Borderline Personality Disorder (BPD), Gangguan Kepribadian yang Harus Diwaspadai

Oleh Tim RS Pondok Indah

Senin, 24 Februari 2025

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Borderline personality disorder (BPD) adalah gangguan mental serius yang memengaruhi emosi, citra diri, dan perilaku impulsif. Kenali gejalanya di sini!

Borderline Personality Disorder (BPD), Gangguan Kepribadian yang Harus Diwaspadai

Kepribadian seseorang merupakan suatu hal yang menetap dan sangat berpengaruh pada hubungannya dengan sesama. Ketika seseorang mengalami gangguan kepribadian ambang, mereka akan mengalami gangguan citra diri dan perilaku, serta perubahan suasana hati (mood), yang pada akhirnya akan menghambat suatu relasi, baik esktra maupun intrapersonal.


Apa itu Borderline Personality Disorder?

Borderline personality disorder (BPD) adalah gangguan mental serius yang memengaruhi cara pikir, cara pandang, dan perasaan penderitanya. Kondisi yang juga dikenal sebagai gangguan kepribadian ambang ini umumnya menyebabkan penderitanya mengalami suasana hati dan citra diri yang selalu berubah serta sulit dikontrol, dengan disertai perilaku yang impulsif.


BPD kebanyakan terdeteksi saat penderitanya memasuki akhir masa remaja atau menginjak dewasa. Pasien kepribadian ambang juga lebih banyak berjenis kelamin wanita.


Gejala Borderline Personality Disorder​

Penderita borderline personality disorder biasa akan menunjukkan gejala yang dipicu oleh kondisi maupun kejadian traumatis. Biasanya gejala BPD akan mereda dengan sendirinya saat penderita memasuki usia 40 tahun. Berbagai gejala BPD bisa dikenali sebagai beberapa kondisi di bawah ini:


  • Ketakutan untuk diabaikan atau ditinggalkan
  • Memiliki masalah dalam mengendalikan amarah
  • Hubungan yang intens tetapi tidak stabil, termasuk menilai pasangan maupun orang terdekat sebagai sosok yang sempurna, tetapi dalam sekejap menemukan celahnya atau merasa orang tersebut tidak memedulikan penderita BPD, yang menjadikan orang tersebut sebagai orang yang kejam.
  • Perubahan mood yang sangat cepat
  • Sering merasa kesepian atau merasa hampa secara terus-menerus
  • Bertindak atau melakukan sesuatu yang impulsif dan berbahaya
  • Memiliki gangguan persepsi, termasuk citra diri atau perasaan yang tidak stabil atau berubah-ubah. Kondisi ini ditandai dengan perasaan bersalah atau malu dengan dirinya sendiri, serta merasa bahwa dirinya sendiri ‘buruk’ bahkan keberadaannya tidak bermakna. Akibatnya penderita BPD sering mengubah tujuan dan nilai hidup yang dianut, bahkan karir maupun lingkungan pertemanannya.
  • Ada beberapa episode di mana penderita BPD merasa stres karena paranoid yang membuatnya terpisah dari realita
  • Sering melukai diri sendiri, bahkan melakukan percobaan bunuh diri.


Penderita gangguan kepribadian ambang bisa saja mengalami beberapa gejala di atas, dengan tingkat keparahan, frekuensi kemunculan, dan durasi terjadinya gejala yang berbeda-beda.


Baca juga: Mengenal Apa itu Skizofrenia, Kenali Gejalanya Sebelum Terlambat



Penyebab Borderline Personality Disorder​

Penyebab seseorang mengalami borderline personality disorder hingga saat ini belum diketahui dengan pasti. Namun, beberapa penelitian sering mengaitkan kondisi ini dengan faktor genetik, yang berarti bahwa anak dengan orang tua penderita BPD memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami kondisi serupa.


