. Biasanya prosedur ini dilakukan dalam 3-7 hari setelah prosedur pengambilan sel telur atau ovum pickup (OVU). 


Embrio lain yang tidak ditanam ke dalam rahim akan disimpan dengan cara dibekukan dalam nitrogen cair pada suhu -196°C, sebagai cadangan, jika proses bayi tabung yang pertama belum berhasil. Proses transfer embrio beku (FET) bisa dilakukan bertahun-tahun setelah embrio dibekukan, sampai pasangan siap untuk melakukan transfer embrio ke dalam rahim wanita.


Meskipun tidak selalu berhasil, FET meningkatkan kemungkinan hamil, karena pasangan dapat mencoba lagi untuk transfer embrio berikutnya tanpa harus melakukan fertilisasi in vitro dari awal yang memakan waktu lebih lama.


Baca juga: Cek Kesiapan Anda dan Pasangan Sebelum Program IVF



Proses Transfer Embrio

Proses transfer embrio pada bayi tabung termasuk sederhana yang kurang lebih sama dengan pemeriksaan PAP smear, yang tidak membutuhkan pembiusan. Umumnya, baik transfer embrio segar maupun beku, prosedurnya kurang lebih sama dan memakan waktu yang cukup singkat, sekitar 10 menit saja. 


Namun, untuk FET, dokter kandungan akan menambahkan terapi hormon untuk mengoptimalkan hasilnya. Terapi hormon, (baik dengan penggunaan koyo, diminum, maupun disuntikkan) yang dilakukan selama 2-3 minggu dengan konsumsi obat hormon, kemudian dilanjutkan dengan penyuntikan hormon selama 6 hari. Tujuan prosedur ini adalah untuk mempersiapkan rahim agar siap menjadi tempat melekatnya embrio.


Dokter spesialis IVF dan fertilitas juga akan menjadwalkan 2-3 kali kontrol selama periode terapi hormon ini, guna memantau kesiapan rahim calon ibu. Penilaian ini dilakukan dengan pemeriksaan USG dan tes darah guna mengetahui kadar hormon. Ketika dinilai sudah siap, barulah dokter akan menjadwalkan proses transfer embrio.


Prosedur transfer embrio jarang sekali menyebabkan nyeri hebat, tetapi Anda mungkin merasakan tidak nyaman, atau nyeri perut maupun kram perut ringan, setelahnya. Umumnya tindakan ini dilakukan pada ruangan khusus, tidak perlu di ruang operasi, dengan tahapan prosedur transfer embrio sebagai berikut ini:


  • Bagi beberapa pasien, penyuntikan obat anestesi ringan mungkin dilakukan, supaya lebih rileks.
  • Setelah anestesi bekerja atau pasien cukup rileks, dokter akan memulai dengan memasukkan spekulum atau cocor bebek ke dalam vagina
  • Proses kemudian akan dilanjutkan dengan memasukkan kateter, alat khusus seperti selang kecil yang panjang dan fleksibel, dari vagina melalui serviks hingga mencapai uterus (rahim).
  • Pada sisi kateter yang berada di luar tubuh Anda, akan dipasangkan spuit (alat suntik) berisi cairan, yang dalam cairan tersebut telah terkandung 1-2 embrio
  • Embrio tersebut akan disuntikkan ke dalam rahim dengan menggunakan spuit, melalui kateter


Prosedur ini dinyatakan berhasil jika embrio menempel serta bertumbuh dan berkembang pada dinding rahim. Anda dapat mengenali tanda embrio menempel setelah embrio transfer dengan terjadinya perdarahan implantasi, tidak menstruasi, mual, sering kencing, maupun tanda-tanda hamil awal yang lain. Namun, untuk memastikannya, Anda sebaiknya melakukan test pack yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan oleh dokter kandungan.


Meski dapat kembali beraktivitas seperti biasa, tanpa adanya pantangan, tetapi ovarium Anda mungkin masih membesar, sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman ketika berhubungan seksual maupun melakukan aktivitas yang berintensitas berat. Jadi, sebaiknya batasi kegiatan tersebut untuk sementara waktu, hingga dokter spesialis kebidanan dan kandungan memperbolehkannya.


Baca juga: Mitos dan Fakta Seputar Bayi Tabung


Efek Samping Transfer Embrio

Meski tergolong prosedur sederhana yang minim risiko, transfer embrio tetap memiliki beberapa efek samping, meliputi:


  • Keputihan atau flek ringan setelah transfer embrio, karena pengusapan serviks sebelum tindakan
  • Nyeri payudara karena tingginya kadar hormon estrogen
  • Perut kembung
  • Kram perut ringan
  • Konstipasi atau sembelit


Segera periksakan diri ke dokter spesialis IVF dan fertilitas bila keluhan yang Anda alami tidak kunjung membaik, bahkan makin parah, termasuk nyeri perut maupun perdarahan hebat. Setelah dokter memastikan kondisi, barulah penanganan yang sesuai bisa diberikan.


Anda juga disarankan untuk melakukan kontrol sesuai dengan arahan dokter kandungan untuk memantau hasil transfer embrio. Selain itu, kontrol sebelum tindakan juga akan memaksimalkan hasil dari prosedur ini.


Baca juga: Apakah PCOS Bisa Hamil? Harapan Memiliki Keturunan Bagi Wanita dengan PCOS



FAQ

Apakah Transfer Embrio Menyakitkan?

Prosedur transfer embrio umumnya tidak menyakitkan. Namun, pasien mungkin merasakan sedikit ketidaknyamanan. Setelah transfer embrio, sebagian pasien bisa mengalami kram perut ringan atau perasaan tidak nyaman pada perut yang biasanya hilang dalam beberapa jam.


Kapan Anda Dapat Mentransfer Embrio?

Embrio biasanya dapat ditransfer setelah proses pembuahan berhasil, biasanya 3 hingga 5 hari setelah pengambilan sel telur. Lakukan konsultasi dengan dokter kandungan untuk menentukan waktu yang tepat berdasarkan kondisi Anda dan pasangan.


Setelah Embrio Transfer Apa Harus Total Bed Rest?

Setelah menjalani proses embrio transfer, total bed rest (atau tirah baring total) tidak selalu diperlukan. Yang lebih penting adalah membatasi aktivitas fisik yang berintensitas berat dan menghindari stres berlebih selama setidaknya 48 jam setelah proses transfer embrio. Tetaplah rileks dan bergeraklah secukupnya, serta ikuti arahan dokter untuk hasil terbaik.


Dokter spesialis kebidanan dan kandungan subsepsialis fertilitas di RS Pondok Indah akan membantu Anda mewujudkan impian mendapatkan anak dengan optimal. Khususnya di IVF Centre yang berlokasi di RS Pondok Indah - Pondok Indah, Anda akan didampingi oleh staf berpengalaman untuk memaksimalkan program bayi tabung dari tiap tahapannya, termasuk saat transfer embrio, hingga lahirnya sang buah hati nanti.



Referensi:

  1. Cornelisse S, Fleischer K, et al,. Cumulative live birth rate of a blastocyst versus cleavage stage embryo transfer policy during in vitro fertilisation in women with a good prognosis: multicentre randomised controlled trial. bmj. 2024. (https://www.bmj.com/content/386/bmj-2024-080133.full). Diakses pada 27 September 2024.
  2. Gonzalez-Martin R, Palomar A, et al,. The impact of essential trace elements on ovarian response and reproductive outcomes following single euploid embryo transfer. International Journal of Molecular Sciences. 2023. (https://www.mdpi.com/1422-0067/24/13/10968). Diakses pada 27 September 2024.
  3. Gullo G, Basile G, et al . Fresh vs. frozen embryo transfer in assisted reproductive techniques: a single center retrospective cohort study and ethical-legal implications. European Review for Medical & Pharmacological Sciences. 2023. (https://www.researchgate.net/profile/Giuseppe-Gullo/publication/372567215_Fresh_vs_frozen_embryo_transfer_in_assisted_reproductive_techniques_a_single_center_retrospective_cohort_study_and_ethical-legal_implications/links/64beab22c41fb852dd98b9f3/Fresh-vs-frozen-embryo-transfer-in-assisted-reproductive-techniques-a-single-center-retrospective-cohort-study-and-ethical-legal-implications.pdf). Diakses pada 27 September 2024.
  4. Zhang Y, Fu X, et al,. Preparation of the endometrium for frozen embryo transfer: an update on clinical practices. Reproductive Biology and Endocrinology. 2023. (https://link.springer.com/article/10.1186/s12958-023-01106-5). Diakses pada 27 September 2024.
  5. Cleveland Clinic. IVF (In Vitro Fertilization). (https://my.clevelandclinic.org/health/treatments/22457-ivf). Direvisi terakhir 2 Maret 2022. Diakses pada 27 September 2024.
  6. Mayo Clinic. In vitro fertilization (IVF). (https://www.mayoclinic.org/tests-procedures/in-vitro-fertilization/about/pac-20384716). Direvisi terakhir 1 September 2023. Diakses pada 27 September 2024.