Apakah PPOK Menular? Ketahui Jawaban, Penanganan dan Pencegahan PPOK

Oleh Tim RS Pondok Indah

Selasa, 19 November 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

PPOK tidak akan menular ke orang lain. Tetapi penanganan PPOK tetap diperlukan untuk mencegah kerusakan paru lebih lanjut. Simak cara penanganan dan pencegahannya!

Apakah PPOK Menular? Ketahui Jawaban, Penanganan dan Pencegahan PPOK

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan kondisi yang merujuk pada kerusakan jaringan di saluran pernapasan, khususnya paru, akibat peradangan kronis. Penyebab penyakit paru obstruktif kronis adalah paparan asap rokok, polusi udara, maupun zat kimia berbahaya. 


Kondisi ini akan menyebabkan peradangan yang salah satu gejalanya adalah batuk kronis yang disertai dengan dahak. Mengingat risiko terjadinya komplikasi, penanganan PPOK yang tepat perlu diberikan sejak awal.


Selain itu, PPOK bersifat kronis progresif, artinya kerusakan jaringan yang dialami penderita PPOK tidak akan bisa kembali seperti semula, bahkan kerusakan bisa makin parah hingga terjadi pengurangan volume paru. Oleh karena itu, PPOK perlu ditangani dengan tepat, agar kerusakan yang terjadi tidak makin parah.


Apakah PPOK Menular?

Lalu, apakah PPOK menular? Jawabannya adalah tidak. Meskipun PPOK menyebabkan penderitanya mengalami batuk, kondisi ini tidak akan menular ke orang lain. Kecuali terjadi komplikasi, yang berupa infeksi saluran napas. Sebab, penderita PPOK juga lebih rentan mengalami infeksi saluran napas berulang yang mana bisa ditularkan ke orang lain.


Baca juga: Jangan Anggap Remeh Batuk Pilek pada Anak!



Diagnosis PPOK

Untuk memberikan penanganan yang sesuai, dokter spesialis paru dan pernapasan perlu menegakkan diagnosis PPOK terlebih dahulu. Dokter akan memulai dengan proses anamnesis untuk menanyakan keluhan serta riwayat kesehatan Anda terlebih dahulu, sekaligus menilai faktor risiko, maupun mencari tau penyebab PPOK.


Baru kemudian dokter melakukan pemeriksaan fisik paru, dengan melihat gerak dada saat bernapas, meraba adanya perubahan bentuk maupun ketidaksimetrisan gerakan dada saat bernapas, kemudian dilanjutkan dengan mengetuk permukaan jari yang diletakkan di ruas tulang dada, dan diakhiri dengan mendengarkan suara napas menggunakan stetoskop.


Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan data dari proses anamnesis kemudian dikonfirmasi melalui pemeriksaan penunjang, berupa:


  • Tes fungsi paru, menggunakan spirometri
  • Pemeriksaan kadar oksigen dalam darah atau saturasi oksigen menggunakan pulse oximetry
  • Pemeriksaan foto rontgen dada atau x-ray paru untuk melihat perubahan paru yang disebabkan oleh PPOK
  • Pemeriksaan CT-Scan dada untuk melihat lebih detil perubahan yang disebabkan oleh PPOK terhadap paru-paru
  • Analisa gas darah, yang diambil melalui darah arteri, untuk memastikan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah
  • Stress test atau pemeriksaan fungsi jantung, untuk melihat adanya penurunan kadar oksigen dalam darah ketika Anda beraktivitas
  • Rekam jantung atau elektrokardiogram (EKG), untuk memeriksa fungsi jantung dan menyingkirkan kemungkinan adanya keluhan karena penyakit jantung
  • Tes darah untuk memeriksa adanya defisiensi enzim alpha-1 antitrypsin
  • Tes genetik yang dilakukan menggunakan sampel darah biasa dilakukan jika dokter mencurigai adanya faktor genetik sebagai penyebab PPOK


Baca juga: Waspada Kanker Paru pada Non-Perokok


Penanganan PPOK

Tujuan penangan PPOK bukan untuk menyembuhkan karena kerusakan pada jaringan paru bersifat permanen. Jadi dokter akan melakukan penanganan untuk mengendalikan gejala, mengurangi frekuensi kekambuhan, serta menurunkan risiko terjadinya kematian akibat PPOK.


Beberapa penanganan PPOK yang bisa dilakukan oleh dokter adalah sebagai berikut ini:


  • Peresepan obat hirup, berupa inhaler maupun cairan yang diberikan secara nebulizer, dengan kandungan bronkodilator (obat untuk melebarkan saluran napas) dan kortikosteroid dengan tujuan meredakan peradangan. Sehingga saluran napas lebih terbuka lebar dan sesak napas bisa teratasi.
  • Terapi oksigen, untuk meningkatkan kadar oksigen dalam darah.
  • Rehabilitasi paru-paru, yang dilakukan untuk mempertahankan fungsi paru serta mengelola gejala PPOK.
  • Pemberian kortikosteroid saat terjadi eksaserbasi juga lebih efektif untuk mengurangi peradangan.
  • Terapi menggunakan udara bertekanan positif, khususnya saat terjadi eksaserbasi.
  • Peresepan obat antibiotik hanya dilakukan pada mereka yang mengalami infeksi paru berulang akibat bakteri.
  • Operasi untuk mengurangi volume paru atau lung volume reduction (LVR) dilakukan untuk mengangkat jaringan paru-paru yang telah rusak, sehingga jaringan yang sehat masih bisa berkembang
  • Operasi bullektomi atau tindakan pembedahan kantung udara yang terbentuk akibat rusaknya alveoli, sehingga aliran udara bisa lebih optimal
  • Operasi transplantasi paru-paru, merupakan penanganan pilihan terakhir yang akan disarankan oleh dokter jika kerusakan jaringan yang terjadi pada paru sangat luas. Tindakan ini merupakan satu-satunya pengobatan yang efektif dalam mengembalikan fungsi paru penderita PPOK.


Dokter spesialis paru dan pernapasan juga bisa meresepkan obat-obatan lain untuk mengurangi gejala yang Anda alami. Selain dengan pengobatan di atas, dokter akan meminta Anda untuk tidak merokok, bila memang merupakan perokok aktif. Olahraga rutin dan tindakan untuk menjaga kesehatan paru-paru juga akan disarankan untuk mengoptimalkan pengobatan PPOK.


Baca juga: Waspada Pneumonia pada Anak: Kenali Gejala dan Penanganannya!



Komplikasi PPOK

Bila tidak ditangani dengan tepat, PPOK bisa menyebabkan beberapa komplikasi, berupa:


  • Peningkatan kadar karbondioksida dalam darah (hiperkapnia)
  • Rendahnya kadar oksigen dalam darah (hipoksemia)
  • Infeksi saluran napas berulang, termasuk pneumonia
  • Penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk serangan jantung
  • Peningkatan produksi sel darah merah (polisitemia)
  • Peningkatan tekanan darah pada arteri paru yang kemudian menyebabkan hipertensi pulmonal
  • Gangguan kecemasan, bahkan depresi
  • Penumpukan udara di rongga pelapis paru (pneumothorax)
  • Gagal jantung kanan (cor pulmonale)
  • Gagal nafas
  • Kanker paru-paru


Baca juga: Jangan Abaikan Sinusitis! Kenali Penyebab, Gejala, dan Pengobatannya


Pencegahan PPOK

Beruntungnya, PPOK termasuk penyakit yang bisa dicegah. Anda bisa mencegah PPOK dengan menerapkan pola hidup sehat, yang berupa beberapa tips di bawah ini:


  • Berhenti merokok
  • Membatasi paparan polusi udara, debu, asap rokok, dan zat kimia berbahaya
  • Rutin cuci tangan menggunakan sabun
  • Jaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar
  • Jauhi kerumunan saat musim pilek atau insiden COVID sedang tinggi
  • Gunakan APD bila kerja di lingkungan yang berisiko
  • Gunakan masker jika sedang tidak enak badan atau menderita batuk pilek maupun flu
  • Pastikan untuk mendapatkan vaksin flu dan vaksin pneumonia sesuai dengan jadwal, serta konsultasikan dengan dokter terkait perlu tidaknya vaksin COVID maupun RSV bagi Anda
  • Berkonsultasilah dengan psikiater maupun dokter spesialis kejiwaan jika merasa sangat sedih atau mencurigai adanya gejala gangguan kesehatan mental, bahkan depresi


Mengingat PPOK adalah penyakit kronis progresif, yang artinya proses peradangan akan terus terjadi bahkan memburuk seiring dengan berjalannya waktu, maka penanganan yang tepat perlu segera diberikan. Jadi, bagi Anda yang merasakan keluhan menyerupai gejala PPOK dan termasuk memiliki faktor risiko terjadinya PPOK, sebaiknya pastikan dengan periksa ke dokter spesialis paru di RS Pondok Indah cabang terdekat.


Tidak hanya memberikan penanganan untuk masalah paru, khususnya PPOK, yang Anda alami, dokter spesialis paru dan pernapasan di RS Pondok Indah akan memberikan penanganan yang holistik. Jadi, pelayanan kesehatan yang diberikan akan lebih optimal. 



FAQ


Apa Dampak Jangka Panjang dari Penyakit PPOK?

PPOK dapat menyebabkan penurunan fungsi paru yang signifikan, membuat penderita sulit bernapas dalam aktivitas sehari-hari. Seiring waktu, PPOK dapat memengaruhi kesehatan jantung dan meningkatkan risiko infeksi paru berulang. Dampak ini bisa mempengaruhi produktivitas dan kualitas hidup, sehingga pengobatan dini sangat penting.


Apa Pantangan PPOK?

Penderita PPOK disarankan untuk menghentikan kebiasaan merokok, dan sebaiknya mengupayakan agar tidak terpapar asap rokok, polusi udara, maupun bahan kimia yang bisa memperburuk kondisi paru-paru. Selain itu, hindari aktivitas fisik berat yang bisa memperberat gejala. Makanan tinggi garam, gula, atau lemak jenuh juga perlu dibatasi untuk menjaga kesehatan paru-paru dan mencegah komplikasi.


Apakah Penderita PPOK Bisa Sembuh?

Pada dasarnya, tidak ada pengobatan yang bisa mengobati PPOK secara total. Namun, pengobatan PPOK yang diberikan oleh dokter bertujuan untuk membantu meredakan gejala dan mengurangi keparahan dari penyakit ini.



Referensi:

  1. Beijers RJ, Steiner MC, et al,. The role of diet and nutrition in the management of COPD. European Respiratory Review. 2023. (https://publications.ersnet.org/content/errev/32/168/230003). Diakses pada 1 November 2024.
  2. Bhatt SP, Rabe KF, et al,. Dupilumab for COPD with type 2 inflammation indicated by eosinophil counts. New England Journal of Medicine. 2023. (https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa2303951). Diakses pada 1 November 2024.
  3. Kahnert K, Jörres RA, et al,. The diagnosis and treatment of COPD and its comorbidities. Deutsches Ärzteblatt International. 2023. (https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10478768/). Diakses pada 1 November 2024.
  4. Lea S, Higham A, et al,. How inhaled corticosteroids target inflammation in COPD. European Respiratory Review. 2023. (https://publications.ersnet.org/content/errev/32/170/230084). Diakses pada 1 November 2024.
  5. World Health Organizations. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD). (https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/chronic-obstructive-pulmonary-disease-(copd)). Direvisi terakhir 16 Maret 2023. Diakses pada 1 November 2024.
  6. American Lung Association. Learn About COPD. (https://www.lung.org/lung-health-diseases/lung-disease-lookup/copd/learn-about-copd). Direvisi terakhir 11 Juli 2024. Diakses pada 1 November 2024.
  7. Centers for Disease Control and Prevention. About COPD. (https://www.cdc.gov/copd/about/index.html). Direvisi terakhir 15 Mei 2024. Diakses pada 1 November 2024.
  8. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Apa itu Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)? (https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/penyakit-paru-kronik/apa-itu-penyakit-paru-obstruktif-kronik-ppok). Direvisi terakhir 28 Agustus 2024. Diakses pada 1 November 2024.
  9. National Heart, Lung, and Blood Institute. What Is COPD? (https://www.nhlbi.nih.gov/health/copd). Direvisi terakhir 3 Oktober 2024. Diakses pada 1 November 2024.
  10. Cleveland Clinic. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). (https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/8709-chronic-obstructive-pulmonary-disease-copd). Direvisi terakhir 19 Agustus 2024. Diakses pada 1 November 2024.
  11. Mayo Clinic. COPD. (https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/copd/symptoms-causes/syc-20353679). Direvisi terakhir 30 Agustus 2024. Diakses pada 1 November 2024.