Selain itu, adanya kelainan pada struktur otak yang berperan untuk mengatur emosi serta perilaku, juga sering dikaitkan sebagai pemicu gejala kepribadian ambang muncul.


Faktor Risiko Borderline Personality Disorder

Meski penyebab pastinya belum diketahui, ada beberapa faktor eksternal yang diduga menjadi faktor risiko borderline personality disorder. Di bawah ini adalah beberapa faktor yang meningkatkan risiko seseorang mengalami BPD:


  • Menjadi korban pelecehan maupun kekerasan seksual atau fisik
  • Menjadi korban penelantaran saat kanak-kanak
  • Tumbuh dalam keluarga maupun lingkungan yang tidak stabil, termasuk tidak stabil maupun menyalahgunakan narkoba


Meski bisa meningkatkan risiko BPD, tidak berarti seseorang yang memiliki faktor risiko tersebut pasti akan mengalami BPD. 


Baca juga: Panic Attack: Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasinya


Diagnosis Borderline Personality Disorder​

Dokter spesialis kesehatan jiwa akan menegakkan diagnosis borderline personality disorder melakukan tanya jawab kepada pasien terkait gejala yang dialami, riwayat penyakit atau gangguan mental lain, serta riwayat gangguan mental atau kondisi medis tertentu yang dialami keluarga pasien.


Selain melakukan tanya jawab langsung ke pasien, psikiater juga mungkin akan melakukan tanya jawab ke keluarga atau orang yang tinggal serumah dengan pasien. Pada beberapa kasus, dokter jiwa juga akan melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium guna memastikan diagnosis.


Dari semua hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan, dokter kemudian akan membandingkan gejala yang dialami oleh pasien dengan kriteria diagnosis BPD berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5).


Berdasarkan DSM-5, seseorang dapat dikatakan menderita BPD jika memiliki setidaknya lima kriteria berikut ini:


  • Suasana hati yang sering berubah dalam hitungan jam atau hitungan hari
  • Takut berlebihan bahwa dirinya akan ditinggalkan atau diabaikan
  • Gangguan identitas diri
  • Sering berperilaku impulsif
  • Sering mengalami hubungan yang tidak stabil dengan orang lain
  • Sering melakukan tindakan atau perilaku yang dapat menyakiti diri sendiri atau bahkan melakukan percobaan bunuh diri
  • Sering merasa sangat kesepian
  • Mudah marah dan mudah tersinggung
  • Selalu curiga terhadap orang lain 


Penegakan diagnosis BPD biasa dilakukan pada orang yang berusia lebih dari 18 tahun, karena gejala pada pasien BPD yang berusia kurang dari 18 tahun cenderung akan membaik, bahkan menghilang seiring dengan pertambahan usia. Namun, diagnosis BPD tetap bisa saja ditegakan pada mereka yang berusia kurang dari 18 tahun, hanya jika gejalanya sangat bermakna dan menetap setidaknya selama 1 tahun.


Baca juga: Mengenal OCD: Lebih dari Sekadar Obsesi Akan Kerapihan


Penanganan Borderline Personality Disorder

Tujuan terapi borderline personality disorder yang dilakukan oleh dokter spesialis kesehatan jiwa adalah untuk meredakan gejala dan mengobati gangguan mental lain yang menyertai BPD, misalnya depresi. Berikut ini adalah beberapa tindakan medis yang dapat dilakukan oleh dokter sebagai upaya penanganan BPD:


1. Psikoterapi

Merupakan upaya penanganan BPD yang utama, dengan tujuan untuk fokus pada kemampuan maupun fungsi pasien BPD, belajar mengendalikan emosi, meredakan impulsivitas dengan mengenali perasaan, memperbaiki hubungan dengan menyadari perasaan diri sendiri, serta menerima dan memahami kondisi diri sendiri, termasuk gangguan kepribadian ambang yang tengah dialami.


