Oleh Tim RS Pondok Indah
Meski sama-sama menyerang otak, perbedaan meningitis dan ensefalitis cukup signifikan, terutama pada bagian yang mengalami peradangan dan gejalanya. Simak selengkapnya!
Meningitis dan ensefalitis merupakan peradangan pada sistem saraf pusat, khususnya otak dan sumsum tulang belakang. Kedua kondisi ini terkait dengan otak dan sistem saraf pusat, tak heran jika gejalanya yang hampir serupa, sehingga sulit untuk dibedakan oleh orang awam.
Namun, bukan berarti meningitis dan ensefalitis tidak bisa dibedakan. Bagian otak yang mengalami peradangan, penyebab penyakit, dan gejala khas, serta pengobatan masing-masing penyakit cukup menggambarkan perbedaan meningitis dan ensefalitis. Perbedaan ini penting untuk dikenali agar bisa diberikan penangannya sesegera mungkin. Jadi peluang sembuh pun akan meningkat.
Sebelum membahas perbedaan meningitis dan ensefalitis lebih lanjut, ada baiknya mengenali informasi dasar mengenai kedua penyakit ini terlebih dahulu.
Meningitis adalah peradangan pada selaput yang melindungi otak dan sumsum tulang belakang (meningen). Infeksi virus, bakteri, parasit, atau jamur merupakan penyebab tersering terjadinya meningitis. Dalam beberapa kasus, meningitis juga dapat terjadi akibat kondisi medis lain, misalnya alergi obat, penyakit autoimun, atau cedera kepala.
Ensefalitis adalah peradangan pada jaringan otak itu sendiri. Penyebab utama radang otak adalah infeksi, baik oleh virus, bakteri, parasit, atau jamur. Pada kasus radang otak yang parah, ensefalitis dapat menyebabkan gangguan saraf, kerusakan otak permanen, bahkan kematian.
Baca juga: Kenali Jenis Sakit Kepala Anda
Berikut ini adalah beberapa perbedaan meningitis dan ensefalitis yang perlu Anda kenali:
Bagian otak yang mengalami peradangan pada meningitis adalah selaput otak (meninges) atau lapisan tipis yang melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan ensefalitis merupakan peradangan yang menyerang jaringan otak.
Pada meningitis, penyebab utamanya adalah infeksi, termasuk infeksi bakteri, virus, jamur, dan parasit. Namun, ada beberapa kondisi yang juga menyebabkan radang selaput otak, seperti tuberkulosis, efek samping obat-obatan tertentu, alergi, atau kanker.
Sementara itu, penyebab utama ensefalitis adalah infeksi virus dan penyakit autoimun. Virus yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan otak, antara lain virus herpes simplex, varicella zoster, atau rubella.
Baca juga: Apakah Penderita Meningitis Bisa Sembuh? Mengetahui Pengobatan untuk Meningitis
Meski banyak kesamaan, ensefalitis cenderung menyebabkan gejala neurologis yang lebih berat dan perubahan mental yang lebih signifikan.
Gejala meningitis bisa berbeda-beda pada setiap orang, tergantung usia dan penyebab infeksi. Namun, kondisi ini memiliki gejala khas berupa demam tinggi, sakit kepala yang parah, dan kaku leher. Beberapa penderita radang selaput otak juga bisa mengeluhkan adanya ruam kulit (terutama pada kasus infeksi bakteri), tidak nafsu makan, mual muntah, linglung, hingga kejang.
Sedangkan pada bayi maupun anak-anak, meningitis bisa menyebabkan penderitanya jadi lebih rewel, yang merupakan ekspresi dari sakit kepala yang hebat. Anak juga mengalami demam tinggi, tidak mau menyusu maupun makan, lebih banyak tidur dan lebih lesu dari biasanya.
Sedangkan ensefalitis akan menyebabkan fungsi otak terganggu, sehingga terjadi gejala berupa perubahan perilaku, emosi, dan kesadaran penderitanya, yang merupakan gejala khas dari ensefalitis. Selain itu, ensefalitis juga akan menyebabkan penderitanya mengalami demam, sakit kepala, nyeri otot atau sendi, kelelahan tanpa sebab yang jelas, penurunan kesadaran (linglung), hingga kejang.
Bila ensefalitis dialami oleh bayi atau anak-anak, gejalanya bisa berupa anak jadi lebih rewel atau sering menangis, kaku leher, tidak mau makan atau menyusu, ubun-ubun menonjol, dan mual muntah.
Berikut adalah perbedaan meningitis dan ensefalitis dari segi pengobatannya:
Pengobatan meningitis disesuaikan dengan penyebabnya, misalnya pemberian antibiotik untuk meningitis bakteri, antivirus untuk meningitis virus, atau antijamur untuk meningitis jamur. Bila meningitis yang disebabkan oleh reaksi alergi atau penyakit autoimun, dokter bisa saja meresepkan obat kortikosteroid.
Jika meningitis menimbulkan komplikasi, seperti kejang atau koma, pasien akan menjalani perawatan di rumah sakit dan dipantau di ruang ICU.
Pada ensefalitis ringan, pasien biasanya disarankan untuk menjalani istirahat total, mencukupi kebutuhan cairan harian, dan mengonsumsi obat antiradang maupun obat antinyeri, seperti paracetamol dan ibuprofen.
Jika ensefalitis disebabkan oleh virus, pengobatannya adalah dengan pemberian antivirus. Sementara untuk ensefalitis yang disebabkan oleh penyakit autoimun, pengobatan biasanya dilakukan dengan pemberian suntik kortikosteroid, terapi intravenous immunoglobulin (IVIG), atau pemberian obat imunosupresan.
Itulah beberapa perbedaan meningitis dan ensefalitis. Keduanya sama-sama merupakan kondisi yang berbahaya dan berpotensi menyebabkan kerusakan permanen pada saraf, terutama otak. Jadi, segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat ketika mengalami gejala yang mengarah pada kedua kondisi tersebut
Bila Anda mengalami demam tinggi, sakit kepala hebat, serta mual dan muntah yang menyembur, segera jadwalkan janji temu dengan dokter spesialis neurologi RS Pondok Indah cabang terdekat untuk mendapatkan diagnosis yang akurat.
Selain ditangani oleh dokter berpengalaman, RS Pondok Indah juga menyediakan fasilitas medis yang berteknologi terkini guna mendukung pelayanan medis yang diberikan. Dengan demikian, Anda dan orang terkasih akan mendapatkan pelayanan medis terbaik dengan hasil yang optimal.
Baca juga: Lengkapi Vaksin Meningitis untuk Melindungi Kesehatan
Ya, meningitis dapat menyebar ke otak jika tidak segera ditangani. Infeksi pada meninges bisa menyebar ke jaringan otak, menyebabkan ensefalitis, perdarahan, bahkan kerusakan otak permanen.
Ensefalitis dapat menyebar ke bagian tubuh lain, meskipun biasanya terbatas pada sistem saraf pusat. Umumnya kondisi ini disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau penyakit autoimun. Jika infeksi atau peradangan tidak diobati, virus atau kuman penyebabnya dapat menyebar ke bagian tubuh lain.
Referensi: