Pada kebanyakan kasus, penyakit usus buntu atau apendisitis memang perlu dioperasi. Namun, kapan operasi usus buntu perlu dilakukan? Simak penjelasannya di sini!
Penyakit usus buntu atau apendisitis terjadi ketika ada sumbatan pada usus buntu sehingga menyebabkan peradangan. Kondisi ini dapat menyebabkan penderitanya mengalami beragam gejala, mulai dari mual, demam, perut bagian kanan bawah terasa sakit, sampai nafsu makan berkurang.
Sumbatan pada usus buntu berasal dari feses yang masuk ke dalam saluran usus buntu atau sisa makanan yang tidak tercerna dengan baik. Sumbatan ini makin lama menumpuk dan menyebabkan infeksi. Ketika organ usus buntu terinfeksi, bakteri akan berkembang biak dengan cepat sehingga menyebabkan organ ini meradang, bengkak, hingga bernanah.
Kondisi ini bahkan bisa membuat penderita usus buntu memerlukan penanganan medis sesegera mungkin agar usus buntu tidak pecah dan mengancam nyawa penderitanya.
Waspadalah dengan gejala usus buntu, karena kondisi ini memerlukan penanganan secepat mungkin. Radang usus buntu biasanya ditandai dengan nyeri di perut bagian kanan bawah. Rasa nyeri ini bisa bermula di sekitar pusar, kemudian bertambah parah saat tekanan dalam rongga perut meningkat, yakni ketika penderita usus buntu batuk, mengejan, atau berjalan.
Jika mengalami gejala tersebut, Anda harus segera melakukan konsultasi ke dokter spesialis bedah digestif di RS Pondok Indah cabang terdekat. Sebelum memberikan penanganan yang sesuai, dokter akan terlebih dahulu memastikan bahwa kondisi yang Anda alami adalah benar karena usus buntu.
Baca juga: Nyeri Perut, Ketahui Penyebab, Gejala, dan Cara Meredakannya
Untuk menegakkan diagnosa, dokter akan menanyakan gejala yang Anda alami serta riwayat kondis medis pribadi juga riwayat penyakit dalam keluarga. Selain itu, dokter juga akan melakukan pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan panggul sebagai pemeriksaan fisik untuk mendiagnosa usus buntu.
Dokter juga akan melakukan beragam pemeriksaan penunjang berikut ini:
Baca juga: Infeksi Saluran Pencernaan, Sudah Biasa, tetapi Tidak Bisa Diabaikan
Dalam kebanyakan kasus, radang usus buntu akut harus dioperasi. Namun, tindakan operasi yang akan dilakukan oleh dokter sangat tergantung dengan kondisi pasien. Bila nyeri sangat hebat atau menunjukkan tanda usus buntu akan pecah, maka tindakan operasi harus segera dilakukan.
Namun, bila kondisi pasien masih tergolong ringan dan belum disertai komplikasi atau pecahnya usus buntu, ada kemungkinan dokter bisa mengobati usus buntu tanpa operasi. Dalam kasus seperti ini, biasanya dokter akan memantau kondisi usus buntu terlebih dahulu, sambil meresepkan obat-obatan untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri dan mencegah perparahan infeksi. Tindakan operasi mungkin akan dilakukan oleh dokter, tetapi tidak dalam waktu dekat.
Baca juga: Waspadai Kolitis Ulseratif, Penyakit Radang Usus Besar yang Kronis
Setelah dokter spesialis bedah digestif melakukan pemeriksaan untuk mengevaluasi kondisi Anda, dokter akan menentukan penanganan usus buntu yang tepat untuk kondisi Anda.
Pengobatan penyakit usus buntu belum tentu sama pada setiap pasien. Seperti yang disebutkan sebelumnya, pengobatan yang diberikan sangat tergantung pada kondisi radang usus buntu dan tingkat keparahannya.
Berikut ini adalah beberapa cara pengobatan usus buntu, yaitu:
Dokter akan meresepkan obat antibiotik yang berfungsi untuk menghentikan infeksi bakteri di dalam usus buntu. Selain obat antibiotik, dokter juga akan meresepkan obat analgetik guna mengurangi gejala nyeri perut yang dialami.
Jika sudah terinfeksi, penyakit usus buntu harus dioperasi. Pengangkatan usus buntu yang meradang umumnya aman dilakukan dan tidak akan mengganggu fungsi saluran pencernaan.
