Sindrom Iritasi Usus Besar: Kenali Penyebab, Gejala, dan Pengobatannya

Oleh Tim RS Pondok Indah

Senin, 28 April 2025

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

IBS atau sindrom iritasi usus besar​ merupakan gangguan pencernaan kronis yang menyebabkan gangguan fungsi usus besar. Ketahui penyebab hingga penanganannya di sini!

Sindrom Iritasi Usus Besar: Kenali Penyebab, Gejala, dan Pengobatannya

Usus besar merupakan organ pencernaan yang berfungsi menyerap air dan elektrolit dari sisa makanan, membentuk feses, serta mendukung proses pembuangan zat sisa melalui anus.


Namun, ada kalanya fungsi usus besar terganggu, yang dapat memicu berbagai gangguan kesehatan. Salah satu kondisi yang menyebabkan gangguan pada usus besar adalah sindrom IBS. Meskipun tidak berbahaya, sindrom iritasi usus sering kali menimbulkan ketidaknyamanan di perut yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.


Apa Itu Sindrom IBS?

Sindrom iritasi usus besar (IBS) adalah masalah pencernaan yang terjadi karena gangguan fungsi akibat radang usus besar, bukan kerusakan pada organ itu sendiri. Artinya, usus terlihat normal saat diperiksa, tetapi fungsinya tidak bekerja sebagaimana mestinya. 


Dikatakan sindrom karena iritasi usus besar yang terjadi akan memunculkan sekumpulan gejala dan tanda secara bersamaan. Gejala tersebut bahkan bisa berubah-ubah setiap kali terjadi kekambuhan. Oleh karena itu, penanganan sindrom IBS yang diberikan berbeda-beda untuk tiap penderitanya, tergantung dari gejala yang terjadi dan keparahannya, dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan pasien.


Baca juga: Nyeri Perut, Ketahui Penyebab, Gejala, dan Cara Meredakannya



Gejala Sindrom IBS

Gejala iritasi usus besar bervariasi pada setiap penderitanya. Seseorang yang mengalami IBS bisa saja mengalami gejala yang hilang timbul dan berbeda setiap kali kambuh. Kekambuhan gejala yang muncul bisa saja dipicu oleh stres, perubahan gaya hidup, ataupun mengonsumsi makanan pemicu yang membuat kontraksi usus terganggu. 


Secara umum penderita IBS memiliki gejala sebagai berikut ini:


  • Nyeri dan kram perut, yang biasanya hilang setelah buang air besar
  • Perubahan kebiasaan buang air besar, seperti diare, sembelit, atau kombinasi keduanya
  • Perut kembung
  • Perasaan ingin buang air besar, tetapi sulit mengeluarkannya
  • Lendir pada feses


Selain itu, sindrom iritasi usus besar juga bisa saja menyebabkan penderitanya mengalami kelelahan, sakit kepala, nyeri di ulu hati, kekakuan sendi, nyeri panggul, serta sulit tidur.


Gejala kondisi ini memang sering kali tidak spesifik dan bisa menyerupai gangguan pencernaan lain, sehingga terkadang sulit untuk mendiagnosis IBS. Jika Anda mengalami gejala-gejala di atas secara berulang (sering kambuh), sebaiknya konsultasikan dengan dokter spesialis penyakit dalam agar bisa mendapatkan diagnosis yang tepat dan rencana pengobatan yang sesuai.


Penyebab Sindrom IBS

Penyebab sindrom iritasi usus besar belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini diduga berkaitan dengan gangguan kontraksi otot usus, respons sistem saraf yang tidak normal terhadap perubahan di saluran pencernaan, peradangan, infeksi sistem pencernaan yang parah, serta ketidakseimbangan bakteri di usus.


Stres parah, terutama yang dialami sejak kecil, juga bisa berperan dalam memicu atau memperburuk gejala IBS.


Baca juga: Usus Buntu, Ketahui Gejala, Penyebab dan Pengobatannya


Faktor Risiko Sindrom IBS

Selain itu, ada beberapa faktor yang diyakini memicu sindrom iritasi usus besar, yaitu:


  • Memiliki riwayat keluarga dengan IBS
  • Lebih sering terjadi pada jenis kelamin perempuan
  • Berada dalam rentang usia produktif (di bawah 50 tahun)
  • Mengalami stres berat atau gangguan mental, seperti gangguan kecemasan dan depresi
  • Memiliki pola makan tidak sehat seperti, mengonsumsi makanan cepat saji, makanan berlemak, atau minum teh maupun kopi berlebihan
  • Memiliki kebiasaan merokok
  • Menderita penyakit kronis tertentu, seperti diabetes


Kapan Harus Ke Dokter?

Segera temui dokter spesialis penyakit dalam jika Anda mengalami keluhan yang menyerupai gejala IBS hingga menyebabkan beberapa kondisi di bawah ini: 


  • Penurunan berat badan yang tidak direncanakan
  • BAB berdarah
  • Nyeri perut yang semakin parah, terutama saat buang air besar dan kentut
  • Diare yang parah
  • Gejala yang mengganggu aktivitas harian meski sudah mencoba berbagai upaya penanganan mandiri


Baca juga: Infeksi Saluran Pencernaan, Sudah Biasa, tetapi Tidak Bisa Diabaikan



Diagnosis Sindrom IBS

Sindrom iritasi usus besar didiagnosis berdasarkan gejala yang dikeluhkan, riwayat medis, dan pemeriksaan fisik, karena tidak ada metode pemeriksaan spesifik untuk menegakkan diagnosis kondisi ini.


Dokter biasanya akan memulai proses diagnosis dengan menanyakan keluhan, yaitu sakit perut berulang setidaknya satu kali seminggu yang sudah terjadi dalam tiga bulan terakhir. Selain sakit perut, dokter juga akan menanyakan keluhan lain, berupa:


  • Rasa tidak nyaman atau nyeri saat buang air besar
  • Perubahan frekuensi buang air besar
  • Perubahan bentuk atau konsistensi feses


Selain dengan anamnesa, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, khususnya pemeriksaan abdomen atau pemeriksaan di daerah perut.


Dan sebagai langkah pemastian, dokter akan menyarankan pemeriksaan penunjang, seperti tes darah, CT-scan, endoskopi, dan kolonoskopi, untuk memastikan sindrom IBS.


Baca juga: Memahami Penyakit Radang Usus (IBD) yang Dapat Memengaruhi Kualitas Hidup


Pengobatan Sindrom IBS

Tujuan pengobatan IBS bukanlah untuk menyembuhkan kondisi ini, melainkan mengontrol kondisi. Sehingga gejala bisa diredakan dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari, sekaligus mencegah kekambuhannya. Beberapa upaya penanganan tersebut meliputi:


1. Perubahan pola makan

Perubahan pola makan, terutama dengan menerapkan pola diet rendah FODMAP, yaitu mengurangi mengonsumsi makanan atau minuman yang sulit dicerna dan menghasilkan gas berlebih, seperti bawang, kol, produk susu, dan kacang-kacangan. Selain itu, kurangi makanan yang mengandung gluten, terutama jika tubuh sensitif terhadap gluten. Agar bisa membantu mengurangi gejala sindrom iritasi usus besar bahkan mencegah kekambuhannya.


2. Perbanyak minum air putih

Asupan cairan yang cukup dapat membantu menjaga fungsi saluran pencernaan dan mencegah dehidrasi akibat diare atau sembelit. Untuk itu, pastikan Anda mengonsumsi setidaknya 2 liter air per hari, atau sesuaikan dengan kebutuhan tubuh.


3. Kelola stres dengan bijaksana

Untuk mencegah kekambuhan gejala sindrom iritasi usus besar, penderita IBS juga disarankan untuk menghindari stres berlebihan. Caranya bisa dengan melakukan teknik relaksasi, seperti yoga dan meditasi.


4. Konsumsi obat sesuai anjuran dokter

Hal terpenting yang perlu diperhatikan penderita IBS adalah konsistensi dalam konsumsi obat yang dianjurkan dokter. Obat-obatan yang diresepkan sudah disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu dan ditujukan untuk mengelola gejala yang dialami. Misalnya, obat pencahar ketika pasien memiliki gejala IBS berupa diare.


Selain obat-obatan, dokter juga mungkin akan meresepkan suplemen serat maupun probiotik untuk membantu menyeimbangkan bakteri baik di usus dan meningkatkan kesehatan pencernaan, sehingga bisa mengatasi gejala IBS yang dialami.


Baca juga: 12 Makanan untuk Radang Usus Guna Mengurangi Kekambuhan


Komplikasi Sindrom IBS

Sindrom IBS biasanya tidak menyebabkan kerusakan usus atau komplikasi serius, tetapi gejalanya dapat menyebabkan:


  • Gangguan tidur
  • Kecemasan atau depresi akibat ketidaknyamanan yang berulang
  • Penurunan kualitas hidup


Pencegahan Sindrom IBS

Agar kondisi ini tidak mengganggu aktivitas, ada baiknya Anda melakukan beberapa upaya pencegahan sindrom IBS dengan menerapkan tips berikut:


  • Mengonsumsi makanan tinggi serat
  • Memastikan makan secara teratur
  • Menghindari stres berlebih dengan teknik relaksasi
  • Berolahraga secara teratur
  • Memastikan kebutuhan asupan cairan harian telah terpenuhi


Sindrom IBS membutuhkan perawatan yang tepat untuk meredakan gejala dan mencegah kekambuhan. Dengan demikian sindrom IBS tidak lagi mengganggu aktivitas harian Anda.


Jika Anda merasakan gejala IBS, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam di RS Pondok Indah cabang terdekat, agar penanganan yang sesuai bisa diberikan.


Penanganan yang tepat sangat penting dalam mengelola sindrom IBS. RS Pondok Indah merupakan rumah sakit yang berkomitmen untuk mengutamakan kesehatan pasiennya dalam menentukan segala keputusan medis, sehingga sudah sepantasnya menjadi pilihan Anda dan orang terkasih dalam mengatasi berbagai kondisi medis, termasuk mengatasi sindrom iritasi usus besar.


Baca juga: Deteksi Dini Gangguan Pencernaan Bawah dan Kolonoskopi



FAQ


Apakah Sindrom Iritasi Usus Bisa Sembuh Sendiri?

Sindrom Iritasi Usus (IBS) tidak bisa sembuh. Kondisi medis ini umumnya berlangsung seumur hidup, tetapi gejalanya bisa dikelola dan berkurang dengan pengobatan serta perubahan gaya hidup. Jadi, meskipun tidak bisa sembuh sepenuhnya, penderita IBS tetap bisa menjalani hidup yang relatif normal dengan penanganan yang tepat.


Berapa Lama Iritasi Usus Besar Berlangsung?

Sindrom iritasi usus besar (IBS) merupakan kondisi kronis yang biasanya berlangsung seumur hidup. Meskipun demikian, gejala sindrom ini bisa kambuh dan berlangsung selama beberapa hari, bahkan beberapa bulan. Durasi kekambuhan gejala dipengaruhi oleh kondisi masing-masing individu dan pengobatan yang mereka jalani.


Apakah IBS Termasuk Penyakit Kronis?

Ya, IBS dianggap sebagai kondisi kronis karena biasanya berlangsung dalam jangka panjang dan memerlukan pengelolaan terus-menerus. Meskipun tidak menyebabkan kerusakan permanen, gejala IBS bisa kambuh, sehingga dapat mengganggu kualitas hidup penderitanya bila tidak dikelola dengan tepat.


Apa Bedanya IBS dan IBD?

IBS (Irritable Bowel Syndrome) adalah gangguan fungsi usus tanpa kerusakan jaringan yang dapat menyebabkan gejala seperti kram, diare, atau sembelit. Sedangkan IBD (Inflammatory Bowel Disease) adalah penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan peradangan dan kerusakan pada saluran pencernaan, seperti Crohn’s dan kolitis ulseratif.


IBD bisa menyebabkan komplikasi serius dan membutuhkan pengobatan lebih intensif. Di sisi lain, IBS lebih berhubungan dengan gangguan fungsi dan tidak menyebabkan kerusakan struktural, tetapi tetap membutuhkan pengobatan yang konsisten agar gejalanya terkontrol.




Referensi:

  1. Sulaimi, F., Ong, T. S. K., et al. Risk Factors for Developing Irritable Bowel Syndrome: Systematic Umbrella Review of Reviews. BMC Medicine. 2025.
  2. (https://bmcmedicine.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12916-025-03930-5). Diakses pada 19 Maret 2025.
  3. Makkawy, E. A., Abdulaal, I. E., et al. Prevalence, Risk Factors, and Management of Irritable Bowel Syndrome in Saudi Arabia: A Systematic Review. Cureus. 2023.
  4. (https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10658819/). Diakses pada 19 Maret 2025.
  5. Cleveland Clinic. Irritable Bowel Syndrome (IBS).
  6. (https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/4342-irritable-bowel-syndrome-ibs). Direvisi terakhir 16 November 20253. Diakses pada 19 Maret 2025.
  7. Cleveland Clinic. Large Intestine & Colon.
  8. (https://my.clevelandclinic.org/health/body/22134-colon-large-intestine). Direvisi terakhir 19 September 2024. Diakses pada 19 Maret 2025.
  9. Mayo Clinic. Irritable bowel syndrome.
  10. (https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/irritable-bowel-syndrome/symptoms-causes/syc-20360016). Direvisi terakhir 11 Oktober 2024. Diakses pada 19 Maret 2025.
  11. Mayo Clinic. Stress relievers: Tips to tame stress.
  12. (https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/stress-management/in-depth/stress-relievers/art-20047257). Direvisi terakhir 3 Agustus 2023. Diakses pada 19 Maret 2025.