Beberapa metode psikoterapi yang bisa digunakan untuk mengatasi BPD adalah dengan:

  • Dialectical behavior therapy (DBT)
  • Cognitive behavioral therapy (CBT)
  • Mentalization-based therapy (MBT)
  • Schema-focused therapy
  • Transference-focused psychotherapy (TFP)
  • STEPPS (systems training for emotional predictability and problem-solving). 


2. Obat-obatan

Peresepan obat-obatan bukan untuk menyembuhkan BPD, melainkan untuk mengendalikan gejala atau gangguan mental lain yang menyertai kondisi ini, seperti depresi dan gangguan kecemasan. Pengobatan BPD bisa dilakukan dengan konsumsi obat antidepresan, antipsikotik, maupun obat penyeimbang suasana hati.


3. Perawatan di rumah sakit

Bila kondisinya sangat parah, pasien borderline personality disorder memerlukan perawatan di rumah sakit. Jenis perawatan yang diberikan akan disesuaikan dengan kondisi dan gejala yang dialami pasien. Beberapa indikasi rawat inap untuk kasus BPD adalah depresi, atau memiliki kecenderungan untuk melukai diri sendiri, bahkan melakukan percobaan bunuh diri. 


Proses pemulihan BPD membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Namun, dengan kontrol dan pengobatan rutin dari psikiater, gangguan kepribadian ambang bisa dikendalikan. Sehingga kualitas hidup penderita BPD pun bisa lebih berkualitas.


Komplikasi Borderline Personality Disorder

Jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat, borderline personality disorder bisa mengganggu kehidupan penderitanya, termasuk:

  • Pendidikan yang tidak tamat
  • Pengangguran karena sering berganti pekerjaan
  • Bermasalah dengan hukum karena kesulitan mengendalikan amarah
  • Menjalani hubungan yang toxic, menjadi korban KDRT, yang tak jarang berakhir sebagai perceraian
  • Sering dirawat atau berobat karena upaya melukai diri sendiri secara berulang
  • Kehamilan yang tidak direncanakan, mengalami infeksi menular seksual, kecelakaan maupun luka-luka akibat perkelahian fisik karena perilaku yang impulsif 
  • Percobaan bunuh diri, bahkan kematian


Selain kondisi di atas, BPD yang tidak tertangani juga dapat menyebabkan komplikasi berupa timbulnya gangguan mental lain, seperti gangguan makan, gangguan kecemasan, ADHD, gangguan stres pascatrauma atau PTSD, gangguan bipolar, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat terlarang, depresi, hingga usaha bunuh diri.


Oleh karena itu, penanganan segera oleh dokter spesialis kesehatan jiwa sangat diperlukan. Sebab penanganan yang tepat sedini mungkin dapat mengendalikan gejala dan keparahan borderline personality disorder. Selain itu, penanganan dari psikiater beserta tenaga medis terkait juga akan memaksimalkan peran penderita BPD sebagai anggota masyarakat.


Di RS Pondok Indah, psikiater dan tenaga medis kami akan memberikan penanganan yang sesuai bagi penderita borderline personality disorder. Tidak hanya dari kesehatan mentalnya, kesehatan fisik pasien BPD juga akan dievaluasi secara holistik. 


Selain itu, penanganan gangguan kepribadian ambang yang diberikan oleh psikiater di RS Pondok Indah juga telah didukung dengan fasilitas medis terkini, guna mencapai hasil pengobatan yang optimal.


Baca juga: Mengenal Apa Itu Alzheimer: Penyakit Otak yang Lebih dari Sekedar Pikun



FAQ


Apakah BPD Termasuk Bipolar?

Borderline personality disorder (BPD) tidak termasuk dalam kategori gangguan bipolar. Meskipun keduanya melibatkan perubahan emosi, penyebab, gejala, dan pengobatannya berbeda. Jika Anda mengalami gejala gangguan kepribadian atau perilaku, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kesehatan jiwa.


Apa Beda BPD dan Bipolar?

BPD dan gangguan bipolar berbeda dari aspek intensitas, gejala, dan pemicunya. BPD ditandai oleh ketidakstabilan emosi yang cepat, seringkali dalam hitungan jam atau hari, dan pola hubungan yang intens dan tidak stabil. Sebaliknya, gangguan bipolar melibatkan perubahan suasana hati yang lebih panjang, biasanya berlangsung beberapa minggu hingga bulan.


Gejala BPD lebih berkaitan dengan masalah identitas, ketakutan akan penolakan, dan perilaku impulsif, sedangkan gangguan bipolar lebih fokus pada siklus mania dan depresi.


Kenapa Seseorang Bisa Terkena BPD?

Penyebab seseorang terkena BPD belum sepenuhnya dipahami, tetapi kombinasi faktor genetik, lingkungan, dan perkembangan psikologis turut berkontribusi. Pengalaman masa kecil yang traumatis, seperti kekerasan, pelecehan, maupun penelantaran, dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami BPD. Selain itu, faktor genetik atau riwayat keluarga dengan gangguan kepribadian juga berperan dalam munculnya kondisi ini.


Seperti Apa Episode BPD?

Episode BPD seringkali ditandai dengan perubahan emosi yang cepat, termasuk kecemasan, kemarahan, dan depresi. Seseorang dapat mengalami perasaan kosong atau ketidakberdayaan, diikuti oleh reaksi emosional yang berlebihan, seperti menangis atau marah. Selama episode BPD terjadi, individu mungkin kesulitan menjaga hubungan yang stabil dan dapat merasa terasing dari orang lain.


Bagaimana Cara Membantu Seseorang dengan BPD?

Untuk membantu seseorang dengan BPD, Anda perlu menunjukkan pemahaman, kesabaran, dan dukungan. Berikut ini adalah tips yang bisa Anda lakukan:

  • Berikan ruang aman untuk bercerita
  • Dengarkan mereka dengan empati, tanpa menghakimi
  • Dorong mereka untuk berobat


Referensi:

  1. McLaren V, Gallagher M, et al,. Hypermentalizing and borderline personality disorder: a meta-analytic review. American Journal of Psychotherapy. 2022. (https://psychiatryonline.org/doi/full/10.1176/appi.psychotherapy.20210018). Diakses pada 18 Februari 2025.
  2. Gartlehner G, Crotty K, et al,. Pharmacological treatments for borderline personality disorder: a systematic review and meta-analysis. CNS drugs. 2021. (https://link.springer.com/article/10.1007/s40263-021-00855-4). Diakses pada 18 Februari 2025.
  3. Reichl C, Kaess M. Self-harm in the context of borderline personality disorder. Current opinion in psychology. 2021. (https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2352250X21000014). Diakses pada 18 Februari 2025.
  4. American Psychiatric Association. What is Borderline Personality Disorder? (https://www.psychiatry.org/news-room/apa-blogs/what-is-borderline-personality-disorder). Direvisi terakhir 10 Desember 2024. Diakses pada 18 Februari 2025.
  5. Cleveland Clinic. Borderline Personality Disorder (BPD). (https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/9762-borderline-personality-disorder-bpd). Direvisi terakhir 20 Mei 2022. Diakses pada 18 Februari 2025.
  6. Johns Hopkins Medicine. Borderline Personality Disorder. (https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/borderline-personality-disorder). Diakses pada 18 Februari 2025.
  7. Harvard Health Publishing. Borderline personality disorder. (https://www.health.harvard.edu/a_to_z/borderline-personality-disorder-a-to-z). Direvisi terakhir 20 Januari 2023. Diakses pada 18 Februari 2025.
  8. Mayo Clinic. Borderline personality disorder. (https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/borderline-personality-disorder/symptoms-causes/syc-20370237). Direvisi terakhir 31 Januari 2024. Diakses pada 18 Februari 2025.