Teknik operasi usus buntu terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
Operasi usus buntu dengan laparoskopi dikenal juga dengan prosedur operasi minimal invasive. Metode ini dilakukan dengan membuat 2-3 sayatan sebesar lubang kunci di perut. Melalui sayatan tersebut, dokter akan memasukkan alat khusus untuk memotong dan mengangkat usus buntu.
Umumnya, pemulihan setelah operasi usus buntu dengan teknik ini lebih cepat. Rasa sakit yang dikeluhkan juga lebih minimal dibandingkan dengan teknik bedah terbuka.
Laparotomi disebut juga dengan operasi bedah terbuka. Operasi ini dilakukan dengan membuat sayatan sekitar 5-10 cm di bagian perut kanan bawah untuk membantu mengangkat usus buntu. Teknik bedah ini lebih banyak digunakan pada kasus usus buntu yang sudah pecah, dan infeksi menyebar ke rongga perut (peritonitis).
Operasi terbuka dianggap lebih baik dalam pengerjaannya, karena bisa membersihkan rongga perut dengan lebih maksimal. Namun, masa pemulihan bedah terbuka relatif lebih lama, dan meningkatkan risiko munculnya bekas luka sayatan maupun infeksi pada bekas luka operasi.
Meskipun terkadang usus buntu bisa ditangani tanpa operasi, perlu diingat bahwa radang bisa cepat memburuk dan menimbulkan komplikasi. Selain itu, hanya dokter yang dapat menentukan penanganan usus buntu yang tepat, setelah memeriksa kondisi pasien.
Oleh sebab itu, Anda tetap memerlukan pemeriksaan langsung oleh dokter ketika mengalami gejala usus buntu. Penyakit ini perlu mendapatkan penanganan yang tepat sesegera mungkin, khususnya jika usus buntu sudah sangat meradang, bernanah, bahkan pecah, sebelum membahayakan nyawa penderitanya.
Bila Anda mengalami gejala penyakit usus buntu, jangan ragu untuk memeriksakan diri ke Dokter Spesialis Bedah Digestif di RS Pondok Indah cabang terdekat guna mendapatkan evaluasi dan penanganan lebih lanjut. Dengan penanganan yang tepat, komplikasi penyakit usus buntu pun bisa dihindari.\
Baca juga: Apa Itu Sepsis? Ketahui Informasi Lengkapnya di Sini
Dalam kebanyakan kasus, radang usus buntu yang tidak dioperasi dapat membahayakan penderitanya. Jika tidak diobati, kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi usus buntu pecah yang berpotensi mengakibatkan infeksi serius di rongga perut (peritonitis).
Oleh karena itu, sangat penting untuk segera mencari pertolongan medis jika Anda mulai mengalami gejala usus buntu.
Ciri-ciri usus buntu parah meliputi nyeri perut yang tajam dan berkepanjangan, biasanya dimulai di area pusar dan kemudian berpindah ke sisi kanan bawah perut. Nyeri ini seringkali disertai gejala lain seperti demam, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, dan diare atau sembelit. Pada kasus yang lebih parah, perut bisa terasa keras saat disentuh, dan pasien mungkin merasa sakit jika bergerak, batuk, atau bersin.
Jika tidak segera ditangani, usus buntu yang meradang berpotensi pecah dan menyebabkan peritonitis. Oleh sebab itu, segera periksakan kondisi ke dokter spesialis bedah digestif untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Seperti prosedur pembedahan lainnya, operasi usus buntu (apendektomi) juga memiliki risiko. Beberapa risiko yang mungkin terjadi mencakup infeksi di area sayatan, perdarahan, atau reaksi terhadap anestesi yang digunakan selama operasi.
Akan tetapi, operasi pengangkatan usus buntu adalah prosedur yang relatif aman dilakukan. Tingkat keberhasilan pengobatan usus buntu dengan operasi sangat tinggi dan kebanyakan pasien pulih bisa sepenuhnya dalam beberapa minggu.
Setelah menjalani operasi, tidak ada risiko usus buntu kambuh, karena organ tersebut telah diangkat secara permanen. Namun, bila radang usus buntu yang Anda alami sebelumnya ditangani tanpa operasi, maka ada kemungkinan untuk mengalami kambuhnya usus buntu.
Efektivitas pengobatan usus buntu tanpa operasi memang terbilang cukup baik. Namun, kekambuhan dapat terjadi sebab dalam kasus ini, organ usus buntu masih ada dan masih bisa tersumbat bakteri yang berkembang biak di dalamnya.
Referensi: